[2] Foto Suamiku

1036 Words
"Dina, yang lewat barusan Mas Arga, kan? Siapa perempuan yang bersamanya?" tanyaku lagi sebab Dina belum juga membalas pertanyaanku. "Iya tadi Mas Arga, Mbak. Perempuan itu sebenarnya saudara kita juga, cuma baru kali ini dia datang ke rumah sejak suaminya meninggal beberapa tahun silam. Ibunya Arvin itu masih hamil, Mbak. Tadi dia bilang pengin makan mangga muda, makanya Mas Arga berusaha bantuin dia sekalian cari angin katanya," ucap Dina menjelaskan. Aku manggut-manggut saja meski Dina pun tak tahu anggukan kepalaku. Oh, jadi perempuan itu sudah memiliki anak sebelumnya yang bernama Arvin dan kini dia tengah hamil muda. "Mbak tak perlu risau. Ada aku di sini. Kalau Mas Arga nakal, biar aku yang beri dia pelajaran," ucapnya lagi dengan tawa yang sama setelah melihatku tersenyum dan menganggukkan kepala. Tak selang lama dia pamit sebab Mas Arga memanggilnya. Mungkin Mas Arga tak tahu jika saat ini Dina tengah ngobrol denganku. Setelah menutup video call itu aku kembali berpikir tentang ucapan Dina tadi. Ibunya Arvin hamil dan cari mangga muda. Persis dengan teriakan Dina sebelumnya. Tapi kenapa tadi Mas Arga bilang mungkin pemain sinetron yang ngidam? Padahal kata Dina barusan saudara jauh mereka yang ngidam. Buat apa ditutupi segala, tapi ... Dina bilang dia baru datang lagi setelah kepergian suaminya beberapa tahun silam. Jika suaminya telah pergi, lantas sekarang dia hamil dengan siapa? Pikiranku semakin kacau sejak kejanggalan di rumah ibu tadi. Sosok perempuan itu benar-benar mengusik ketenanganku. Daripada semakin pusing dan menduga-duga, aku pun membuka aplikasi biru di handphoneku untuk sekadar cuci mata. Kedua mataku membola saat kulihat foto Mas Arga muncul di sana. Foto yang diunggah oleh teman SMAku sendiri, Rita. Foto yang menampilkan Mas Arga dengan seorang perempuan dan dua anak kembar. Apalagi ini? Kepalaku mendadak pening memikirkan semuanya. Ketakutanku akan pengkhianatan Mas Arga kini justru semakin terasa. Aku tak mungkin diam saja dan pasrah menerima segala dusta yang tercipta kan? [Rit, foto di mana ini? Seru banget sepertinya] Aku yakin laki-laki di foto itu adalah Mas Arga. Aku nggak mungkin keliru sebab ada beberapa fotonya di sana. Foto yang nyaris semuanya dengan senyum ceria seolah tak ada beban yang dipikulnya. [Iya, Ren. Seru banget. Ini acara anniversary kecil-kecilan teman sekaligus tetanggaku] Beberapa menit kemudian k****a balasan dari Rita. Hatiku memanas, d**a pun tiba-tiba terasa sesak membaca komentar dan melihat deretan foto itu. Bagaimana mungkin Mas Arga merayakan anniversary bersama perempuan lain, sementara selama ini kupikir akulah istri satu-satunya yang dia punya. Bagaimana bisa dia mendua, padahal selama tiga tahun bersamaku, tak pernah sekalipun gelagat aneh dan mencurigakan dalam sikapnya? Sikapnya padaku teramat manis dan romantis bahkan nyaris sempurna hingga membuat beberapa teman dekat dan tetangga iri melihat kisah rumah tanggaku dengannya, sekalipun selama tiga tahun bersamanya aku belum dikaruniai buah cinta. Tiga tahun bersama, tak pernah sekalipun dia bersikap kasar atau membentakku. Dia sangat lembut seolah memperlakukanku seperti ratu. Sungguh, kenyataan yang kuterima detik ini benar-benar membuatku setengah gila. Mungkinkah perempuan di foto itu adalah perempuan yang sama di rumah ibu tadi? Ibunya Arvin yang tengah berbadan dua? [Mereka ini LDR, Ren. Jadi tiap kali bertemu pasti mengadakan syukuran kecil-kecilan. Hanya teman dekat saja yang diundang. Banyak yang iri dengan keharmonisan mereka, termasuk aku] Tanpa kuminta, Rita kembali menjelaskan. Rita memberikan komentar dengan diakhiri emoticon senyum. Lagi-lagi balasan yang membuat hatiku teriris perih. Ah, kupikir hanya akulah perempuan yang diirikan banyak orang karena sikap manis Mas Arga, ternyata ada perempuan lain di luar sana yang memiliki peran sama. Aku ... tak lagi istimewa. Sebenarnya aku dan Rita tak terlalu akrab saat sekolah menengah atas sebab dulu hanya sekali aku satu kelas dengannya. Itupun di tahun pertama kami menginjakkan kaki di kampus abu-abu. Namun saat bertemu di dunia maya, kami mulai sering bertukar kabar dan komentar. Setahuku Rita dan keluarga kecilnya kini tinggal di Jogjakarta, sementara aku masih tetap di Jakarta bersama suamiku setelah bapak tiada sebulan pasca pernikahanku dengan Mas Arga. Setelah perpisahan SMA sepuluh tahun lalu, aku dan Rita memang belum pernah bertemu secara nyata, hanya via medsos saja aku dan dia saling menyapa. [Jadi, laki-laki di sampingmu itu suami temanmu?] Kembali kukirimkan komentar di sana untuk meyakinkan dugaanku meski dengan mata berkaca dan jari mulai terasa gemetar. Ada luka yang mulai terasa menyesaki d**a. Namun aku begitu berharap Rita bisa menceritakan secuil kisah rumah tangga temannya itu padaku. Aku ingin tahu siapa sosok suamiku sebenarnya. [Benar, Ren. Dia Arga, suami temanku itu. Kemarin, mereka merayakan hari pernikahan yang keempat dan mereka sudah dikaruniai dua orang anak kembar. Otw tiga, sebab Dira sudah hamil lagi yang ketiga| Glek. Aku menelan saliva saat membaca komentar panjang Rita di sana. Dia menjelaskan cukup detail apa yang kuinginkan tanpa perlu bertanya lebih. Komentarnya sejak tadi seolah sudah menjelaskan semuanya. Benar dia Mas Arga suamiku. Aku kenal betul arloji yang melingkar di tangan kirinya sebab akulah yang memberikannya dua minggu yang lalu sebagai hadiah anniversaryku dengannya. Pernikahan kami yang baru menginjak tiga tahun. Tak hanya itu, aku kenal betul bagaimana senyum suamiku dan apapun yang melekat dalam tubuhnya termasuk gayanya berpakaian. Tak mungkin salah, dia memang Mas Arga. Rasanya tak ingin kembali mengulik rumah tangga orang lain, tapi kali ini terasa berbeda sebab foto yang terpajang di sana jelas suamiku tercinta. Tak salah jika sekarang aku berusaha mencari informasi tentangnya kan? Aku masih cukup shock, suami yang selama tiga tahun ini selalu membersamaiku, ternyata dia memiliki istri dan anak dari perempuan lain. Perempuan yang kini kutahu justru menjadi istri pertamanya, sementara akulah yang kedua baginya. [Oh, kupikir suamimu, Rit. Lantas suami dan anakmu yang mana?] Aku pun mulai bersandiwara untuk mendapatkan informasi lebih tentang Mas Arga darinya. Aku yakin dia memiliki banyak informasi tentang keluarga kecil itu. Keluarga yang terlihat begitu bahagia dengan dua anak lelaki mereka dan menanti kehadiran anggota baru yang ketiga. Betapa perbedaan ini terlalu jauh dibandingkan keluargaku, aku yang belum juga merasakan berbadan dua selama tiga tahun ini. [Wah, mau juga punya suami seperti Mas Arga itu. Romantis, penyayang keluarga, tanggungjawab dan setia. Ah sudahlah. Btw aku baru berpisah dengan suamiku dua bulan lalu, Ren] Balasan Rita kali ini justru membuat kedua mataku semakin membola. Seperti itu pulakah sosok Mas Arga di matanya? Ternyata sikap Mas Arga pun tak berubah saat bersama istri pertamanya. Tetap saja romantis, penyayang, tanggungjawab dan ... setia, katanya? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD