TERJADI keheningan cukup lama diantara keduanya, Arkana dan Gala. Mereka baru saja keluar dari ruangan rawat Isabela setelah memastikan perempuan itu sudah benar-benar tertidur. Arkana menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dan menengadahkan kepalanya ke atas, menatap langit-langit rumah sakit yang putih bersih tanpa noda sama sekali jika dilihat dari bawah sini. Sedangkan Gala hanya duduk sambil menundukkan kepalanya, menatap kedua tangannya.
Huft, ... terdengar helaan napas kasar keduanya secara bersamaan. Arkana dan Gala pun saling bertatapan kembali. Namun sedetik kemudian, mereka saling memalingkan wajah masing-masing. Ada yang begitu mengganjal, tetapi mereka memilih untuk diam, memendam perasaan masing-masing.
Gala diam-diam melirik ke arah Arkana. Dia sadar bahwa apa yang dirinya lakukan kepada Arkana pun jahat, namun untuk melupakan fakta bahwa temannya itu adalah salah satu anggota Jendela Kematian yang menyebabkan Ayahnya meninggal—membuat Gala tidak bisa mentolerir perasaan tidak enaknya. Apalagi sekarang dirinya melibatkan Isabela dalam masalahnya.
Dirinya mendekati Isabela dan mengajaknya berkomitmen hanya untuk menyakitinya atau mungkin mencari kelemahan Arkana pada Isabela. Tetapi, tanpa dicari tahu sekalipun, sepertinya Isabela adalah satu-satunya kelemahan Arkana yang begitu kentara. Apapun itu yang menyangkut tentang Isabela memang sangat penting dan tidak akan terlewatkan sama sekali oleh Arkana.
“Hm, ... apa aku boleh bicara sekarang?” Tanya Gala membuka pembicaraan diantara mereka.
Arkana mendongakkan kepalanya kemudian, “jangan bicara padaku dulu! Aku sedang tidak ingin membicarakan apapun dengan siapapun.”
“Maaf karena sikapku membuatmu kecewa. Tapi, ... kami benar-benar hanya berciuman. Kami tidak melakukan hal lain selain itu. Apa yang harus aku lakukan agar kamu percaya bahwa semua yang terjadi hanyalah sekedar itu saja. di luar sana, kami sama sekali tidak melakukan apapun. Aku memahami kekhawatiranmu—“ ucapan Gala terpotong oleh jawaban Arkana.
“Kamu tidak akan mengerti kekhawatiranku karena kamu tidak mempunyai saudara perempuan! Kamu bisa mengatakannya berulangkali, tapi kamu tidak bisa merasakan rasa khawatirnya. Kamu tidak bisa.” Tandas Arkana dengan tatapan tajamnya ke arah Gala.
Mereka kembali diam, Gala merasa jika tidak bisa mengatakan apa-apa lagi setelah berulangkali dijawab oleh Arkana dengan jawaban yang sangat logis. Arkana benar, Gala tidak pernah punya saudara perempuan. Jadi bagaimana bisa dirinya tahu tentang perasaan khawatir yang Arkana rasakan sekarang.
“Aku tidak menyalahkanmu tentang Isabela yang masuk rumah sakit sekarang. Karena aku tahu itu salahku! Aku meninggalkannya sendirian, itu benar-benar kesalahanku. Aku hanya mencatat kesalahanmu yang satu itu; kamu berani mencium adikku.” Ucap Arkana yang kembali membuka suaranya.
Gala menganggukkan kepalanya pelan, “aku meminta maaf untuk semuanya. Aku juga bersalah dalam hal ini. Aku juga seharusnya tidak bertengkar dengan Isabela dan membiarkannya keluar sendirian. Aku juga bertanggungjawab.”
Lagi-lagi tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Arkana. Laki-laki itu hanya memejamkan matanya. Arkana sendiri tengah menyalahkan dirinya sendiri karena bukan hanya tentang meninggalkan Isabela sendiri. Namun lebih kepada prasangka buruk tentang ada orang yang tahu tentang siapa dirinya sebenarnya. Arkana ingin sekali berteriak dan mengamuk untuk mencari siapa orang yang telah membuat Isabela celaka.
Lalu satu nama muncul di dalam ingatannya begitu saja. Sontak Arkana beranjak dari duduknya begitu saja.
“Bisakah aku menitipkan Isabela padamu?” Tanya Arkana kepada Gala yang cukup kaget dengan pertanyaan Arkana baru saja.
Tentu saja Gala langsung menganggukkan kepalanya. Arkana pun langsung meninggalkan lorong itu tanpa mengatakan sesuatu lagi. Entah kemana dia pergi, Gala tidak tahu. Laki-laki itu memilih untuk masuk ke dalam ruangan rawat Isabela ketika mendengar suara benda jatuh. Gala berlari dengan kencang menuju ke ranjang Isabela di mana perempuan itu hendak beranjak dari tidurnya dan mengambil sebuah gelas berisi air yang tumpah ke lantai.
“Isabela,” bentak Gala tanpa sengaja dan langsung memberikan pelukannya sebelum Isabela jatuh dari ranjang.
Isabela spontan langsung membalas pelukan Gala dan menyandarkan kepalanya yang terasa berat pada d**a laki-laki itu.
“Jangan melakukan apapun! Aku yang akan mengambilkannya untukmu. Kamu masih sakit.” Omel Gala yang terdengar tulus. Khas ketika sedang mengkhawatirkan seseorang.
Isabela menganggukkan kepalanya, “maaf karena aku ceroboh! Aku hanya berusaha menghentikan Kak Arkana. Aku mau dia di sini. Apa dia bilang mau pergi kemana?”
Gala hanya menggelengkan kepalanya. Laki-laki itu menatap kedua mata Isabela yang mulai memerah dan akhirnya air mata itu pun jatuh juga. Dengan sigap, Gala menghapus air mata di pipi perempuan itu dengan ibu jarinya. Dia bisa merasakan hangatnya air mata perempuan itu ketika mengenai jemarinya.
“Arkana hanya keluar mencari angin sebentar. Dia akan kembali setelah merasa segar. Tenanglah! Arkana yang memintaku untuk menjagamu sementara. Setidaknya jangan menangis jika kamu tidak ingin aku mendapatkan masalah.” Canda Gala yang membuat lekukan senyuman di wajah Isabela.
Perempuan itu menghapus air matanya pelan, “kalau begitu aku akan tidur lagi. Apa Kak Gala tidak keberatan menggenggam tanganku?”
Gala langsung memasang badan untuk duduk disamping Isabela yang sudah dalam posisi tidur. Tangan keduanya saling bertautan, menggenggam satu sama lain. Isabela hanya tersenyum sambil menatap Gala.
“Katanya mau tidur? Kenapa malah menatapku seperti itu?” Tanya Gala kepada Isabela yang tidak berhenti mengembangkan senyumannya.
“Aku senang karena sakit pada waktu yang tepat!” Jawab Isabela yang mendapatkan tatapan tidak suka dari Gala.
“Aku tidak suka jawabanmu.” Tandasnya.
Isabela semakin menggenggam tangan Gala erat, “rasanya memang sakit ketika aku dipukuli tanpa tahu salahku apa. Tapi akan lebih sakit ketika melihat Kak Arkana menatapku dingin dan meninggalkan aku tanpa pamit. Aku menyesal karena sudah bertengkar dengan Kakak dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.”
Seperti tidak bisa menjawab apapun, Gala hanya diam sambil mengelus punggung tangan Isabela. Mungkin dia sangat membenci Arkana, tetapi apakah Isabela juga bertanggungjawab dengan semuanya?
“Bagaimana jika aku tidak seperti yang kamu pikirkan selama ini?” Tanya Gala kepada Isabela dengan tiba-tiba.
Isabela memejamkan matanya perlahan, “Kak Arkana pernah bertanya dengan pertanyaan yang sama. Aku heran, mengapa kalian terlalu fokus dengan apa yang aku pikirkan jika kalian tidak seperti yang aku pikirkan. Bukankah itu aneh? Itu hanya persepsiku. Apakah itu hal yang penting?”
Terdengan helaan napas yang keluar dari bibir Gala, “mungkin aku dan Arkana mempunyai ketakutan yang sama. Sehingga kami selalu ketakutan pada satu hal.”
Tidak ada jawaban dari Isabela karena perempuan itu sudah benar-benar tertidur. Gala membelai kepala Isabela dan mengecup kening perempuan itu. Setelah itu Gala membersihkan gelas dan juga air yang tumpah di lantai. Tiba-tiba ponselnya bergetar dan memperlihatkan sebuah nama yang sangat dikenalnya. Gala menatap ke arah Isabela dan segera keluar dari ruangan itu untuk mengangkat telepon seseorang itu.
“Ada apa? Mengapa kamu meneleponku selarut ini?” Tanya Gala dengan pura-pura mengantuk, dia tidak mau ketahuan sedang berada di rumah sakit bersama dengan Isabela.
Terdengar suara tawa dari seberang sana, “apa kamu tidak tahu bahwa aku pandai menganalisi apakah orang itu jujur atau tidak? Jangan berusaha berbohong padaku. Acting- mu benar-benar buruk! Aku tahu kamu berada di rumah sakit. Menemani perempuan itu.”
Ah, bagaimanapun dirinya menutupi, orang diseberang sana pasti akan mengetahuinya.
“Aku mengantarkan orang-orangku untuk membantumu. Apakah kamu merasa terbantu? Mereka membereskan masalah yang kamu buat. Apakah mencium adik pembunuh itu ada dalam naskah? Apakah itu bagian dari acting memukaumu? Wah, ... kamu benar-benar bertindak seperti kamu pacar sungguhan.” Sindir orang diseberang sana.
Gala menghela napas panjang, “jelaskan, ... apa maumu? Aku hanya ingin mempermainkannya sebelum meninggalkannya.”
Lagi-lagi terdengar tawa yang kencang dari orang itu, “siapa bilang kamu akan meninggalkannya? Dia yang akan meninggalkanmu dan Arkana. Itu rencananya, Gala. Jika kita tidak bisa membunuh Arkana dengan mudah. Maka kita bisa membunuh jiwanya dengan perlahan. Manusia sangat berharap pada jiwanya sendiri. Jika jiwa itu mati, maka manusia adalah raga dengan nyawa namun tanpa jiwa. Itu sangat menyakitkan, menyedihkan, dan membunuh secara perlahan. Apakah kamu setuju?”
Seketika laki-laki itu terdiam karena mendengarkan apa yang orang diseberang sana katakan padanya. Gala membeku di tempat dengan wajah yang pucat. Dia merasa bahwa semua itu tidak hanya terjadi kepada Arkana saja, mungkin saja kepadanya juga.
“Aku sudah mengatakan sejak awal. Jangan pernah jatuh cinta kepada perempuan itu. Kamu bisa menjadikan boneka mainanmu, tapi jangan menggunakan perasaanmu karena itu tandanya; kamu tidak siap untuk balas dendam. Kamu hanya merepotkanku dan menghambat pekerjaanku. Kamu tahu betul bahwa temanmu itu sudah membunuh Papi. Sebenci apapun kamu padanya, dia tetaplah orang tuamu, bukan?”
Deru napasnya terdengar karena Gala menahan sesuatu yang bergejolak di dalam dadanya.
“Aku tidak akan lupa untuk balas dendam! Aku mempunyai satu tujuan yang jelas.” Tandasnya dengan tatapan penuh amarah.
“Dendam? Siapa yang mau balas dendam?” Tanya seorang perempuan yang tiba-tiba muncul di depannya, kali ini pakainnya cukup tertutup meskipun celananya sangat amat pendek, Kana.
Gala spontan langsung mematikan sambungan teleponnya dan menatap Kana yang berdiri di depannya sambil menatap Gala intens.
“Kamu ingin balas dendam? Kenapa ingin balas dendam?” Tanya Kana dengan raut wajah yang menyebalkan.
“Itu bukan urusanmu!” Jawab Gala cuek.
Laki-laki itu hendak masuk ke dalam ruangan rawat inap Isabela, namun ditahan oleh Kana.
“Balas dendam adalah untuk mereka yang tidak mempunyai perasaan. Aku bisa melihat matamu yang begitu cerah, itu artinya kamu masih berperasaan. Lalu mengapa bersusah payah menjadi manusia dingin yang tidak berperasaan? Untuk menjadi seorang penjahat, matamu tidak boleh secerah itu. Pada akhirnya, semua usahamu akan tetap sia-sia.” Ucap Kana sambil menepuk bahu Gala beberapa kali.
Gala kembali menghela napas panjang, berusaha memasok udara ke paru-parunya.
“Bukankah Arkana memintamu untuk pergi?” Tandas Gala sebal.
Kana hanya tersenyum, “Arkana baru mengusirku sekali, jadi tidak apa-apa jika aku kembali. Dia mengusirku sekali, aku akan datang lagi dua kali. Seperti itulah sampai dia lelah mengusirku. Setidaknya aku hanya taruhan, bukan musuh berkedok teman.”
~~~~~~~~~~~~