02 - Ketika Harus Membuat Keputusan Sulit

1156 Words
Sesampainya dirumah sakit, Freya langsung melihat Mamanya, tapi sayangnya sampai saat ini Mamanya belum bisa dikunjunggi. Dirinya hanya diperbolehkan untuk melihat dari luar saja. Tangannya terus saja menggenggam perjanjian pra nikah itu. Dia masih merasa ragu untuk melakukannya. Namun, disatu sisi ia membutuhkan uang yang sangat banyak untuk biaya pengobatan Mamanya. Pikirannya terus saja campur aduk, dia belum bisa mengambil keputusan. Tiba - tiba saja seorang menghubunginya, Freya sebenarnya tidak ingin menjawab panggilan dari siapapun. "Halo," "Apa? Iya saya mengerti, saya segera kesana." Lalu setelahnya dia berjalan keluar dari rumah sakit. Dirinya memutuskan untuk segera ketempat yang dia kunjungi. Ternyata seseorang yang menghubunginya tadi memanggilnya untuk interview kerja. Dengan semangat dia sangat berharap akan diterima bekerja disana. Dirinya sudah melempar lamaran kerja ke beberapa tempat, tapi sejak 2 bulan yang lalu belum ada panggilan satupun. Sebelum dia memasuki minimarket tersebut dia menarik nafas dengan dalam lalu membuangnya, "Semangat!" Ucapnya kepada dirinya sendiri. Benar saja setelah melakukan interview kerja sebentar, dia langsung bekerja. Betapa bahagianya Freya karena bisa bekerja, dengan begitu dia bisa membayar biaya rumah sakit Mamanya dan dia berharap agar dirinya tidak perlu menyetujui perjanjian pra nikah itu. Tanpa terasa saat ini dia sudah bekerja sekitar seminggu lamanya, dia masih di fase semangat - semangatnya dalam melakukan pekerjaannya. Sementara itu ditempat lain, Zavier yang tidak suka bila harus menunggu terlalu lama menyuruh sang sekretaris untuk keruangannya, dia merasa kesabarannya udah habis, "Bagaimana kabar gadis itu?" Tanyanya dengan wajah yang sangat sangar hingga membuat Nino merasa ngeri sekaligus takut melihat wajah Bosnya itu. "Dia belum ada menghubungi saya, Tuan." Jawabnya takut - takut tanpa memandang wajah Zavier sama sekali. BRAKK! Terlihat Zavier membanting mejanya, "Kenapa kamu tidak mencari tahu dimana keberadaannya?" Ketusnya lagi dengan wajah yang mmemerah, dia berusaha untuk mengendalikan amarahnya saat ini. Namun, dia merasa sangat frustasi karena baru kali pertamanya dia menginginkan seorang gadis, tapi gadis itu bersikap acuh tak acuh kepadanya.  Ini kali pertamanya Nino melihat Bosnya itu seperti ini hanya karena seorang gadis seperti Freya, dia sangat tidak menyangka bahwa gadis itu bisa membuat Zavier menjadi sangat marah seperti sekarang ini. "Ba-baik, Tuan. Saya akan menghubunginya segera untuk menanyakan kejelasan dan mengetahui jawabannya segera." "Bagus, kalau begitu kamu sudah boleh keluar dari sini."  Nino dengan langkah cepat langsung pergi meninggalkan ruangan Bosnya itu, dia merasa sangat lega saat sudah berada diluar, "Hampir saja. Kenapa Tuan Zavier terlihat sangat menakutkan seperti itu? Huft." Dia mulai menghubungi Freya, namun karena gadis itu sedang berada di jam kerja, dia tidak membawa ponselnya bersama dengannya.  "Ayo angkat, ayo angkat, please!" Ucapnya terus menerus yang merasa sangat gelisah sambil berjalan mondar mandir. Namun, Freya tak kunjung menjawab panggilannya, "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Nino benar - benar merasa sangat frustasi saat ini. Dia segera pergi dari kantor untuk mencari udara segar. Rasanya berasa dikantor membuatnya sungguh sangat tercekek.  *** Freya saat ini sedang beristirahat, dia baru saja mengambil barang - barangnya dari loker kerjanya. Dirinya mengambil ponselnya lalu memeriksanya, "Kenapa banyak sekali panggilan tak terjawab dari sekretaris itu." Ujarnya lalu ketika dia hendak mengubunginya, teleponnya kembali  berdering lagi. Namun, kali ini dari rumah sakit. Dan tanpa berpikir panjang lagi, Freya segera menjawab panggilan telepon itu. "Halo," "APA!" "Baik saya akan segera kesana," Segera itu Freya memutuskan sambungan teleponnya begitu saja. Dirinya langsung segera berlari untuk mencari angkutan umum, "Aduh kenapa tidak kelihatan sih?" Keluhnya. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi dengan menggunakan taksi, ya walaupun dia mengetahui bahwa biaya yang akan dia keluarkan pasti akan banyak hanya untuk membayar taksi tersebut. Selama didalam perjalanan, Freya benar - benar tidak bisa tenang sama sekali, "Ma, Eya mohon Mama harus bertahan." Air matanya jatuh seketika membasahi wajah cantiknya.  Sesampainya dirumah sakit dia segera berlari menuju ruangan rawat Mamanya, Sementara dirinya hanya bisa melihat dari luar saja, saat ini Dokter sedang melakukan pemeriksaan kepada sang Mama. "Ma," Ucapnya lemah sambil memegangi kaca ruangan transparan itu. Air matanya terus saja membasahi wajahnya. Sekitar 10 menit kemudian, Dokter sudah keluar dari ruangan tersebut, Freya segera menghampiri Dokter itu, "Bagaimana keadaan Mama saya Dok?" Tanyanya dengan suara bergetar. "Mama kamu tidak akan bisa bertahan jika tidak langsung dioperasi dalam waktu dekat ini." "Apa?" Freya menutup mulutnya sambil terus menggeleng - gelengkan kepalanya. "Tolong selamatkan Mama saya, Dok." Ucapnya dengan terus menangis. "Saya mengerti, tapi kamu juga harus mengikuti prosedur dari rumah sakit ini. Tidak akan mudah menemukan seorang pendonor jantung, kami juga sedang berusaha untuk menemukannya sekarang. Terlebih lagi kamu harus mempersiapkan biaya yang banyak." Dokter itu terlihat sangat kasihan kepada Freya. "Apa masih ada kesempatan untuk Mama saya Dok?"  Dokter itu menghentikan langkahnya lalu menatap Freya kembali, "Tentu saja masih ada, karena tubuh Mama kamu termasuk sangat kuat." Freya terduduk lemas, "Bagaimana aku harus mencari uang sebanyak itu? Mama harus bertahan, maafkan Eya Ma yang menunda - nunda pengobatan." Dia terus saja menangis sambil memeluk lututnya sendiri. Seketika dia teringat sesuatu, "Perjanjian itu, apakah masih berlaku saat ini?" Dirinya menghapus air matanya lalu mengambil ponselnya. Freya menghubungi Sekretaris Zavier, "Ayo dong diangkat, ayo dong,"  "Aduh kenapa tidak diangkat - angkat sih panggilannya," Ucapnya sambil berjalan mondar mandir, dia benar - benar merasa sangat gelisah saat ini.  "Apa dia sudah tidak menginginkanku lagi ya?" Ucapnya frustasi sambil menggigit bibir bawahnya. Freya sudah menyerah untuk menghubungi Nino, dia memutuskan untuk kembali bekerja karena jam istirahatnya sudah habis. Hampir saja dia melupakannya karena perasaan sedihnya itu. Dirinya berjalan perlahan sambil terus berpikir dan melamun, tiba - tiba saja ponselnya berdering. Tanpa pikir panjang lagi Freya langsung menjawabnya. "Ha-halo," "Maaf karena baru menjawab panggilan kamu, tadi saya sedang menyetir dan tidak mendengar ada panggilan telepon." "Oh begitu, apa aku mengganggu? Bisakah kita bertemu?" "Tentu saja, kapan dan dimana?" "Nanti malam setelah aku selesai bekerja. Tempat dan alamatnya nanti aku kabari lagi." "Baiklah, apa kamu sudah memikirkannya dan membuat keputusan?" "Iya, udah." "Oke kalau begitu sampai bertemu nanti malam." Freya segera mengakhiri panggilannya, dia sebenarnya tidak begitu yakin dengan keputusannya saat ini. Namun, dirinya tidak mempunyai sebuah pilihan lain lagi saat ini. Keadaan terus menerus memaksanya. Dia melakukan pekerjaannya dengan baik hari ini.  Dirinya memilih bertemu didekat rumah sakit agar setelahnya dia bisa melihat Mamanya. Nino langsung bergegas ke alamat yang diberikan oleh gadis itu. Bahkan sebelum Freya sampai, Nino sudah sampai disana. Freya yang baru saja masuk langsung celingak-celinguk, "Disebelah sini," Seru Nino sambil melambaikan tangannya. Freya yang sudah melihatnya segera menghampiri Nino, "Maaf aku terlambat," Dirinya duduk dihadapan Nino lalu memberikan perjanjian pra nikah tersebut. Membuat Nino menaikkan sebelah alisnya. "Kamu menolaknya?" Tanyanya dengan sangat terkejut. Freya menggelengkan kepalanya, "Silahkan lihat perjanjiannya."  Nino membukanya lalu kembali menatap Freya dengan tatapan tak mengerti. Dia tidak menyangka bahwa gadis itu sudah menandatangani isi perjanjian tanpa pikir panjang lagi. Wajah Freya saat ini terlihat sangat serius. "Kapan aku harus menikah?" Ucapnya hingga membuat Nino melongo tak percaya. 'Gadis kecil ini benar - benar menerimanya? Bahkan dia belum melihat wajah pria yang akan dia nikahi, tapi dia sudah menerimanya.' Batin Nino yang merasa snagat takjub dengan keberanian Freya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD