Pagi Yang Sibuk

1113 Words
Seperti biasanya disetiap pagi semua tentara perdamaian akan mengadakan apel pagi. Hari ini yang memimpin apel adalah perwakilan dari Turki. Dia menyampaikan beberapa kemungkinan yang akan terjadi hari ini. Sepertinya rezim yang berkuasa masih akan membumi hanguskan semua warga sipil yang ada di kota ini. Jadi mereka harus segera mengevakuasi warga sipil yang masih terjebak atau masih bertahan di beberapa sekolah dan juga tempat ibadah.  Semua hal yang ingin disampaikan sudah dia sampaikan dan mereka langsung bergegas membubarkan diri dan berkumpul dengan kelompok kecil yang memang sudah di buat sedari awal untuk mempermudah proses evakuasi. Hari ini tim Ageron mendapatkan tugas mengevakuasi warga sipil yang masih terjebak di distrik timur kota ini.   “Apakah heli sudah siap?” Tanya Ageron kepada yang lainnya.   “Sudah, Pak!” jawab mereka.   “Oke, seperti yang tadi disampaikan, kita akan mengevakuasi mereka melalui darat dan jga udara. Tapi untuk yang melalui udara diharapkan kalian benar-benar waspada. Jangan sampai kalian terkena rudal ataupun sejenisnya. Dan pastikan semua yang kalian evakuasi bisa aman dan juga selamat!”   “SIAP PAK!” jawab mereka serempak penuh ketegasan.   Setelah itu kesepuluh orang itu pun langsung bergerak dan membagi tugas mereka. Ageron yang menjadi pimpinan kelompok ini akan bergabung dengan tim darat untuk mengevakuasi warga sipil yang masih berada di kota ini. Mereka membawa dua truk besar dan juga dua mobil jeep yang akan mengawal di depan dan juga belakang.   Mereka langsung menuju distrik timur dan menyusuri setiap sekolah dan juga rumah-rumah ibadah yang ada di distrik ini. ada sekitar seratus orang yang berhasil mereka temukan. Sedangkan tim udara pun sudah mulai membawa orang-orang yang terjebak di gedung-gedung tinggi di kota ini.   “Kami siap berangkat, Pak!” ucap seseorang melalui earpiece yang Ageron kenakan.   “Oke, hati-hati! Pastikan kalian aman dari misil ataupn rudal!”   “Baik, Pak!”   Bersamaan dengan itu terdengar dentuman yang sangat dasyat. Dan beberapa gedung pun rata dengan tanah. Ageron dan yang lainnya langsung mengumpat kasar. Tangan Ageron terkepal dengan kuat saat dia melihat helicopter yang digunakan timnya jatuh terbakar dan puing-puing besi terbang itu berhamburan di tanah.   “b*****t!!! Bisa-bisanya mereka menyerang warga sipil!” maki Ageron.   Dia langsung mengarahkan Barrett M82 yang memang selalu mereka bawa untuk membidik musu yang jaraknya cukup jauh dan terhalang material.Barrett M82 sendiri adalah senapan semi-otomatis dan anti-material yang didesain dan dikembangkan oleh perusahaan Barrett Firearms Manufacturing.Senapan ini didesain untuk merusak peralatan musuh, seperti pesawat yang diparkir, unit radar, truk, dan berbagai aset penting lainnya dalam jarak jauh.   Meskipun awalnya dirancang sebagai senapan anti-material, Barret M82 juga digunakan sebagai senapan penembak jitu jarak jauh. Selain itu, senapan ini juga dapat digunakan untuk menyerang tentara musuh, yang bersembunyi di balik penutup dan dinding, karena amunisinya yang kuat dapat menembus batu bata dan beton.   Dua orang yang menembakkan misil ke arah helicopter timnya pun langsung tergeletak tak bernyawa di tanah. Ageron langsung menyuruh yang lain segera bergerak sebelum bantuan rezim itu datang. Mereka pun langsung memacu mobil-mobil itu dengan cepat menuju tempat evakuasi yang sudah siap membawa warga sipil ini ke tempat yang lebih aman.   Di tempat evakuasi semua warga sipil di cek dulu kesehatannya oleh tim medis yang bertugas dan beberapa relawan yang ikut membantu di sini. Ageron bertemu lagi dengan dokter cantik yang merawatnya kemarin. Saat Ageron ingin tersenyum ke arahnya, dokter itu malah mengacuhkannya dan melewatinya begitu saja. Lagi, dia tertegun dan langsung bertanya kepada salah satu petugas yang kebetulan melewatinya.   “Siapa dookter itu?” Tanya Ageron to the point. “Dokter? Yang mana, Pak?” tanyanya bingung. Karena saat inibegitu banyak dokter yang ada di sini.   “Dokter wanita yang mengenakan hijab itu.”   “Oh, dia dokter Zaid. Aisyah Zaid.” Jawabnya cepat.   “Terima kasih.”   “Ada lagi yang bisa saya bantu, Pak?”   “Tidak ada. Lanjutkan pekerjaanmu.”   Petugas itu pun kembali berjalan menuju tempat yang tadi ingin dia datangi. Sedangkan Ageron memilih duduk di kursi yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Dia memperhatikan setiap gerak gerik dokter Aisyah. Ada rasa tertarik saat ini, karena wanita ini adalah satu-satunya wanita yang tidak terpengaruh akan pesona dan juga kharisma yang dia miliki.   *** Malam ini Ageron masih bersiaga di tempat evakuasi. Beberapa warga sipil yang tadi mereka selamatkan sudah dibawa menuju tempat yang aman. Yang saat ini tertinggal di sini hanyalah orang-orang yang terluka dan butuh perawatan medis.ageron berkeliling untuk mengcek kondisi sekitar camp evakuasi ini. Dan matanya tak sengaja menangkap sosok wanita yang tengah berjongkok di antara kursi-kursi yang ada.   Sayup-sayup terdengar suara wanita itu seperti tengah memohon dan juga isak tangis yang sudah tidak terbendung lagi. Perlahan Ageron mendekatinya, karena dia takut wanita itu butuh pertolongan. Saat langkahnya sudah semakin mendekat barulah dia mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh wanita yang tengah berjongkok itu.   “Ya, Rabb kapan semua ini akan berakhir? Dosa apa yang telah hambamu ini perbuat hingga kau menghukum kami dengan semua ini? kenapa orang-orang yang tidak bersalah itu harus menderita akibat kedzaliman dan juga keserakahan rezim laknat itu?” ujar wanita itu.   Ageron seakan kenal dengan suara itu. Dan benar saja, saat dia lebih mendekat dan ikut berjongkok di depan wanita itu, ternyata dia adalah dokter Aisyah Zaid. Ageron menatapnya dengan tatapan tak terbaca. Mata elangnya hanya menatap lurus ke arah mat dokter Aisyah. Lalu dia mengeluarkan sapu tangan dari kantong celanannya dan memberikannya kepada dokter Aisyah.   Sapu tangan dengan kain bercorak army itu diterima oleh dokter Aisyah dan digunakannya untuk menyeka air mata dan juga cairan bening yang keluar bebas melalui hidungnya. Lalu dia ikut berdiri mensejajarkan dirinya dengan Ageron yang tadi terlihat berdiri menjulang.   “Akan aku cuci ini dan aku kembalikan nanti.” Dokter Aisyah membuka suara terlebih dahulu.   “Tidak perlu. Kau simpan saja itu.”   “Aku tahu, ini bukanlah sapu tangan. Tapi ini kain yang akan kau gunakan untuk membebat luka kecil di saat terdesak. Jadi akan aku kembalikan.” Dokter Aisyah masih bersikukuh.   “Kenapa kau menangis? Dan kepada siapa kau mengadu?” Tanya Ageron.   Ageron memang bukan orang yang tidak percaya Tuhan. Tapi pekerjaan yang dia pilih terkadang membuatnya tidak pernah memperdulikan keberadaan Tuhan. Karena yang dia rasakan selama ini hanyalah kesempatan dan juga ketepatan dia memprediksi setiap langkah yang akan dia ambil.   “Aku bukan menangis. Aku hanya putus asa. Dan jika kau bertanya keapdaku aku mengadu kepada siapa tentu saja kepada Tuhanku. Apakah kau tidak mengenal Tuhan, Pak?”   “Aku mengenalnya, tapi aku tidak dekat dengannya.” Jawab Ageron dingin sambil menatap lekat ke manik mata dokter Aisyah.   “Jika kau ingin lebih mengenal dan lebih dekat dengan Tuhan, aku bisa membantumu.”   “Tapi jika aku ingin lebih dekat dan lebih mengenamu apakah kau bisa membantuku juga?”   “Hah?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD