Suara bunyi desahan manusia yang sedang mempertemukan dua bagian tubuhnya memenuhi kamar hotel dengan lampu temaram.
Bunyi desahan dengan bunyi suara bagian tubuh yang bertemu, menciptakan melodi-melodi penuh nafsu dan gairah. Mereka bergumul dalam posisi berdiri, saling menumpuk, dengan si wanita yang sedikit membungkukkan badannya, bertumpu pada sofa yang ada, membuat sang lelaki semakin leluasa memompa wanita itu dengan kuat.
Plakk
Entah sudah keberapa kali laki-laki itu menampar bokongnya yang padat, menciptakan warna merah di bagian tubuhnya yang bulat sempurna.
“ Aaarh, Ahh, Bar ” Wanita itu sedikit menggerakkan pinggulnya, ketika apa yang diterima nya terlalu banyak dan kuat.
“Diam !! Aku hampir keluar”
Laki-laki itu mencengkeram kuat punggung wanita yang membungkuk dengan baju sedikit terkoyak, menampilkan bagian tubuhnya yang menggantung dengan indah. Laki-laki itu semakin menguatkan cengkeramannya ketika pelepasan sebentar lagi akan datang.
“Aarhhh, Aaaarrkh”
Dan ia menumpahkan seluruh isinya kedalam tubuh wanita itu, tak bersisa !
“Ini luar biasa” Ucapnya kemudian menarik kepala wanita itu, menciumnya dengan begitu dalam dan kasar.
Sesaat ia beristrahat, menetralkan degupan, dengan nafas tersengal-sengal. Laki-laki itu kemudian mengambil sesuatu di dalam kantong jas nya yang berceceran di lantai, menghampiri wanita itu dan menyerahkan sebuah acces card berwarna hitam dengan lapisan warna emas.
“Apa ini Nar ?”
“Kunci apartment, untuk mu !”
“Untuk ku ? Serius ?”
“Heemm”
Lucy langsung berdiri untuk memeluk Nara, namun tangan Bara sudah menyuruhnya untuk berhenti sebelum dia mampu menggapainya.
“Itu untuk mu, dan aku akan mentransfer uang setiap bulan untuk kebutuhanmu, tapi ingat !! Jaga lubang dan tubuhmu hanya untukku !”
Remasan tak kasat mata terasa ngilu mencengkeram hati Lucy, merasakan bagaimana dirinya dianggap hanya seperti seorang p*****r di mata Bara.
Tetapi, bukankah memang panggilan itu pantas di sematkan untuk dirinya ? Lucy dengan suka rela menyerahkan tubuhnya kepada Bara, siap kapanpun laki-laki itu inginkan, tanpa perasaan tanpa hubungan.
Jika ini adalah satu-satunya cara untuk dekat dengan laki-laki itu Lucy akan berusaha untuk menguatkan dirinya.
Senyum merekah kembali tersungging di wajahnya.
“Dan ingat satu lagi, aku tidak mengizinkanmu untuk merokok !!”
“Oke, pelan-pelan aku coba berhenti”
“Kamu bisa menyewa seorang ahli, dokter, atau apapun itu yang bisa menghentikan kebiasaanmu untuk merokok”
“Iyaa Baraaa”
Lucy mengambil selimut yang berada di ranjang, melingkupkan ketubuhnya yang mulai terasa dingin kemudian memainkan telefon genggamnya yang terletak di nakas, mengirimkan pesan kepada romeo.
“Kapan kamu bisa pindah ?”
Pertanyaan Bara membuat Lucy menghentikan aktivitas berbalas pesan dengan Romeo, ia meletakkan handphonenya di tempat semula, karena laki-laki itu bisa saja marah jika ia berani mengabaikannya.
“Mmmm.. mungkin 2 minggu lagi, aku juga harus mem..”
“Minggu ini, aku ingin kamu sudah ada di apartment itu” Ucap Bara dengan wajah kaku “Aku tidak terlalu suka melakukan hal seperti ini di Hotel”
“Yaa tapi aku harus membicarakan hal ini dengan Romeo”
“Kita tidak perlu persetujuannya untuk melakukan hal ini, apa dia mucikarimu ?”
Brengsek
“Bukan dia sahabatku” Susah payah Lucy menahan kata-kata merendahkan dari bibir Bara, dia harus menjadi anak yang baik untuk mendapatkan Bara, mendapatkan hati laki-laki itu.
“Pastikan kamu akan pindah minggu ini, atau aku akan menarik semua yang aku tawarkan kepadamu” Bara berdiri kemudian mengambil beberapa pakaiannya yang berserakan.
“Kamu tidak tinggal ?”
“Aku sudah bilang aku tidak nyaman untuk melakukan hal ini di Hotel Lucy” Laki-laki itu menjawab, dengan memakai kembali pakaiannya.
“Aku pergi”
Senyum yang sebelumnya bertengger manis di wajah Lucy menghilang bersamaan dengan menghilangnya tubuh Bara. Begitu pintu tertutup, Lucy kembali menjadi lucy yang lugu. Wanita itu mengkerucutkan bibirnya, seandainya ia bisa protes dengan perlakuan Bara, mungkin akan terlihat lebih mudah baginya bukan ?
Tetapi laki-laki itu sungguh sangat berkuasa dan pemaksa, membuatnya mau tidak mau harus menuruti setiap titah yang diberikan kepadanya.
Bunyi ponsel dengan nama “My Bounty” di layarnya membuatnya kembali tersenyum. Menggeser icon warna hijau dan menempelkan benda itu ke telinganya.
“Apa maksudmu dapat apartment ?”
“Aku dapat apartment dari Bara”
“Lucy, aku sudah memperingatkanmu dari awal, jangan dekati laki-laki itu, dia terlalu bahaya buat mu, buat kita”
“Ck..Aku rasa aku menyukainya”
“t***l !! Gw nyesel bawa lo kesana”
“Gw udah terlanjur suka sama dia”
“Bilang ke gw kalo lo ga naruh perasaan apapun ke dia, hanya sebatas suka, BILANG KE GW BEGOOO !!”
“Aku gatau”
Lucy bisa mendengar Romeo mendengus sebal di seberang telefon, mengumpat, memaki, membuatnya seperti orang gila yang sedang kumat !
“Please, gw sebagai sahabat lo udah berusaha memperingatkan, kalo lo nekat, apapun yang terjadi itu bakalan lo tanggung sendiri !”
Klik
Telefonnya terputus sepihak, tanpa salam, tanpa ucapan selamat tinggal.
Ada perasaan takut yang muncul di pikiran Lucy, bagaimana jika peringatan Romeo adalah benar ? Bagaimana jika ini semuanya malah justru membuat lubang untuk dirinya sendiri ?
Lucy memilih untuk abai, ia ingin mengambil setiap kesempatan untuk bersama dengan Bara walaupun hanya sekecil apapun kesempatan itu, Lucy akan berusaha.
Setelah mandi dan membersihkan diri, Lucy memberanikan diri untuk menghubungi Bara, mencoba untuk membuat mereka dekat dengan berbagi kabar, atau sekedar menanyakan sudah sampai rumah ? Sudah makan apa belum? Ini sungguh sangat romantis, membayangkannya saja membuat Lucy tersenyum geli.
Ia akan membuktikan kepada Romeo bahwa apa yang di khawatirkan oleh sahabatnya itu tidak benar. Ia berjanji akan mengambil hati laki-laki dingin bernama Bara Bagaskara.
Panggilan pertama tidak terjawab
Panggilan kedua laki-laki itu menolak panggilannya.
Mungkin benar yang dikatakan Romeo, dia t***l berharap kepada Bara !
Lucy kembali berfikir sejenak untuk mencari rencana yang akan ia ambil, mungkin berpura-pura hamil atau apapun itu yang memaksa laki-laki itu menikahinya ?
Tetapi tiba-tiba peringatan dari Romeo kembali menghantuinya, Bara bukanlah orang yang mudah di bodohi. Jika ia berani menjerat Bara dengan cara yang salah, bisa saja nyawanya dan Romeo dalam bahaya.
Huft..
apa hanya tubuhnya saja satu-satunya hal yang bisa ia handalkan ?