Bab 8 Monster

1010 Words
"AKU MEMBENCIMU, ZAFLAN! PERGI DARI HADAPANKU!" jerit Lia histeris, ia meronta dalam genggaman kuat sang lelaki. "AKU TIDAK MAU!" teriak Zaflan dengan suara menggelegar hebat, tangis perempuan itu sampai terhenti dibuatnya. Dengan perasaan takut-takut dan sesenggukan, Lia melirik Zaflan dari sudut matanya. Kedua matanya terbelalak menatap air mata Zaflan yang kini menitik membasahi tubuh perempuan itu. "Aku tidak mau berpisah denganmu, Lia..." Zaflan meringis pedih, "kau tahu selama ini bagaimana perjuanganku sampai kita berada di titik ini. Aku tak mau berpisah. Aku bahkan sudah menyiapkan cincin untuk melamarmu." Syok! Lia terluka mendengar pengakuan itu, hatinya seolah tersayat-sayat oleh silet yang tak terlihat. Zaflan meraih tubuh Lia dan memeluknya dengan erat. Wajah lelaki itu terlihat meringis pilu. "Kau boleh melakukan apa saja padaku, tapi jangan berpisah denganku, Lia. Aku tak bisa hidup tanpamu! Kau tahu betul hal itu, kan?" Gigi Lia bergemelutukan mendengar perkataan mengharu biru itu, tapi otaknya tak bisa mempercayai satu pun perkataan lelaki yang sudah mengkhianati kepercayaannya dengan cara yang begitu kejam! "Aku tak bisa mempercayaimu lagi, Zaflan..." Lia hendak melepas pelukan Zaflan, tapi lelaki itu menahannya begitu kuat. "Kita mulai lagi dari awal. Aku mohon..." pintanya dengan nada pilu, sorot matanya terlihat lemah. "Lepaskan aku, Zaflan...!" tenggorokan Lia terasa pahit, matanya kembali berkaca-kaca. Bahkan untuk bernapas normal pun saat ini, Lia merasa kesulitan dengan kenyataan pahit yang menimpanya. "Tidak! Jawab 'iya' dulu baru aku lepaskan!" Lia terasa bertambah sesak oleh pelukan kuat lelaki itu, saking kuat dan dekatnya jarak mereka, ia bisa merasakan detak jantung lelaki yang dicintainya selama beberapa tahun terakhir itu melalui kontak fisik mereka. Hati Lia seolah disusupi oleh panas yang berdenyar menyakitkan, menggerogotinya hingga panasnya memusnahkan segala harapannya. Kenapa semua ini terjadi? Semua ini seolah hanya lelucon yang meledeknya setelah sekian lama bersamanya. "Lepaskan aku... Zaflan... aku mohon... jangan membuatku gila..." air mata luluh di pipi Lia, bibirnya bergemelutukan menahan rasa sakit akibat trauma pemandangan terkutuk semalam yang kini mulai terputar otomatis di kepalanya tanpa diminta. "TIDAK MAU!" "LEPASKAN AKU!" Lia meronta marah dengan segenap tenaganya hingga Zaflan yang kini hatinya merasa lemah dan gamang oleh reaksi kekasihnya yang begitu parah membuat seluruh kekuatannya seolah mengalir keluar dari jari-jarinya. Lia mendorong lelaki itu dan segera turun dari ranjang, wajahnya sangat berantakan oleh air mata. "LIA!" Zaflan mengejar Lia yang hendak berlari menuju pintu keluar, air muka lelaki itu pucat pasi seolah darah dikuras habis dari wajahnya. Tangannya kembali mengumpulkan kekuatan meski hatinya setipis danau yang membeku di awal musim dingin. Ekspresinya mengeras. "LIA! DENGARKAN AKU DULU!" Zaflan mendorong tubuh perempuan itu ke dinding hingga terbentur kuat dan berteriak kesakitan. "LEPASKAN AKU! KAU MAU APA, ZAFLAN? KAU MENYAKITIKU!" "Lia! Hanya kau yang aku cintai! Aku mohon maafkan perbuatanku semalam!" Zaflan menekan kedua tangan Lia ke dinding, menatapnya dengan penuh keseriusan. Perempuan bersifon merah itu memberikan respon yang kecut, tersenyum menyeringai dingin lalu berkata dengan nada tajam menyakitkan di telinga lelaki itu, "apa kau juga mengatakan itu saat tidur dengan Jena? Apa kau mengucapkan itu setiap kali kau merasai setiap inci kulitnya yang putih halus itu? Menjilat dan memberikannya tanda cinta pada tubuhnya?" saat mengatakan ini, wajah Lia terlihat menderita. Kedua bola mata Zaflan terbelalak kaget, berubah gelap dan muram. "CUKUP!" bentak Zaflan dengan suara meninggi. "Kau tidak membantahnya. Jadi itu benar?" hati Lia mencelos, ia menelan kesedihan tanpa suara hingga ke perut. Keningnya mengeryit lemah, air matanya yang meleleh sudah cukup memberikan makna bahwa perempuan itu terluka hebat. "Benar. Itu benar, tapi aku menyebut namamu alih-alih namanya, Lia! Hanya namamu yang keluar dari mulutku selama melakukannya dengan perempuan itu!" cengkeraman kedua tangan Zaflan diperkuat pada pergelangan tangan Lia. "Sa-sakit!" rintih Lia, mukanya mengkerut oleh kekuatan tak terkira yang menekan tulang-tulangnya. "Lia! Semalam hanyalah kecelakaan! Entah kenapa ada yang memasukkan obat perangsang yang sangat kuat dalam air mineral pembagian hotel ini. Kau harus percaya padaku, Lia!" "OMONG KOSONG MACAM APA ITU? SIAPA YANG MAU MEMPERCAYAI CERITA TIDAK MASUK AKAL ITU?" jerit Lia histeris di tengah-tengah isak tangis, kepalanya seolah ingin meledak detik itu juga. "ITU YANG SEBENARNYA, LIA! AKU BERKATA JUJUR! JENA HANYA MEMBANTUKU DENGAN MENGORBANKAN DIRINYA! JIKA TIDAK AKU―Aku―Aku akan seperti orang gila yang penuh desakan nafsunya di antara ratusan tamu hadirin di Gala Dinner itu...." suaranya merendah perlahan seiring cengkeramannya dilonggarkan. "Enak benar, ya, kamu! Ditolong oleh perempuan cantik seperti Jena dengan sukarela seperti itu! Mana ada perempuan waras mengorbankan tubuhnya demi pria asing!" Lia kembali mendorong marah tubuh Zaflan, ia berlari menuju pintu lebih cepat dari sebelumnya. Sudah cukup ia mendengar hal tidak masuk akal dari lelaki yang dikiranya telah dikenal baik selama ini. Namun, Zaflan yang sempat terjatuh ke lantai, bangkit dan meraih kaki Lia, membuatnya jatuh dengan kedua lulut menghantam lantai karpet. Perempuan itu mengerang hebat. "Lia! Maaf! Aku tak bermaksud menyakitimu!" laki-laki itu salah tingkah dan kebingungan, ia meraih salah satu lutut Lia, mengelusnya dengan penuh kasih sayang dan meniupnya seolah dengan begitu bisa sembuh secara ajaib. "Kenapa kau lakukan ini padaku, Zaflan? Kenapa? Huhuhu.... Kau tahu aku susah untuk jatuh cinta! Kau tahu aku tak mudah mempercayai siapa pun di dunia ini! Tega sekali kau menghukumku seperti ini! Aku salah apa padamu? Huaaa...!" tangis Lia pecah membahana dengan kepala mendongak ke langit-langit, kedua bahunya merosot. "Lia..." rasa dingin yang melekat di dadanya sang pria ini, membuat lehernya terasa seperti dicekik. Ia telah mengatakan kebenaran yang sebenar-benarnya, tapi perempuan itu sama sekali tak mempercayainya. Tiba-tiba saja rasa putus asa menyerang hatinya, aura gelap muncul di wajahnya. "Aku ingin putus..." tangis Lia berhenti, ia sesenggukan menahan emosinya. Kedua matanya yang kini dipenuhi tekad dan keputusan bulat menatap tegas pada Zaflan yang raut wajahnya sulit ditebak. "Lia... isi kepalamu sedang kacau. Aku akan menunggu hingga kau tenang. Jangan mengatakan hal mengenai putus lagi, oke?" kening Zaflan bertaut sedih, ia menghapus air mata di pipi kanan Lia dengan gerakan yang anggun. "Kita sudah berakhir, Zaflan. Aku tak ingin dipermainkan olehmu. Kau monster!" rutuk Lia tepat di depan wajah lelaki itu, kebencian tersirat jelas di wajahnya. Apa ini? Cinta yang hangat berubah menjadi rasa benci yang begitu menakutkan dalam semalam? Aku tidak percaya ini! batin Zaflan dengan perasaan lemah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD