BAB 11

1135 Words
Hari rabu sebelum aku berangkat ke Bogor untuk menikah aku menyempatkan bertemu dengan mas Fakhri, tentu saja bersama Abbas. Pertemuan Abbas dan Mas Fakhri adalah salah satu tujuan ku utama datang kesini, walaupun ada sedikit rindu yang masih terselip diantara beberapa kemungkinan yang selama ini sengaja aku abaikan. “Sayang” “Yaa ma” “Apa Abbas ingat, dulu mama pernah bercerita bahwa Abbas punya ayah yang sangat luar biasa?” “Iyaa, tetapi ayah Abbas dan mama sudah ga bersama-sama bukan? Dan sekarang ayah masih sibuk bekerja” Aku bersyukur Abbas masih mengingat setiap cerita yang aku buat ketika ia menanyakan keberadaan ayahnya, walaupun mas Fakhri tidak ikut andil dalam membesarkan Abbas tetapi aku selalu menceritakan hal baik tentang ayahnya. Setiap anak membutuhkan sosok seorang ayah untuk di kagumi, itu menurutku. “Hari ini ayah Abbas ingin bertemu dengan Abbas, boleh ?” “Beneran ma ?” Aku mengangguk “Horeeeee......!!!!” Aku tersenyum, ikut terlarut dalam kebahagiaan Abbas. Kami menunggu kedatangan Mas Fakhri di pintu masuk kebun binatang, aku sempat mengirim pesan kepada Mas Fakhri untuk memberi tahu lokasi kami berdua sebelum membawa Abbas masuk ke dalam minimarket untuk membeli camilan yang akan kami bawa masuk. Setelah membayar kami memilih duduk di tempat duduk yang tak jauh dari pintu masuk agar Mas Fakhri tidak kesulitan menemukan kami. “Assalamualaikum” Kami serempak menoleh ke arah sumber suara “Walaikumsalam” Jawab kami bersama. Mas Fakhri langsung mendekat ke arah kami, pandangannya lekat menatap Abbas yang kini juga menatapnya. Tatapan keduanya yang sangat sulit Billa deskripsikan, ada perasaan rindu, perasaan bersalah, perasaan sayang semua menjadi satu menciptakan rasa ngilu di hati billa. Salahnya kah yang menutupi keberadaan Abbas dari ayahnya ? Mas Fakhri berlutut untuk mensejajarkan dirinya dengan Abbas, air mata luruh begitu saja saat tangannya menyentuh wajah anak laki-laki nya. Tanpa bersuara, ia langsung memeluk Abbas dengan cukup kuat dan badan yang bergetar. Tangisnya kuat, sekuat rasa bersalahnya karena telah berniat membunuh Abbas sewaktu bayi. “Ayah” Panggilan Abbas menghentikan tangisan Mas Fakhri “Terima kasih telah menerimaku, ayah sangat menyayangimu” “Abbas juga sayang dengan ayah” Mereka kembali berpelukan, terlihat Mas Fakhri mengangkat kepalanya, mempertemukan pandangannya denganku, ia mengucapkan terima kasih dengan tanpa suara. *** Hari yang ditunggu-tunggu Mama Nita datang, hari pernikahan Billa dan Bara. Billa menatap pantulan dirinya di hadapan cermin ruang rias, merasa takjub dengan hasil riasan MUA pilihan Mama Nita. Wajahnya terlihat semakin cantik dengan make up tipis menghiasi wajahnya, tak sayang Mama Nita sudah menyewa MUA dengan biaya yang cukup fantastis, hasilnya sangat sempurna dimata Billa. “Sudah siap?” Billa hanya mengangguk menjawab pertanyaan salah satu personel EO yang ditugaskan untuk bersama dirinya, seorang gadis cantik yang terlihat sangat cekatan menyiapkan dan mengatur semua kebutuhan Billa. “Akad akan segera dimulai, mbak Billa nanti keluar jika sudah SAH ya” Ucapnya menjelaskan. “Yaa” Hanya jawaban itu yang keluar dari mulut Billa, ketika pernikahannya sudah diatur sedemikian rupa oleh EO yang di sewa keluarga Bagaskara. Wanita itu hanya mengikuti setiap instruksi yang diberikan kepadanya, mulai dari bapak, mama Nita, keluarga bagaskara dan mungkin besuk suaminya. Mengingat calon suaminya yang hanya untuk bertatap muka dengannya saja enggan, Billa tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan rumah tangganya kedepan. Hidup dengan seorang laki-laki yang tidak memiliki minat interaksi sedikitpun dengannya. Hanya satu yang Billa inginkan, laki-laki itu bisa menerima anaknya dengan baik. “SAH” “SAAAHHH” Billa sudah resmi menjadi istri seorang Bara Bagaskara. Acara akad nikah yang bisa sangat sederhana untuk keluarga sekelas Bagaskara, dengan beberapa tamu undangan yang hanya dihadiri oleh keluarga dan saudara dekat dari kedua keluarga. Acara akad pagi ini dihiasi dengan dekorasi dan nuansa putih. Beberapa hiasan bunga warna putih terlihat menggantung di setiap bagian. Jika ini adalah pernikahan kedua orang yang saling mencintai, mungkin pernikahan ini adalah pernikahan terindah yang pernah Billa temui. Nabilla keluar melalui pintu tengah yang terbuat dari kayu dengan ukiran daun panjang yang memutar di sekiling pintu, ia terlihat sangat cantik dalam balutan dress A-Line berwarna merah maroon dengan aksesoris permata disetiap sisinya. Dihadapannya sudah menunggu bapaknya dengan uluran tangan yang kemudian membawa Billa mendekati meja akad dan mendudukkannya di samping laki-laki dingin yang kini sudah sah menjadi suaminya. Aura dingin dari suaminya menyusupi setiap sendi tubuh billa. Memancing Billa untuk mengamati setiap gerakan laki-laki disampingnya. “Sudah selesai, waktunya berfoto, silahkan tuan dan nyonya Bagaskara” Billa terkejut ketika tangan suaminya mengulurkan tangannya. Tatapan yang sangat tajam dan mengikat, itu adalah interaksi pertama mereka semenjak bertemu. Dengan keraguan Billa menyambut uluran tangan suaminya. Selama melakukan sesi foto, Billa merasa tatapan tajam suaminya mengunci setiap pergerakan yang dia lakukan, entah ini hanya perasaannya atau memang laki-laki itu memang mengawasinya ? Sentuhan-sentuhan kulit yang sudah lama tidak Billa alami membuatnya kurang nyaman, dan tentu saja ketidaknyamanan itu dirasakan oleh Bara. Setelah acara selesai laki-laki itu memintanya untuk mengikuti dirinya, membawa langkahnya ke arah kamar rias yang sebelumnya Billa gunakan untuk bersiap. “Aku ingin membahas beberapa point yang akan mengikat pernikahan kita” Bara mengucapkan kalimat pertamanya bersama wanita yang saat ini sudah resmi menjadi istrinya. Billa kemudian duduk di depan meja rias menghadap suaminya yang kini berdiri membelakanginya, tidak cukup terkejut ketika mendapati kalimat suaminya yang ketus. Dia paham, hal ini pasti akan terjadi ketika dia menikah dengan seorang laki-laki dingin seperti Bara Bagaskara. “Pertama, aku tidak ingin kita saling mencampuri urusan kehidupan masing-masing, aku membebaskan mu untuk berhubungan dengan siapapun begitupun aku” “..” “Kedua, aku tidak ingin keberadaan anakmu menggangguku, kamu bisa membawanya kerumah tapi tidak untuk mendekatiku” “...” “Ketiga, aku berjanji pernikahan ini hanya sementara, aku akan membebaskanmu segera setelah kewajibanku untuk menikah terlaksana” Bara terlihat menghela nafas sejenak”Aku tidak berjanji akan secepat mungkin mengurus perceraian, tetapi aku memastikan bahwa perceraian itu akan terjadi” “Terserah Mas..Tuan Bara, apapaun yang anda inginkan saya akan lakukan itu” “Apakah ada permintaan darimu ?” “Hanya satu, saya tahu anda tidak ingin terganggu dengan keberadaan anak saya, tetapi saya berharap anda bisa bersikap baik ketika ada dirinya” “Oke deal” Setidaknya laki-laki ini sudah berjanji akan bersikap baik dengan Abbas, sedikit kelegaan muncul di hati Billa. Ia berniat pergi ketika suara suaminya menggagalkan keinginannya. “Kita tetap disini” “Saya ingin keluar bertemu dengan keluarga” “Kita disini, aku tidak terlalu suka beramah tamah dengan orang-orang diluar sana” “Anda bisa disi...” “Kita disini, belajarlah untuk patuh dengan suamimu” “Baik” Billa mau tak mau harus menuruti titah dari suaminya, ia memilih kembali duduk di kursinya. Saat suaminya melangkah memasuki kamar mandi Billa baru bisa bernafas lega, aura d******i dan arogansi laki-laki itu sungguh menguar di sekelilingnya, membuat Billa sama sekali tidak bisa menolak setiap ucapan laki-laki itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD