CHAPTER 2

1819 Words
Pagi ini Elina bangun kesiangan, tidak seperti biasanya. Mungkin karena semalam Elina merasa sangat bahagia, hingga membuatnya tertidur sangat nyenyak. Elina dengan buru-buru mempersiapkan semua keperluan sekolahnya. Karena waktunya sudah sangat mepet, Elina takut kalau dia terlambat. “Ma, Elina berangkat sekolah dulu.” Teriaknya dengan berlari terburu-buru. “Eeeehhh, sarapan dulu sayang.” “Tak perlu ma, Elina sudah terlambat ini.” “Lalu kau berangkat dengan siapa? Papa mu belum siap.” “Ahhhh, taxi ma.” Elina mengambil sepotong roti di atas meja makan. “Bye mama.” Pamit Elina dan mencium pipi Mama Mika. “Papa, Elina berangkat sekolah dulu.” Teriaknya dengan mulut penuh dengan roti. “Iya sayang, hati-hati.” Jawab Papa Farzan yang masih bersiap-siap dalam kamar. Elina menaiki taxi yang ia pesan tadi. Elina menyuruh sopir taxi itu agar mengendarai lebih cepat. Sopir taxi itu pun melajukan mobilnya dengan kecepatan agak tinggi. Syukurlah jalanan tidak macet dan mereka sampai di sekolah Elina dengan cepat dan selamat. Bel sekolah akan segera berbunyi, Elina berlari ketika melihat pak Prapto akan menutup gerbang. “Pak Praptooo,,,, tunggu.” Teriak Elina. Pak Prapto terhenti ketika mendengar teriakan Elina. “Yaaaa…. Tumben kamu terlambat.” “Huuuuhhhh.. aku kesiangan pak.” Jawab Elina sambil mengatur nafasnya karena berlari. “Ya sudah, silahkan masuk non.” “Yaa pak. Terima kasih.” Elina segera masuk gerbang dan berjalan cepat menuju kelas. Sedangkan Zara dan Zidan sudah berada di dalam kelas. “Zidan, apa kemarin kamu melihat Aksa memberi Elina cincin??” Tanya Zara pada Zidan. “Iya, aku melihatnya dan aku lihat Elina terlihat sangat bahagia.” Jawab Zidan. “Yaa, pasti dia bahagia sekali. Mereka juga terlihat sangat cocok.” “Ahh, benar sekali. Mereka sangat cocok.” “Seperti kita. Haha.” Goda Zidan. Zara menatap sinis ke arah Zidan. Tak ada satu hari pun Zidan tanpa menggoda Zara. Namun yang di goda tidak pernah peka. “Haaaissh, kau ini.” Tak lama kemudian akhirnya Elina sampai di kelas dengan nafas ngos-ngosan. “Huuuufffttt… Untung saja aku belum terlalu terlambat.” Ucap Elina saat berada di depan pintu kelas. “Haloo, Selamat pagi ZiZa.” Senyum Elina menyapa Zidan dan Zara. “Apa? ZiZa?” Tanya Zidan saat mendengar perkataan Elina. “Iya, ZiZa. Zidan dan Zara.” “Wuahh, mengapa tedengar sangat indah. Iya kan Ra?” Goda ZIdan dan memandang Zara lalu tersenyum. “Haissh,, Tapi itu biasa saja Zidan.” “Kenapa hari ini kau terus menggodaku, menyebalkan.” Ucap Zara yang mulai kesal. Zidan pun hanya tertawa kecil melihat Zara kesal, terlihat menggemaskan bagi Zidan. “Hadeh, cobalah untuk peka sedikit Zara.” “Peka tentang apa Elina?” Tanya Zara bingung. “Sudahlah Lin, Zara masih terlalu kecil untuk mengerti arti peka.” “Yak Zidan Pratama, kau menganggapku anak kecil? Bahkan aku lebih tua dari mu.” Zara memang lebih tua beberapa bulan saja dari Zidan. “Huhu.. memang itu faktanya Zara.” Ejek Zidan. “Ihhhh, Zidaaaaaaaaaaaaan.” Teriak Zara sembari mencubit perut sehun. Elina ikut gemas melihat kelakuan Zidan dan Zara. Tak lama kemudian Aksa, Syila, dan Leo datang. “Haiiii,,, Selamat pagi semua.” Sapa Aksa saat memasuki kelas. Dengan santai Aksa berjalan dan senyumannya tertuju pada Elina. “Haiii Aksa.” Jawab Elina dan membalas senyuman Aksa. “Kenapa kalian datang sangat mepet dengan bel berbunyi.” Tanya Zidan. “Tidak, aku dan Leo tadi ke kantin sebentar.” Jawab Syila. “Iya, Aksa yang datang sangat mepet.” Sahut Syila. “Kenapa? Ada masalah?” Ucap Aksa dengan nada songong. “Hobbyku memang mepet-mepet.” Lanjut Aksa yang melirik ke arah Elina dan perlahan mendekat pada Elina. “Yaakkkk, Aksa!!! Jangan mendekati Elina.” Protes Leo. “Kenapa?” “Kau terlihat seperti bodyguardnya. Hahaha.” Canda Leo. “Memang itu tugasku untuk menjaga Elina.” Jawab Aksa tersenyum menatap Elina. Elina pun kaget dengan pernyataan Aksa. Dia hanya tersenyum menatap Aksa. “Aksa, jangan kau mencoba untuk menggoda Elina.” Aksa hanya menjulurkan lidah dan mengejek Zidan. “Oh iya, Elina bagaimana dengan pendaftaran ketua Osis?” Tanya Syila. “Ahh, iya,, apa kau akan mendaftar?” Tanya Zara juga. “Entahlah aku tidak yakin.” Jawab Elina yang memang masih merasa ragu. “Mendaftarlah kau cukup pintar dalam hal urus mengurus.” Sahut Aksa. “Aku belum memikirkannya.” “Karena kau terlalu sibuk memikirkan aku kan?” Ucap Aksa dengan sangat PD nya. “Haiiiissshh.” Ucap semua barengan. “Hahaha,,, Aksa. Kamu bisa aja. Baiklah akan ku coba.” Ucap Elina. “Biar ku antar besok.” Aksa menawarkan diri. “Iya” ******* Keesokan harinya. Seperti yang telah di katakan Aksa, bahwa Aksa akan mengantar Elina untuk mendaftar menjadi ketua OSIS. Saat ini Elina dan Aksa sudah berjalan menuju keruangan pak Suho untuk mendaftar sebagai ketua OSIS. Elina dan Aksa berjalan terburu-buru hingga tidak sengaja Aksa bertabrakan dengan adik kelasnya yang bernama Nana. ‘Gubraaaaaaaak.’ “Ahh, ah maaf kak. Aku tidak sengaja.” Ucap Nana sambil memegangi lengannya yang sakit karena Aksa. “Aksa, hati-hati.” Ucap Elina yang melihatnya. “Ahh, aku yang salah, maaf. Apa ada yang sakit?” Tanya Aksa merasa bersalah dan menatap Nana. “Ah,,, tidak ada kak.” Jawab Nana dan kembali menatap Aksa. “Saya permisi dulu.” Nana pergi meninggalkan Elina dan Aksa. Namun Aksa terus memandangi Nana, saat Nana pergi. “Aksa, ayo.” Aksa tidak mendengar ajakan Elina, dan masih memandang Nana meskipun sudah jauh. “Aksaaaaa Rheandra.” Teriak Elina namun Aksa tetap tidak menanggapi Elina. Elina kesal dan merasa cemburu. “Aksaaaaaaaa.” Teriak Elina lagi di telinga Aksa. “Yaaaaa,,, kenapa kau berteriak di telingaku?” Aksa kaget dan memegangi telinganya yang sakit karena teriakan Elina. “Lagian dari tadi nggak denger, aku kira ada masalah dengan telingamu.” “Mungkin sekarang ini benar-benar ada masalah dengan telingaku karena teriakanmu.” “Ayooo. Jadi mengantarku atau tidak?” Jawab Elina kesal. “Ah, maaf Elina.. ayo ayo.” Ucap Aksa sambil cengar cengir tak berdosa. Aksa meraih tangan Elina untuk bergandengan, namun Elina menolaknya dan berjalan terlebih dulu dengan wajah kesal. “Yaaaa… Elina, tunggu aku?” Elina masuk ke dalam ruangan Pak Suho. Dan Aksa menunggu di luar ruangan. “Siapa nama wanita tadi?” Gumam Aksa penasaran. Beberapa saat kemudian Elina keluar dari ruangan Pak Suho. “Ayo Aksa, kita kembali ke kelas.” “Ah, Elina.” “Kenapa?” “Apa kau mengenal wanita yang menabrakku tadi?” “Aku tidak mengenalnya, kenapa?” “Emmm, dia cantik bukan?” Deg. Seketika Elina merasakan sakit hati ketika Aksa berkata itu. “Yaa, dia sangat cantik.” Jawab Elina berusaha tersenyum. “Sepertinya aku jatuh cinta padanya.” Kata Aksa sambil tersenyum. Elina pun terkejut dengan pernyataan Aksa, terdiam dan air matanya berlinang namun Elina menahannya. “Aksa, ayo cepat ke kelas.” Ucap Elina yang berjalan duluan meninggalkan Aksa. Elina sampai di kelasnya terlebih dahulu. “Kau sudah kembali?” Tanya Syila menyapa Elina. “Iya.” “Lalu dimana Aksa?” “Ah, Aksa sedang mencari seseorang.” “Siapa?” Tanya Zidan penasaran. “Entahlah.” Jawab Elina sambil menghela nafasnya panjang. “Apa terjadi sesuatu?” Tanya Syila. “Tidak.” Jawab Elina dengan senyum terpaksa. Tidak lama kemudian, Aksa datang terlihat sangat senang. “Elinaaaaa.” Teriak Aksa sambil berlari ke arah Elina. “Kenapa?” “Aku sudah tau wanita itu.” “Wanita?” Sahut Zidan. “Iyaa, namanya Nana.” Jawab Aksa yang tampak begitu senang menyebut nama Nana. Raut wajah Elina seketika berubah. “Ah Nana.” Jawab Elina dengan raut wajah menunduk sedih. Zidan pun melihat Elina saat itu. “Jadi seseorang yang kau cari adalah Nana?” Tanya Leo. “Iya, dan aku berhasil mendapatkan nomor ponselnya. Wuhuuuu.” Teriak Aksa sangat senang. “Zara, antar aku ke toilet.” Pinta Elina pada Zara. Elina pun berdiri dengan wajah memerah dan mata berlinang air mata. “Ah, ayo Elina.” Elina melintas di depan Zidan, dan Zidan menahan tangan Elina. Elina menatap Zidan dan air matanya pun menetes. “Tidak apa-apa?” Tanya Zidan. Elina mengangguk dan tersenyum, lalu pergi. Zara mengantar Elina ke toilet. Zara melihat Elina mengusap air matanya. “Elina, kau kenapa?” “Ahh, tidak apa-apa.” “Apa ada masalah?” “Tidak Ra, kepalaku tiba-tiba sakit sekali.” Elina membasuh wajahnya, kemudian mereka kembali ke kelasnya. “Hati-hati Elina.” Ucap Zara yang merasa khawatir pada Elina. “Aku tidak apa-apa Zara.” Elina san Zara pun samapi di kelas kembali. Elina kembali duduk di bangku sebelah Aksa. Dan Zara sebangku dengan Zidan. “Zidan, tadi Elina menangis di toilet.” Lapor Zara pada Zidan. “Aku tahu, itu akan terjadi.” Setelah hampir setengah hari mereka menerima semua pelajaran hari ini. Bel pulang sekolah pun akhirnya berbunyi. Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing “Elina, ayo pulang.” Ajak Aksa. “Iya.” Saat Elina hendak berdiri, Elina hampir terjatuh karena pusing yang dirasakannya. “Elina, kau kenapa?” dengan sigap Aksa merangkul Elina. Zidan, Zara, Syila, dan juga Leo juga ikut khawatir melihat Elina yang hampir saja terjatuh. “Ah, tak apa Sa, kepalaku hanya sedikit sakit.” “Kumohon jangan datang lagi.” Mohon Elina di dalam hati. “Ingin ku antar pulang?” Tawar Aksa. “Tak perlu Sa.” Namun Elina menolaknya. “Ingin pulang denganku?” Kali ini Zidan yang menawarkan diri. “Tak perlu Dan, sopirku sudah menunggu.” “Maaf aku membuat kalian khawatir.” “Tidak, ayo kalau begitu aku antar sampai luar.” Aksa menuntun Elina pergi ke mobil Elina. Dengan hati-hati Aksa menuntun Elina, hingga mereka sudah sampai di mobil Elina. Elina pun masuk ke dalam mobilnya. “Elina, istirahatlah. Jangan telat makan. Ya?” Ucap Aksa. “Iya.” Jawab Elina tersenyum “Terima kasih Aksa, dan maaf sudah merepotkanmu.” “Tidak apa-apa.” “Bye bye, aku duluan ya.” “Iya, bye. Hati-hati.” Tak lama kemudian Elina sampai di rumah. Ia keluar dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah dengan jalan yang sedikit lesu. “Mama, Elina pulang.” Ucapnya lembut, tidak berteriak seperti biasanya. “Hai sayang. Kau tampak lemas, kenapa?” “Mama.” Elina memeluk mamanya. “Kenapa sayang?” “Elina takut.” “Apa yang kau takutkan?” “Entah, Elina juga tak tau apa yang Elina takutkan.” “Hemm. Istirahatlah.” “Baiklah mama.” Elina berjalan lemas menuju kamarnya. Elina mengecek ponselnya, karena biasanya setiap pulang sekolah, Aksa selalu mengirim pesan, tetapi tidak untuk hari ini. Tak ada notif sama sekali dari Aksa. “Aksa.” Ucap Elina sambil memandangi cincin yang diberikan oleh Aksa. “Lalu ini maksudnya apa? Apa maksud dari cincin ini?” Elina menangis dan mengusap cincin itu yang melingkar cantik di jari tengahnya.   TBC ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD