Ternyata di sisi lain kebahagian yang Aksa dan Nana rasakan, ada seseorang yang hatinya sangat rapuh dan terluka saat ini. Elina menangis saat menyaksikan Aksa dan Nana dari kejauhan. Di waktu yang sama, perlahan Elina melepas cincin dari Aksa dengan isak tangis dan air mata yang mengalir. Meskipun begitu Elina masih menunggu Aksa di taman. Sesekali Aksa melihat ke arah Elina. Dengan manisnya Elina tersenyum dan mengacungkan jempol untuk Aksa.
Lagu telah selesai dinyanyikan Aksa. Nana pun sangat bahagia dan bertepuk tangan untuk Aksa.
“Waaahhh. Lagu kak Aksa sangat bagus.”
“Kau menyukainya?”
“Iya, aku menyukainya.”
Aksa pun tersenyum dan meraih tangan Nana.
“Maaf kak, Tanganku.” Nana berusaha menarik dan menolak.
“Nana, aku ingin mengakui sesuatu.” Aksa mempertahankan genggamannya.
“Mengakui apa?”
“Beberapa bulan ini kita sudah mulai dekat satu sama lain.”
“Iya, lalu?”
“Aku menyukaimu dari awal kita bertemu.”
“Kak Aksa serius?”
“Iya, aku sangat serius. Jadilah kekasihku?”
Nana terdiam sejenak dan tersipu malu.
“Baiklah. Mari kita pacaran.”
“Hah? Kau serius?”
“Iya. Hehehe.”
Aksa langsung memeluk Nana saat itu juga. Elina yang menyaksikan pun hanya menangis, apa lagi yang bisa ia lakukan, haruskah ia ikut bahagia? Tapi hatinya tak mau menerima kebahagian itu. Semua itu membuat Elina kembali down dan mengeluarkan darah di hidungnya lagi dan lagi. Aksa melihat ke arah Elina dan tersenyum. Aksa mengacungkan jempolnya seakan-akan mengatakan ‘Aku berhasil’. Elina pun melakukan hal sama seperti Aksa, sembari mengusap darah di hidungnya.
Sampai akhirnya Elina pun merasa tak sanggup lagi menyaksikan Aksa dan Nana lagi. Elina berlari pergi menuju toilet dengan air mata yang masih mengalir di pipinya. Dengan tidak sengaja Elina menabrak Zidan dan Leo.
Bbbbrrrraaaaakkkkkkkk
“Ahh,…Elina, maaf aku tak melihatmu.” Ucap Zidan.
“Tidak apa-apa. Aku juga tidak melihatmu” Ucap Elina sambil menunduk untuk menutupi darah di hidungnya.
“Mengapa kau terus menunduk?” Tanya Leo.
“Tak apa Leo.”
Zidan pun berusaha menegakkan kepala Elina.
“Yaaaaa…Elina hidungmu berdarah.” Zidan panik.
“Elina, kau kenapa?” Tanya Leo ikut panik.
Leo dan Zidan saling menatap.
“Aku harus ke toilet. Tolong jangan beritahu Zara, Syila, dan terutama Aksa. Mengerti?”
“Iya Lin, hati-hatilah.”
Elina pun pergi ke toilet meninggalkan Zidan dan Leo. Sedangkan Zidan dan Leo pun pergi menuju kelas. Terlihat Zara yang sedang menunggu mereka.
“Zidan.”
“Iya.”
“Apa kau sudah mengetahui sesuatu?”
“Sesuatu tentang apa?”
“Tentang Aksa. Aksa hari ini menyatakan cinta pada Nana.”
“Appaaa?” Zidan terkejut.”
“Nana yang diceritakan waktu itu?” Tanya Leo.
“Iya, semalem Elina menghubungiku. Elina lah yang membantu Aksa dalam hal ini.”
“Appaaaa?”
Zidan dan Leo saling melihat satu sama lain. Zidan berbisik pada Leo.
“Apa mungkin tadi Elina usai membantu Aksa?”
“Aku rasa begitu, tadi raut wajahnya sangat rapuh.”
“Yaaaaakkk.. Apa yang kalian bisik-bisikkan? Apa ada sesuatu.” Zara penasaran.
“Zara, sebenarnya tadi kita bertemu dengan Elina. Hidungnya berdarah dan dia menangis.” Jawab Zidan yang tak bisa menyembunyikan apa yang terjadi pada Elina.
“Apaaaaa? Kenapa kalian tidak bilang dari tadi? Haaiissssh.” Kesal Zara.
“Dimana ia sekarang?” Tanya Zara.
“Di toilet.”
Tanpa basa-basi, Zara pun langsung berlari menuju toilet.
“Selamat pagi Zara.” Sapa Syila saat bertemu Zara yang sedang berlari.
Langsung saja Zara menarik tangan Syila untuk mengikutinya.
“Cepat ikut aku.”
“Kemana?”
“Ikut saja.”
Zara pun berlari dengan menarik Syila sampai mereka tiba di toilet.
“Elina, Elinaaaa. Dimana kau?” Teriak Zara.”
“Kau mencari Elina?” Tanya Syila bingung.
“Iya, kau juga cari dia.”
Zara dan Syila membuka satu persatu pintu toilet. Sampai akhirnya ada satu pintu toilet yang terkunci.
“Syila ini terkunci, aku yakin Elina pasti ada di dalam.”
“Elinaa!!! Keluaarlah!! Kita perlu bicara.” Teriak Zara.
“Elinaaa… Keluarlah!!!.” Kali ini Syila yang berteriak.
“Aku mohon Elina, keluarlah!”
Ceeekkkleeeeekkkk
Elina menangis terisak-isak dan keluar dari toilet. Zara dan Syila sangat panik. Elina keluar dengan balutan darah di hidungnya. Zara dan Syila terkejut melihat keadan Elina.
“Elina.”
“Kenapa kau seperti ini?”
Zara dan Syila pun ikut menangis dan memeluk Elina.
“Mengapa kau seperti ini?” Tanya Zara.
“Hidungmu berdarah.” Syila mengusap darah Elina.
“Aku tak apa Zara, Syila.”
“Bagaimana bisa kau bilang ini tidak apa-apa.” Zara panik.
“Lebih baik kita pergi ke UKS.” Usul Syila.
Mereka pun pergi ke UKS. Elina berjalan dengan di tuntun Zara dan Syila.
“Duduklah.” Perintah Zara saat sampai di UKS.
Terdengar seperti orang berlari, ternyata Zidan dan Leo menyusul mereka ke UKS.
“ELinaaa.” Zidan sangat khawatir.
“Kenapa kau tak bilang Lin, kalau hari ini Aksa menyatakan cinta pada Nana.” Ucap Leo.
“Hadeehh.. Biarkan Elina tenang dulu.” Sahut Zara.
“Kenapa hidungmu berdarah Lin?” Tanya Syila yang masih penasaran.
Dengan seksama Zara, Zidan, dan Leo menoleh pada Syila seakan melarang untuk bertanya pada Elina.
“Ahhh…. Tidak. Tak usah kau jawab Elina. Maafkan aku.”
“Aku tidak apa-apa Syila. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku hanya kecapekan.”
“Ayo kembali ke kelas. Sebentar lagi bel berbunyi.” Ajak Elina.
“Dan apapun yang terjadi pagi ini, tolong jangan beritahu Aksa. Mengerti?” lanjut ELina.
“Iya.” Jawab semuanya.
Zidan dan Leo tampak hati-hati menuntun Elina untuk kembali ke kelas. Tampak dari jauh, Aksa terlihat sudah menunggu di depan kelas. Dengan segera Elina melepas rangkulan Zidan dan Leo agar terlihat baik-baik saja di depan Aksa.
“Hallooo semuanya.” Sapa Aksa dengan senyum lebar terpampang di bibir Aksa.
“Halo Aksa.” Balas Elina tersenyum.
Hanya Elina yang menjawab sapaan Aksa. Zara, Syila, Zidan, dan Leo tampak acuh pada Aksa dengan tatapan yang amat kesal.
“Kalian kenapa menatapku seperti itu?” Tanya Aksa.
“Ahh… Aksa. Ayo masuk kelas. Bagaimana perasaanmu?” Elina mengalihkan Aksa dan masuk kelas.
Seperti biasa Elina duduk di sebelah Aksa.
“Perasaanku? Tentu sangat bahagia Elina.” Jawab Aksa tersenyum senang.
“Tapi tidak denganku Aksa.” Batin Elina.
“Nana sangat menyukai lagu itu. Terima kasih Elina.”
“Selamat Aksa. Semoga langgeng.”
“Iya, terima kasih Elina karena telah membantuku.” Ucap Aksa dengan memeluk Elina.
“Berjanjilah padaku, jangan sakiti Nana. Mengerti?”
“Pasti dong Lin.”
“Hidup bahagialah dengan Nana.”
Zidan, Zara, Leo dan Syila menyaksikan Elina dan Aksa. Raut wajah ke empat sahabatnya pun sedih melihat Elina seperti sekarang ini.
TBC
*******