CHAPTER 2

1686 Words
“Heii banguunn jangan tidur di situ!” teriakan seseorang membuatku terbangun. Aku bangun dengan keadaan bingung. Bagaimana aku tidak bingung? Saat ini aku sedang berbaring di tengah jalanan dengan pasir coklat muda. Belum sempat aku bangun sebuah ‘kail pancing’ menarik bajuku ke sebuah kedai peralatan dari besi. Aku berteriak tidak karuan, panik. Kail pancing yang menjeratku ini seolah membawaku terbang. Aku menutup mataku karena aku ketakutan. Aku terus saja berteriak sampai aku sudah duduk di lantai dingin. Kemudian aku membuka mataku perlahan. “Huuh hampir saja.” Seorang wanita tua memandangku aneh. Aku juga menatapnya aneh. Sedetik kemudian sebuah kereta kuda melesat cepat. Aku terselamatkan. Rupaya nenek itu menyelamatku dari tertabrak kereta kuda. Meski dengan alat ‘aneh’ aku tetap bersyukur bisa selamat. Nenek itu mengenakan pakaian dengan perpaduan warna coklat tua dan coklat muda. Seperti pakaian kuno. Rambutnya sudah berwarna putih seluruhnya –itu sebabnya aku menyebutnya nenek. Dia masih menatapku aneh. “Kamu orang baru ya?” Nenek itu bicara padaku. Aku tidak menjawab, aku memandangnya bingung . Aku sedang bermimpi kan? “Kamu tidak apa-apa?” ucapnya menawarkan bantuan untuk berdiri. Aku menyambut tangan nenek itu, kemudian berhasil berdiri. “Apa kamu terluka?” tanyanya lagi. Aku menggeleng masih ragu-ragu. “Jangan takut. Kau ini orang yang aneh ya.” nenek itu tersenyum menggaruk rambut putihnya yang terikat rapi. “Camellia! Cepat kemari!” Nenek itu memanggil seseorang. Beberama menit kemudian muncul seorang gadis muda. Kira-kira umurnya setara denganku, namun dengan tubuh yang lebih tinggi. Pakaiannya juga cukup aneh. Dia mengenakan pakaian berwarna warna hijau lengan pendek dan menjuntai hingga lutut. Dia memakai sebuah sepatu bot berwarna putih tinggi selutut dengan ukiran bunga dan daun yang sangat cantik. Rambutnya berwarna hitam legam. Di dahinya terdapat sebuah perhiasan, bentuknya seperti kalung yang memiliki bandul berbentuk pear berwarna senada dengan pakaiannya. Dia gadis yang cantik. “Ada apa nek?” Gadis itu bertanya sambil memandangku. Aku mencoba tersenyum. “Ini. Aku menemukannya di depan. Dia tidur di jalan sana.” Eh? Aku tidur di jalan? “Kamu bawa ke dalam dulu. Kurasa dia kebingungan.” Gadis itu mengangguk. “Ayo! kamu ikut aku dulu.” Gadis itu tersenyum menarik tanganku. Aku mengikutinya. Kurasa kami akan bergi ke kamar gadis itu. Toko ini ternyata sangat luas, padahal dari tempatku ditarik terasa sempit sekali. rumah ini terdiri dari 2 lantai. Lantai pertama sebagai toko dan lantai dua untuk tempat tinggal. Dia menyuruhku duduk di kursi rotan yang ternyata empuk ketika di duduki. Ini benar-benar aneh. Mimpi yang aneh. Aku ditinggal beberapa menit, aku tidak tahu dia pergi kemana. Hingga akhirnya ia kembali membawa 2 gelas minuman hangat. “Nama ku Camellia Mignionette. Panggil saja Camellia.” Ucapnya menyerahkan segelas minuman itu. Ia tersenyum ramah. “Namaku Rinai. Kamu bisa memanggilku Rin” aku menjawab sambil ragu-ragu menerima minuman itu. Dia menatapku lama. Kemudian tertawa. “Kupikir hanya pakaianmu yang aneh, ternyata namamu juga hahaha.” Aku memang sedang memakai baju tidur dengan gambar beruang lucu berwarna biru muda. “Nenekku yang tadi namanya Smilax Shamrock.” Ucapnya sembari meminum minuman hangat. Aku juga turut meneguk minuman di tanganku. Rasa minuman ini hampir seperti jahe hangat. Hanya saja warnanya seperti Maccha Latte. “Namanya susah.” Aku tersenyum menggaruk rambut yang tidak gatal. “Kamu bisa memanggilnya nenek  saja.” Sejauh ini aku merasa Camellia adalah gadis yang baik. Aku merasa nyaman ada di dekatnya. “Jadi, Camellia. Aku ingin bertanya.” Ucapku. “Ya?” “Apakah aku sedang berada di dunia mimpi?” Camellia menatapku bingung karena mendengar pertanyaanku. “Aku sedang tidur tadi. Tiba-tiba aku terbangun gara-gara nenek berteriak. Dan aku berada di sini. Apakah ini mimpi?” ungkapku lagi. “Hahahaha. Aku tau negeriku ini indah. Tapi yang kutahu ini bukan mimpi. Aku ini nyata.” Aku terkejut. Bagaimana tidak? Aku baru saja tidur di ranjangku. Dan sekarang? Aku sedang ada di mana? “Aku ini ada di mana?” aku bertanya ragu-ragu. “Hmm, kamu benar-benar tidak tau apa-apa ya. Baiklah, selamat datang di Millefolia!!” Camellia membuka jendela ruangan yang mengarah langsung ke pusat kota. Mataku membulat. Ini adalah kota besar! Indah sekali. di jalanan bawah orang-orang tampak berlalu lalang. Ini kota yang ramai. terdapat sejenis menara yang sangat tinggi. Menara berbentuk seperti jarring-jaring yang menyatu –seperti Tokyo skytree. Mungkin seperti kota pada umumnya, menara tinggi adalah tanda dari pusat kota. “Kusarankan kamu tidak keluar dulu.” Camellia berkata sembari membereskan gelas kami yang sudah tandas. Aku menoleh memandangnya. Camellia benar, pakaianku aneh jika dibandingkan dengan masyarakat di sini.  Memang bagaimana caranya aku keluar? Bisa jadi aku akan tertabrak kereta lagi. Batinku masih bicara bahwa ini semua hanya mimpi. Mana mungkin aku bisa masuk ke dunia lain? Pelajaran di sekolahku tidak pernah menyatakan adanya dunia lain seperti ini. Buku-buku fiksi yang k****a juga tidak pernah menceritakan hal seperti ini. “Camellia. Aku ingin ke kamar mandi.” Ucapku setelah puas menatap kota Millefolia. Camellia mengantarku sampai ke depan kamar mandi. Ruangan dengan pintu coklat itu menyambutku. Aku membuka pintu itu dan langsung melangkah ke dalam. “Aku akan pergi memasak dulu. Nanti aku tunggu di ruang makan. Ada di ruang sebelah kanan jika kamu berjalan lurus dari sini.” Ucapnya setelah melihatku masuk ke dalam kamar mandi. Aku mengangguk, kemudian menutup pintu. Rumah ini benar-benar luas! Kamar mandi ini memiliki luas sekitar 4 x 5 meter. Di dalamnya terbagi menjadi dua bagian, bagian sisi kanan terdapat ruangan kaca yang sepertinya ruangan untuk mandi. Sedangkan di sisi kiri hanya ruang kosong dengan jendela yang tertutup tirai warna putih dengan corak bunga berwarna coklat muda. Di dalam kamar mandi aku menutup mataku. Mengharap aku bisa bangun ke duniaku. Tidak berhasil. Aku mencubit diriku sendiri berkali-kali. Namun itu juga tidak berhasil, lenganku hanya memerah dan sakit karena cubitan itu. Opini bahwa aku sudah mati pun terlintas di pikiranku. Namun segera kutepis karena kehidupan setelah kematian tidak akan seindah ini. Bagaimana kalau aku tidak bisa kembali? Kenapa aku bisa terjebak di sini? Meski aku masih bingung, harus kuakui bahwa aku mengagumi kota ini. Rumah-rumah terlihat masih terbuat dari kayu. Sederhana namun sangat menawan. Jika kulihat tempat ini seperti berada di tengah padang pasir. Namun ternyata aku salah, sejauh mata memandang kota Millefolia ini penuh dengan perumahan dengan warna dan bentuk yang beragam. Aku membuyarkan lamunanku, aku segera menuju ruang makan yang diberitahu Camellia tadi. “Hei Rin, Kamu lapar?” Nenek tersenyum melihatku masuk ke ruang makan. sepertinya Camellia sudah memberitahu namaku. Nenek tengah duduk di kursi rotan seperti yang ada di kamar Camellia, namun dengan bentuk yang lebih sederhana. Sedangkan Camellia menuangkan air ke 3 gelas berukuran sedang. Aku tersenyum kemudian duduk di kursi. Makanan yang disediakan sejenis bubur  dengan sayuran sebagai pelengkapnya. Bubur ini berwarna putih halus dengan bintik-bintik orange yang saat ini kupikir sebagai potongan wortel. Mangkuk dan sendok yang digunakan terbuat dari kayu warna coklat tua. Camellia menyodorkan mangkuk denga ukiran bunga timbul itu. “Terimakasih.” Ucapku tersenyum.                             “Maaf hanya ini yang bisa kusajikan.” Camellia menyeruput bubur itu. Aku ikut menyuapkan bubur itu dalam mulutku. Makanan ini  membuat tubuhku terasa bugar kembali. Nenek Smilax menikmati makanannya dalam diam. Dia menatapku aneh sambil sesekali memasukkan bubur putih nikmat itu ke dalam mulkutnya. Aku hanya menunduk tidak berani menatap matanya. Sesungguhnya nenek Smilax memiliki pembawaan ramah, namun ketia dia sudah menatap tajam pada seseorang, tatapan matanya membuat aura berwibawa menyeruak. Setidaknya itulah yang kurasakan pada nenek Smilax dalam pertemuan yang singkat itu. “Rin. Apa kemampuanmu?” Nenek bertanya. Aku yang tengah minum tersedak. “Eh?” “Iya Rin. Apa kemampuanmu?” Tanya Camellia sambil merapikan meja makan. “Kemampuan apa?” tanyaku bingung. “Eh kamu tidak mengerti kekuatanmu?” “Aku tidak punya kekuatan Nek.” Ucapku menggelengkan kepala. “Tidak mungkin seseorang dengan serpihan Gladiolus tidak punya kekuatan.” Nenek menatapku tajam. Camellia juga melakukan hal yang sama.  Aku memasang wajah bingung. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi. “Sudah kuduga kamu memang bukan berasal dari sini. Camellia, besok antarkan dia ke kota Achillea.” Nenek menghela nafas panjang kemudian turun untuk kembali ke toko. Aku masih memandang bingung. Nama kota di sini susah sekali. “Achillea adalah pusat kota medis. Kita akan memeriksa serpihan Gladiolus dalam dirimu.” Ucapnya. Kini Camellia duduk di depanku. “Serpihan Gladiolus itu apa?” tanyaku. “Itu adalah serpihan batu kekuatan.” Jawabnya. “Batu kekuatan?” aku lebih bingung lagi. “Seperti ini.” Dia menunjuk Kristal hijau muda yang menghiasi perhiasan di dahinya. Jadi berlian itu adalah serpihan Gladiolus. “Ketika seseorang kehilangan serpihan ini, kekuatannya akan menghilang. Bisa-bisa juga hilang ingatan, atau bahkan juga kehilangan nyawa.” Ucapnya. Aku masih mencoba mencerta kata-katanya. “Apa kekuatanmu Camellia?”  tanyaku setelah hening beberapa saat. “Aku ahli medis.” Aku tercengang. Aku tidak paham apa maksudnya. “Sebaiknya kamu tidur, hari sudah mulai malam udara akan menjadi semakin dingin.” Ucapnya berdiri sepertinya hendak mengantar aku ke kamar. “Tapi aku masih penasaran.” Ucapku turut berdiri. “Besok semua akan lebih mudah dijelaskan di Achillea. Ayo kuantar ke kamar.” Ucapnya berjalan perlahan. Toko di bawah terdengar ramai. mungkin nenek  Smilax sedang kerepotan melayani pembeli di bawah. Aku bersyukur ada yang menerimaku di negeri yang tak kukenal ini. “Sementara kamu di kamarku saja ya, Aku ada di kamar kanan mu jika kamu butuh. Selamat malam.” Dia masuk membiarkanku masuk ke kamarnya. Kamar ini cukup luas dengan ranjang dan sebuah almari berukuran sedang. Bangku dengan lampu hijau muda memberi cahaya remang yang menenangkan. Aku iseng membuka lemari baju milik Camellia. Apa ini? Isinya hanya baju dengan warna hijau. Isinya memang hanya baju warna hijau seperti yang dikenkan Camellia tadi. Aku berbaring diatas kasur berharap terlelap. Aku banyak memikirkan apa yang sudah terjadi hari ini. Apakah aku akan bangun ke duniaku jika aku tidur di dunia ini? Apakah dunia aku benar-benar masih dalam mimpi? Kenapa dunia ini terasa begitu nyata? Mama dan Papa bagaimana? Bagaimana dengan wacana wisata keluarga kami? Bagaimana kondisi di duniaku? Tak terasa malam yang dingin membuatku lebih lelap ke alam tidurku. Mama, bagaimana nasibku di sini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD