Hotel?!

2169 Words
Suasana begitu hangat di salah satu kamar hotel di dekat bar. Berjarak sekiatr dua ratus meter dari bar itu. Walau hanya hotel bintang empat, setidaknya dua orang yang berada di kamar itu tidak kedinginan di luar. Ini adalah awal Desember di mana salju mulai turun dan akan lebat di akhir bulan. Seorang wanita perlahan membuka matanya dan merenggangkan otot –ototnya. “Aduh, kepalaku sakit seperti baru terbentur,” gumamnya sambil memegangi kepalanya. Perlahan, dia mendudukkan tubuhnya dan memerhatikan sekitar. Tempat yang cukup asing baginya dan perlahan kesadarannya terkumpul. Samar –samar, dia juga mendengar suara air di kamar mandi. Gadis cantik itu terbelalak dan sadar ini bukan di apartemennya dan langsung saja dia memeriksa keadaan dirinya. “Lengkap dan aman! Ta –tapi aku di mana!” Dia panik sendiri. Perlahan, dia turun dari ranjang yang dia tiduri dan berusaha untuk berdiri walau kepalanya masih pening. “Hei, kau sudah bangun? Tidurmu nyenyak?” tanya seorang pria yang sudah memakai pakaian lengkap dari kamar mandi. Tatapannya cukup tajam seakan menguliti Mikaela. Gadis itu melihat ke arah sang pria dengan tatapan super terkejut. ‘Aku… dengan seorang pria? Di kamar? Ini gila!’ batinnya histeris. “Kau! Apa yang sudah lakukan kepadaku?” tanyanya tanpa sadar menggunakan Bahasa Indonesia. Gadis itu, Mikaela kini sedang menghadapi seorang pria yang ternyata membawanya ke hotel ini. Saat dia bicara, pria itu hanya menatapnya heran. “Kau kenapa diam sih? Ngerti Bahasa Indonesia gak sih?” kesal Mikaela dan tak lama dia menutup mulutnya sendiri. Dia melihat bendera Amerika Serikat yang dipajang di kamar ini dan lupa kalau dia masih ada di Negara Paman Sam. ‘Bego banget sih? Efek mabuk kali ya?’ pikirnya. “Aku… namaku Ares Pratama!” jawab pria itu dengan Bahasa Indonesia. Mikaela menatap tak percaya dengan aksen bahasanya yang sama sekali tidak seperti orang asing. “Kau? Eh?” Mikaela malah bingung sendiri. “Sudah lama aku tidak bicara dengan Bahasa itu. Salam kenal, namaku Ares Pratama. Aku bisa Bahasa Indonesia dengan lancar kok!” kata Ares membuat Mikaela menganggukkan kepalanya. “Oh, begitu ya? Na –namaku Mikaela. Ta –tapi apa yang baru saja terjadi?” Mikaela bertanya soal hal yang sebenarnya terjadi semalam. Ares menatap gadis itu lalu melangkah mendekat. “Menurutmu, apa yang terjadi?” tanya Ares membuat wajah Mikaela semakin memerah. Gadis cantik itu memundurkan langkahnya karena posisi ini sama sekali tak menguntungkan buatnya. ‘Aku tendang dia saja kali ya? Habis itu aku tinggalkan! Tapi kalau dia lapor polisi bagaimana? Dilihat dari bajunya yang bermerek, kayaknya dia bukan orang biasa. Malah jam tangannya mahal banget lagi tuh? Anak pejabat ya?’ Mikaela berpikir berkali –kali sebelum melakukan sesuatu. “Yang aku ingat, kalau aku mabuk?” Mikaela menjawab seadanya. “Kau benar! Lalu kau muntah di bajuku. Tadinya aku ingin meninggalkanmu di bar, tapi setelah lima menit pergi aku melihat tidak ada yang memungutmu. Jadi aku bawa ke sini dan aku tidak bisa pulang karena udara sangat dingin.” Ares menjelaskan situasi yang sebenarnya. “Jadi… jadi semalam kamu tidur di mana?” tanya Mikaela penasaran. “Di situ! Maaf, aku tidak tertarik dengan gadis sepertimu,” jawab Ares sambil memperjelas alasan kenapa dia tak melakukan sesuatu pun kepada Mikaela. Semalaman, Ares tidur di sofa yang tidak empuk di hotel yang kurang mewah ini. Tapi itu lebih baik daripada dia kedinginan di luar. “Hei, jangan hina aku juga!” Mikaela kesal karena perkataan Ares menyinggung habis dirinya. “Mana yang lebih menghina dirimu sebagai wanita? Aku tidak tertarik melakukan apa pun atau aku sudah menyerangmu saat tidak sadar? Sudahlah, kau bersihkan diri dan pulanglah. Aku tidak tahu di mana barang –barangmu. Kembalilah ke bar dan mungkin mereka masih menyimpannya.” Ares memberi tahu kepada Mikaela lalu keluar dari kamar hotel itu. Mikaela mengerjapkan matanya berkali –kali tak percaya ada pria seperti Ares. “Ares! Benar, namanya Ares! Dasar pria menyebalkan walau kata –katanya benar sih. Aku kenapa bicara seakan ingin diapa –apain sih? Eh, bentar lagi aku mesti ke kampus untuk kumpul tugas!” Mikaela melihat jam dinding dan langsung keluar dari hotel ini. Ia pertama mesti kembali ke bar untuk mengambil tas dan barang –barangnya. Ketika masuk, dia diarahkan oleh security karena bar tutup di pagi hari. Untungnya, tas yang berisikan dompet dan semua kartu identitasnya aman. Bahkan, jaket musim dinginnya juga ada. Ketika akan keluar dari bar, dia mendengar beberapa petugas kebersihan berbincang satu sama lain. “Iya, pria itu membuang coat mahal ini ke tempat sampah! Ada bekas muntahnya sih,” kata salah satu petugas kebersihan. “Woah, gila! Ini merk Louis Vuitton dan aku bisa jual lagi di online nih! Untung sepuluh ribu dollar aku!” balas yang satunya. “Hei, kita titipkan saja ini! Mungkin pria itu akan kembali. Dia sepertinya gak sengaja meninggalkannya karena menggendong seorang wanita pingsan semalam. Aku memperhatikannya sih!” ujar temannya itu. Telinga Mikaela sangat tajam mendengar pembicaraan kedua wanita yang bertugas di kebersihan itu. ‘Hmm… tunggu? Apa yang dimaksud mereka adalah si Ares itu? Kalau coat itu adalah milik Ares, aku saja yang ambil lah!’ pikir Mikaela kemudian mendekat kepada dua wanita itu. “Maaf, tapi coat ini adalah milik pacarku!” ujar Mikaela dengan wajah polosnya. Dan wanita pembersih yang memang melihat Mikaela yang semalam pingsan dan digendong oleh sang pemilik coat tak bisa berkutik lagi. Dia pun menyerahkan coat itu kepada Mikaela. “Terima kasih!” kata Mikaela dengan senyuman cantiknya. Setelah itu, dia keluar lalu melihat coat ini benar –benar merek aslinya. Di dalam taksi, gadis ituu terkikik walau ada bekas muntahnya. “Si Ares itu orang gila ya? Tinggal aku cuci terus jual di online, bisa dapat tambahan uang jajan!” Ternyata, itulah akal bulus Mikaela! Otak bisnis-nya langsung bekerja karena melihat peluang di depan mata. Dia merasa, kedepannya tidak akan ada pertemuan lagi dengan Ares Pratama. Setelah Ares memungutnya dan membawa juga membayarkan uang hotelnya, sekarang gadis ini mencuri coat –nya juga. Saat sampai di apartemen, Mikaela tersadar satu hal. “Kok… aku terlihat seperti benalu? Tapi… daripada orang lain kan? Sudah, Kaela! Jangan khawatir! Kamu gak akan lihat muka dia lagi!” katanya supaya tak terus kepikiran. *** Harvard University “Cassie! Kamu ke mana saja semalam?” tanya Carol ketika Mikaela baru masuk ke kelasnya. “Aku mabuk! Kalian gak lihat aku pingsan semalam?” Mikaela malah bertanya balik kepada salah satu teman yang mengajaknya ke party semalam. “Mabuk? Kalau semalam kamu gak bisa minum, jangan minum dong!” kata Jasmine membuat Mikaela terdiam. Semalam adalah kali pertama Mikaela meneguk minuman beralkohol dan malah berani –beranian saja. “Maafkan aku.” Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Mikaela. “Maaf, kami hanya bisa kasih barangmu di penitipan. Jadi, semalam kamu ke mana?” tanya Kyle pula. “Aku… aku bersama temanku yang lain! Dia membantuku!” jawab Mikaela benar –benar bohong! Sejak kapan Ares menjadi temannya? Tapi tidak mungkin dia cerita kalau dia diangkut pria gak dikenal. Bukan, ini bukan cerita one night stand with stranger. Hanya kebetulan yang gila! “Oh, begitu!” Keempat gadis itu saling menganggukkan kepalanya. “Tapi kamu yakin?” tanya Freya kemudian dengan senyuman isengnya. “Ya –yakin lah? Untuk apa bohong?” Mikaela jadi gugup karena dipertanyakan begini. “Oh, begitu kah? Soalnya kalau gak salah kamu dibawa sama pria sih,” tebak Freya membuat Mikaela tertegun. “Tapi aku masih agak mabuk sih sebelum bercinta dengan Jammie.” Freya melanjutkan kata –katanya. “Cassie bukan gadis yang mau seperti itu kok! Kalian lupa nasib pria yang mencoba menggodanya? Langsung ditendang deh anunya!” Carol mengingatkan sehingga yang lain tertawa saja. Mikaela pun ikut tertawa walau pun dia agak kikuk dengan teman –temannya. Hari ini tidak ada kelas, tapi ada beberapa tugas akhir semester yang mesti mereka kumpulkan sebelum liburan. Mikaela baru saja dari ruang dosen mengumpul tugasnya dan salah satu temannya menghampiri dia. “Cassie! Bantuin aku hari ini, dong! Besok hari terakhir sebelum libur, huaa!!” Alya merengek padanya. “Iya, kamu ke apartemenku saja ya? Pokoknya, kita begadang sampai selesai!” Mikaela setuju membantu Alya. Mendengar itu, Alya langsung memeluk Mikaela karena bantuan yang diberi dengan murah hati. “Makasih banget ya!” ujar Alya dibalas anggukan oleh Mikaela. Mereka berdua pun berjalan bersama untuk mengambil tas dan pulang. Tapi sebelum pulang, Mrs. Anna memanggil Mikaela. “Cassie, taruhkan ini ke perpustakaan, tolong ya!” pintanya untuk menaruh beberapa buku di perpustakaan kampus. Maka, Mikaela dengan cepat melakukannya ditemani oleh Alya. Sesampainya mereka di perpus, Alya menunggu di luar karena suasana di perpustakaan tidak boleh ribut. Hanya orang yang punya kepentingan yang boleh masuk. Ada beberapa buku yang mesti Mikaela susun kembali di lemari perpustakaan. Sialnya, buku ini beda –beda rak-nya dan tidak boleh asal meletakkan buku di sini. Kalau tidak, dia akan kena marah petugas perpustakaan. ‘Kalau di Indonesia, yang penting bukunya balik dan taruh di mana saja. Di sini teratur banget! Tapi masalahnya, perpustakaan ini luas dan besar banget! Bukunya udah puluhan ribu kayaknya! Persis kayak toko buku!’ batin Mikaela sambil mencari tempat buku –buku di tangannya. Hanya tinggal dua buku lagi. Setelah lima menit berputar –putar, dia pun menemukan yang satu. Tapi saat melihat rak –nya, Mikaela malah terdiam. ‘Tangga mana tangga?’ Mikaela celingak –celinguk mencari tangga untuk meletakkan buku itu di tempatnya. Ya, lemarinya cukup tinggi dan Mikaela tidak sampai. Oh, dia sama sekali tidak pendek! Mikaela memiliki tinggi seratus enam puluh lima senti dan termasuk tinggi di Indonesia. Kalau di sini, bisa dibilang kaum pendek. Akhirnya setelah pencarian, Mikaela menemukan sebuah tangga lalu membawanya ke rak buku tadi. Gadis itu dengan santai naik lalu meletakkan satu buku itu. “Hahh! Satu buku lagi,” gumamnya lega dan turun dari tangga. Karena terlalu santai, dia terlincin di tangga hingga dia terdiam menutup mata dan berpasrah saja. ‘Apa aku akan patah tulang?’ batinnya. Tapi tak lama, dia merasakan dekapan seseorang yang membuatnya tidak terantuk di lantai. Perlahan, gadis itu membuka matanya dan melihat seorang pria yang wajahnya diterpa sinar mentari yang cukup terang di tengah musim salju ini. “Ma- malaikat…,” gumamnya pelan dengan penuh takjub. Tapi tak lama, wajah pria itu semakin jelas dan Mikaela malah terkejut. “Kyaaa!! Malaikat mautt!!” teriak Mikaela lalu mendorong pria itu menjauh. Jantung Mikaela rasanya ingin melompat dari tempatnya karena melihat pria itu ada di sini. Dia tidak menyangka, kalau dia ada di sini! Satu kampus dengannya? Ini pasti bercanda! Mikaela sama sekali tidak mau percaya! “Harap tenang di perpustakaan!” Sang penjaga perpustakaan mengingatkan Mikaela. “Kamu baik –baik saja?” tanya pria itu dengan nada lembut. Berbeda dengan saat tadi pagi yang terdengar ketus dan sangat datar. “Aku… aku akan kembalikan coat milikmu! I –ini, tolong letakkan ke tempatnya ya, terima kasih!” Mikaela berujar dengan gugup sambil memberi satu buku lagi lalu lari dari perpustakaan. Pria itu hanya terdiam sambil mengerjapkan matanya berkali –kali. Seakan, dia tidak percaya dengan apa yang baru dia lihat! Pria itu kemudian menatap buku di tangannya lalu menghela napasnya. ‘Bagaimana dia bisa penuh warna begitu?’ pikirnya tidak percaya saat melihat sosok Mikaela. “Willy, apa yang dilakukan oleh gadis itu kepadamu?” tanya sang penjaga perpustakaan. “Bukan apa –apa, Ma’am! Dia hanya minta tolong kepadaku untuk mencarikan tempat buku ini,” jawab pria bernama Willy itu dengan senyuman ramahnya. “Tidak habis pikir, bisa –bisanya dia membuat keributan. Baik, lanjutkan risetmu ya,” ujar sang penjaga perpustakaan lalu meninggalkan Willy yang kemudian tersenyum memikirkan soal Mikaela. ‘Gadis penuh warna! Aku akan bertemu denganmu lagi nanti!’ pikir Willy. Bukan hal sulit, mereka masih satu kampus walau bangunan ini luas sekali. Tapi akan ada kebetulan yang beruntung di mana mereka bisa bertemu lagi nantinya. Sementara itu, Mikaela berlari asal saja sampai ke halaman depan kampus. Entah kenapa, dia berlari tanpa arah karena melihat sosok Willy yang mengejutkan dirinya. Bagaimana tidak? Pria itu sangat mirip dengan Ares yang bertemu dengannya tadi pagi. “Haha, ini pasti bercanda! Tapi… aku malah ninggalin Alya! Balik lagi deh!” gumamnya teringat soal temannya yang pasti masih di depan perpus. “Hei, Cassie! Aku ada di sini!” ujar Alya yang ternyata menyusulinya. “Kamu kok tiba –tiba lari kayak dikejar maling gitu sih?” tanya Alya lagi sambil sedikit ngos –ngosan. “Itu… tadi ada malaikat maut,” jawab Mikaela membuat Alya terkejut! “Eh, di sekolah ini ada setannya juga? Masa iya sih? Apa bangunan Harvard ini bekas rumah sakit atau kuburan?” Alya jadi panik juga. “Bu –bukan yang begitu! Susah jelasinnya deh! Yuk kita balik! Tugasmu udha minta diselesaikan tuh!” Mikaela memilih untuk mengalihkan pembicaraan. Sepanjang jalan ke apartemen, Mikaela jadi makin risau. ‘Kok bisa gini sih? Pagi jumpa eh siang jumpa juga! Ares ternyata kuliah di sini? Besok bawa coat –nya yang sudah bersih saja deh!’ pikir Mikaela akhirnya tidak jadi untuk jual coat mahal itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD