Elina keluar dari kamarnya dan turun menuju ruang tamu. Terlihat Aksa yang sudah menunggu dengan membawa sebuah gitar, sesuai dengan rencana Elina, bahwa mereka akan membuat sebuah lagu untuk menembak Nana. Sebelum menghampiri Aksa, Elina menarik nafasnya panjang dan menyiapkan hatinya.
“Aksa, selamat malam.” Sapa Elina dengan senyum cantiknya.
“Ahh.. Elina. Malam juga.”
“Apa kau ingin minum sesuatu?” tawar Elina.
“Air putih saja.”
“Baiklah, sebentar akan aku ambilkan.”
Tak lama kemudian Elina datang dengan membawa air minum dan sepiring kue dan menaruhnya di atas meja. Elina pun duduk di samping Aksa.
“Apa kau sudah siap?”
“Sangat siap. Mari kita mulai. Aku sudah tak sabar.” Jawab Aksa dengan tersenyum lebar.
“Ahh.. Aksa. Sebelumnya bolehkah aku menanyakan sesuatu padamu?”
“Tentu saja. Katakan apa yang ingin kau tanyakan?”
“Apakah kau sudah yakin bahwa kau benar-benar menyukai Nana?”
“Iya Elina, aku sangat yakin.”
“Padahal kan kalian belum lama kenal?”
“Memang benar, tapi entah kenapa aku merasa sangat nyaman dan nyambung saat bersamanya.”
“Apakah saat bersamaku kau tidak merasa nyaman dan nyambung seperti itu juga?”
“Tentu saja aku sangat nyaman saat bersamamu.”
“Lalu kenapa kau tidak menyukaiku?”
“Hah? Uhuk uhuk.” Aksa terkejut mendengar pernyataan Elina, sampai ia tersedak kue yang ia makan.
“Hehm, ini minumlah dulu.” Elina mengulurkan segelas air.
“Elina, apa maksudmu?”
“Tidak papa, aku hanya sedang mengujimu.”
“Haish, kau ini.”
“Ya udah, mari kita mulai membuat lagu sendiri.”
“Siaappp.” Aksa tampak semangat sekali.
Mereka pun mulai berdiskusi dan membuat lagu sendiri. Lumayan lama mereka berdebat dan memiliki perbedaan pendapat tentang lirik dan juga aransemen lagunya. Akhirnya setelah beberapa waktu, mereka menyelesaikan lagu yang mereka ciptakan sendiri.
“Selesai. Woaaaahhhh.”
Aksa bernafas lega dan senang. Lain halnya dengan Elina, ia hanya tersenyum sedih menatap Aksa.
“Nanti kau harus menatap matanya, lalu mulailah memetik gitar.” Saran Elina.
“Harus begitu ya?”
“Tentu.”
“Tapi sepertinya aku akan gugup jika harus menatap matanya.”
“Kau harus percaya diri Aksa.”
“Elina, kalau begitu bolehkah aku mencobanya denganmu?”
“Ahh. Cobalah.”
Aksa mulai memetik gitar dan menatap Elina. Awalnya Elina mencoba tersenyum manis, sampai akhirnya hati Elina tak tahan dan menitikkan airmata yang membayangkan seandainya semua ini memang benar untuknya, betapa sangat bahagianya Elina saat ini. Namun sayang, Elina hanya sebagai perobaannya saja. Aksa yang melihat Elina menangis pun berhenti memainkan gitar.
“Ya… Elina, kenapa kau menangis?” Tanya Aksa yang menggenggam tangan Elina.
“Ahh… Tak apa Aksa. Aku hanya tersentuh dengan lirik lagunya. Lirik lagunya sangat bagus. Aku yakin Nana akan menyukainya.”
“Ohh.. Aku harap begitu. Terima kasih Elina, sudah mau membantuku.” Aksa memeluk Elina.
“Iya, semoga berhasil.”
Elina memeluk Aksa dengan sangat erat. Dia berpikir bahwa ini adalah pelukan terakhirnya bersama Aksa.
“Kurasa ini sudah larut malam, kalau begitu aku pamit pulang dulu. Dimana Tante Mika? Aku ingin berpamitan dengannya.”
“Mungkin mama sedang di kamarnya. Nanti akan aku pamitkan ke mama.”
“Ahh.. baiklah.”
Elina mengantar Aksa sampai depan pintu rumah.
“Aku akan pulang, Kau istirahatlah.”
“Iya.”
“Bye bye, selamat malam Elina.”
“Aksa.. Fighting.” Elina memberi semangat pada Aksa.
“Fighting. Aku pulang dulu ya.”
“Iya. Hati-hati.”
Aksa pun berpamitan dan meninggalkan rumah Elina. Saat Aksa sudah pergi tangis Elina pun pecah.
“Aksa, semoga kau bahagia.” Ucap Elina sambil mencium cincin pemberian Aksa.
Tak terasa pagi pun telah tiba. Hari ini adalah hari dimana ada seseorang ingin segera cepat datang, namun lain sisi juga ada seseorang yang tidak mengharapkan hari ini akan hadir. Seperti biasa Elina berangkat ke sekolah bersama papanya. Saat perjalanan, Elina mendapat pesan dari Aksa.
‘Elina, temui aku di taman. Aku sudah janjian dengan Nana di taman.’ Isi pesan Aksa.
Elina terdiam, dan airmatanya menetes tanpa sepengetahuan papanya. Elina merasa sakit hati, namun Elina juga tak bisa berbuat apa-apa.
Beberapa menit kemudian, sampailah Elina di sekolah. Sesuai permintaan Aksa, Elina pergi ke taman untuk menemui Aksa. Namun sebelum sampai di taman, Elina berhenti sejenak. Elina ingin menyiapkan hati, pikirannya dan juga dirinya terlebih dahulu. Beberapa kali ELina menghela nafas dan mencoba untuk tetap tegar, namun lagi dan lagi airmatanya selalu berlinang.
“Aksa.” Panggil Elina dengan tersenyum.
“Ahh.. Elinaa. Kemarilah.”
“Lihat Nana disana.” Aksa menunjuk kearah Nana.
“Kalau begitu lakukanlah sekarang.”
“Sekarang?”
“Iya. Apa mau tahun depan?”
“Haish, kau ini. Tapi Elina, aku gugup sekali. Bagaimana nanti kalau dia menolakku? Apa yang harus aku lakukan?” Aksa benar-benar merasa gugup sekarang.
“Bagaimana kau akan tahu kalau kau belum mencobanya.”
“Tapi Elina..”
“Aksa, dengarkan aku. Lakukan seperti semalam. Kau tak perlu takut.” Elina meyakinkan dengan menggenggam tangan Aksa padahal hatinya sangat hancur saat ini.
“Tapi…”
“Tidak. Tak ada kata tapi tapi. Cepat, lakukan sekarang. Kasihan Nana sudah menunggu lama.”
“Hufh.. baiklah. Akan kulakukan sekarang. Doakan aku Elina.”
“Aku yakin kau akan berhasil Aksa, Semangat.” Senyum Elina memberi semangat untuk Aksa.
Aksa membalas senyuman Elina. Kemudian Aksa menarik nafas panjang dan pergi menghampiri Nana.
“Hai Nana.” Sapa Aksa.
“Ahh.. Kak Aksa. Hai.”
“Ada apa mengajakku bertemu di taman?”
“Aku ingin mengakui sesuatu padamu.”
“Apa itu?”
“Sebelumnya aku punya lagu untukmu.”
“Benarkah?”
Aksa pun mulai memetik gitarnya dan menyanyikan lagu yang telah ia ciptakan bersama Elina. Aksa menyanyikan lagu tersebut dengan senyum dan tatapan yang sangat manis pada Nana. Begitu pula dengan Nana, Nana juga terlihat sangat bahagia dan menikmati suara gitar dan suara merdu Aksa. Namun bagaimana dengan Elina? Apakah Elina juga ikut bahagia melihat orang yang ia cintai merasa bahagia? Apakah benar mencintai memang harus seperti itu?
TBC
******