Keesokan harinya, Elina sudah berangkat sekolah kembali. Senyum yang kemarin sempat hilang, kini terukir kembali di bibir Elina.
“Selamat pagi pak Prapto.” Sapa Elina ketika memasuki gerbang sekolah.
“Selamat pagi non. Kemarin bapak tidak melihatmu sama sekali. Apa kau tidak masuk sekolah?”
“Huhuh..iya pak. Kemarin Elina ke rumah sakit.”
“Untuk apa?”
“Ahh.. tidak papa pak. Elina masuk kelas dulu ya pak.”
“Iya non. Silahkan.”
Saat hendak ingin masuk kelas, Elina melihat Aksa dan Nana sedang mengobrol. Elina terdiam dan matanya berlinang air mata menatap Aksa. Aksa pun menyadari keberadaan Elina.
“Elinaaa.” Teriak Aksa sambil tersenyum dan melambaikan tangan.
Elina tidak menjawab sapaan Aksa, namun Elina malah berpaling dan berlari ke UKS.
“Elinaa.” Gumam Aksa yang merasa khawatir dan bingung.
Aksa meninggalkan Nana dan berlari mengejar Elina. Elina bersembunyi di UKS, airmata yang sempat ia taha akhirnya tumpah juga, Elina menangis.
“Elina?” Panggil Aksa.
“Elina, kamu dimana?”
Elina mencoba menahan suara tangisnya dan menutup mulutnya agar tak menegeluarkan suara di balik meja dekat dengan Aksa berdiri.
“Aku yakin Elina tadi masuk sini. Elina. Keluarlah! Aku tau kamu di sini.” Teriak Aksa.
“Elina, aku mohon keluarlah! Mengapa kau sembunyi dariku?” Teriak Aksa lagi.
Namun tiba-tiba ponsel Aksa berdering tanda pesan masuk.
“Aksa, kau dimana? Cepat masuk kelas. Sebentar lagi bel sekolah berbunyi.”
“Ahh.. ternyata dia di kelas.”
Ya, pesan tersebut adalah dari Elina. Setelah membaca pesan tersebut, Aksa langsung pergi menuju kelas, padahal Elina tepat berada di sampingnya. Elina yang masih tetap di sana pun menangis. Entah kenapa setiap ia menangis hidungnya selalu keluar darah.
“Kenapa? Kenapa kau harus datang?” Tangis Elina semakin meluap-luap, namun dengan berusaha Elina tidak mengeluarkan suara.
Aksa pun sampai di pintu kelas dengan ngos-ngosan. Aksa mengamati semuanya yang ada di dalam kelas, namun tak menemukan keberadaan Elina.
“Zara, dimana Elina?” Tanya Aksa dengan nafas yang masih belum teratur.
“Elina? Aku belum melihatnya sedari aku datang.”
“Zidan?”
“Aku juga belum melihatnya Sa.”
“Ada apa Sa?” Tanya Syila.
“Ahh.. tidak.”
Aksa pun pergi keluar kelas lagi untuk mencari Elina, namun tiba-tiba Elina datang dari kejauhan.
“Aksaaa.” Sapa Elina tersenyum berusaha menutupi kesedihannya saat melihat Aksa.
Aksa yang melihat keberadaan Elina pun menghela nafas dan merasa lega.
“Ah.. Elina.” Aksa berlari memeluk Elina.
Elina pun terkejut karena tiba-tiba Aksa memeluknya.
“Ada apa Sa?”
“Kau darimana saja?”
“Aku tadi ke toilet.”
“Mengapa kau berlari saat aku memanggilmu?”
“Hehehe. maafkan aku.”
“Aku merindukanmu.” Ucap Aksa dan memeluk Elina lagi.
“Hemm.. baru sekali aku tak masuk saja kau sudah merindukanku. Bagaimana jika nanti aku tak lagi bisa datang ke sekolah Sa.”
Aksa yang mendengar ucapan Elina pun langsung melepas pelukannya dan menatap Elina.
“Elina, kau ini bicara apa?”
“Huhuhu,, tidak. Aku hanya bercanda.” Elina yang berusaha tetap tersenyum.
“Ayo masuk kelas, aku ingin bicara sesuatu padamu.” Aksa menarik tangan Elina untuk masuk kelas.
“Elinaaa? Darimana kau?” Teriak Zara.
“Emmm.. ada deh. Mau tau aja atau mau tau banget.” Canda Elina dengan fake smile.
“Haaiiisssh,, Aksa bingung mencari mu.” Ucap Leo
“Benarkah?” Elina berpura-pura kaget.
“Iya Lin, kebingungan seperti kehilangan induknya.” Sahut Zidan.
“Hahaha.. Zidan.” Syila tertawa mendengar perkataan Zidan.
“Elina, kau baik-baik saja?” Tanya Syila.
“Iya, aku baik-baik saja.”
“Ayo duduklah.” Pinta Aksa dan Elina pun duduk.
“Ada apa Sa?” Tanya Elina.
“Menurutmu, apa Nana cocok untukku?”
Elina seketika terdiam dan berusaha menahan airmatanya.
“Elina.” Panggil Aksa karena Elina tak menjawab.
“Ahhh.. Nana? Ya.. tentu saja cocok sekali.”
“Apa kau mau membantuku?”
“Tentu saja aku mau. Bantu apa?”
“Bantu aku mengungkapkan perasaanku pada Nana.”
Elina terkejut. Elina merasa sesak di dadanya. Itu membuat Elina down lagi. Air matanya berlinang. Sekali saja Elina berkedip, air matanya akan jatuh dan membasahi pipi. Hari masih pagi, namun Elina hampir menangis untuk kedua kalinya, dan itu gara-gara Aksa.
“Ahh. Nyatakan cinta?”
“Iya.” Aksa tersenyum berusaha merayu Elina.
“Ahh. Okey. Akan ku bantu.” Ucap Elina yang berusa tersenyum di balik lukanya.
“Benarkah?”
“Yapp.”
“Terima kasih. Nanti malam aku akan ke rumahmu.”
“Bawalah gitar.”
“Untuk apa?”
“Kau bisa menembaknya melalui sebuah lagu, tiba-tiba terfikirkan di otakku.”
“Hmmm.. terma kasih banyak Elina. Kau memang yang terbaik.” Aksa memeluk Elina.
Airmata Elina pun sudah tak dapat di bendung lagi. Airmata Elina menetes di pelukan Aksa. Elina memeluk Aksa sangat erat, karena Elina berpikir jika Nana menerima Aksa nanti, Elina tidak akan bisa memeluk Aksa lagi.
****
Akhirnya malam hari pun tiba. Mengapa hari begitu cepat berlalu. Elina yang sedang berada di dalam kamarnya sedang menghubungi Zara.
“Zara?”
“Halo Elina, Ada apa?”
“Kau tau Nana yang waktu itu?”
“Yang Aksa ceritakan waktu itu? Kenapa emangnya?”
“Aksa jatuh hati padanya.”
“Apaaa? Maksudmu Aksa jatuh cinta pada Nana?”
“Iya, dan besok Aksa akan menyatakan perasaannya.”
“Apppaaahhh? Kau tidak bercanda kan?”
“Zara,, aku ingin mengakui sesuatu padamu.”
“Mengakui apa Elina.”
“Emmmm… Zara. Sebenarnya Aku!! Aku menyukai Aksa. Aku tak tau mengapa aku menyukai Aksa. Tapi aku harus bagaimana?”
“Heiii. Mengapa kau baru bilang sekarang?”
“Aku takut Zara.”
“Takut kenapa Elina? Bukankah lebih baik jika kau berkata sejak awal.”
DING DONG
Suara bel rumah Elina berbunyi.
“Zara, sepertinya Aksa sudah datang. Aku akan mengakhiri telponnya.”
“Untuk apa dia datang?”
“Dia memintaku untuk membantunya menyatakan perasaannya pada Nana.”
“Apppaaaa?? Lalu kau mau?”
“Heemmm… iya.”
“Kau sudah gila.”
“Ahh… entahlah. Sudah ya Zara, aku harus mengakhiri telponnya.”
“Sebentar Elina, kau tak apa? Kau yakin akan membantu Aksa?”
“Iya. Jika Nana pilihan Aksa, aku bisa apa?”
“Baiklah.”
Elina pun mengakhiri telponnya dan mematikan ponselnya. Elina hendak keluar kamar.
“Mamaaa.” Elina kaget saat membuka pintu ternyata di depan pintu ada mamanya.
“Baru saja mama ingin memanggilmu.”
“Ada apa ma?”
“Itu temanmu datang. Udah nunggu di ruang tamu.”
“Ahh… iya ma. Kalau gitu Elina turun dulu ya ma.”
“Iya sayang. Jangan sampai larut malam ya. Kamu harus istirahat.”
“Siap ma, laksanakan.” Ucap Elina dengan mengangkat tangan memberi tanda seperti hormat.
Elina pun pergi dari kamarnya dan turun untuk menemui Aksa. Sedangkan mama Mika pergi ke kamarnya.
TBC
*******