BAB. 67 | Mengakhiri Hubungan

2008 Words
LAMPU gemerlapan menjadi daya tarik bagi semua orang yang tengah menari dengan asyik di dance floor. Seorang laki-laki baru saja datang dengan menggandeng perempuan berpakaian seksi yang didapatkan dari negosiasi dengan pemilik club'. Laki-laki itu meminta ditemani oleh satu perempuan untuk menikmati malamnya. Terdengar aneh dan tidak biasa ketika laki-laki itu meminta service dengan mendatangkan perempuan bayaran. Biasanya, laki-laki itu hanya menikmati waktunya dengan minum atau menari sendirian. Arkana menuangkan minuman dari botol yang diambil dari rak ke gelas seorang pelanggan yang memesan kepadanya. Selama beberapa hari belakangan ini, Arkana memang jarang datang untuk bekerja. Dan dirinya baru bisa aktif bekerja saat semua urusannya benar-benar selesai dan tidak membutuhkan dirinya lagi. Ah, Arkana muak dengan pekerjaan itu. Apalagi dirinya memang sedang badmood dan tidak baik-baik saja sekarang. Dia mulai bosan untuk menjalani hidupnya karena kesal dengan masalah-masalah yang melanda hidupnya. Bahkan Isabela sempat marah dan kesal padanya karena tidak pernah mempunyai waktu. Isabela meminta waktunya, memintanya duduk dan mendengarkan cerita Isabela hari ini. Tapi bukannya tidak mau, Arkana terlalu banyak memikirkan tentang masalahnya sehingga tidak punya waktu untuk mendengarkan semua cerita Isabela. Arkana benar-benar kelelahan dan kewalahan dalam semua hal tentang hidupnya. Tentu saja tentang pekerjaannya juga. Namun ketika menatap ke lantai dansa di mana orang-orang tengah menikmati musik sambil menari, dia tanpa sengaja melihat seseorang yang sangat dikenalnya. Arkana bengong untuk beberapa saat, bingung dan kaget dengan apa yang dilihatnya sekarang. Apakah dia tidak salah melihat? Apakah dia salah untuk menerka seseorang yang menari dengan perempuan yang Arkana tahu adalah salah satu perempuan yang memberikan service kamar kepada pelanggan yang membutuhkannya. "Bukankah itu aneh?" Tanya seorang laki-laki bertubuh tambun yang baru saja berdiri disampingnya, pemilik dari club' ini. Lebih tepatnya lagi adalah pengelola club' yang biasa digunakan sebagai nama pemiliknya. Karena sudah dapat dipastikan siapa pemilik club' ini yang asli, Jendela Kematian. Laki-laki bertubuh tambun itu menunjukkan seseorang yang juga sama-sama diperhatikan Arkana dari meja bartender. Matanya tidak lepas dari seseorang itu. Namun dia hanya memilih diam, meskipun hatinya terasa panas. "Tidak biasanya pelanggan VVIP kita meminta pelayanan kamar terbaik. Apakah mungkin mereka berdua akan bermalam? Keuntungan kita akan semakin banyak jika sampai si VVIP puas dengan pelayanan yang sudah kita berikan. Bukankah itu tandanya kamu akan mendapatkan kenaikan bayaran karena dia adalah teman baikmu. Pasti kamu sudah memberikan rekomendasi terbaik dari tempat ini, 'kan? Ah, seharusnya sesekali kamu juga menikmatinya. Jangan berdiri di belakang meja counter terus!" Tandas laki-laki itu dengan raut wajah senang. Arkana tidak menjawab, dia hanya fokus menatap laki-laki yang saat ini juga menatapnya. Laki-laki itu pun melepaskan lengan perempuan yang sempat bersamanya itu dan berjalan mendekat ke arah Arkana yang sudah menunggunya sejak tadi. Gala, laki-laki itu berbeda dengan orang yang Arkana kenal. Tatapan matanya, senyumannya, semuanya benar-benar berbeda. Entah karena Arkana tidak tahu sifat aslinya atau memang karena ada faktor yang membuatnya berubah. Gala tidak seperti biasanya. Dia seperti kembali pada jaman-jaman sering datang ke dokter jiwa karena mudah sekali stress karena hal-hal yang sepele. "Sudah lama tidak melihatmu di club' ini. Apa yang kamu lakukan selama ini? Isabela sering menceritakan bahwa kamu jarang sekali pulang. Apakah kamu tidak khawatir pada Isabela lagi?" Tanya Gala dengan mudahnya, mengatakan bahwa Arkana sudah tidak khawatir pada Isabela lagi. Padahal yang terjadi adalah, Arkana sangat khawatir ketika Isabela terus bersama dengan Gala. Apalagi ketika dirinya melihat bagaimana kelakuan Gala sekarang. Laki-laki itu seperti tidak mempunyai rasa malu sama sekali. Apalagi ketika perempuan yang disewanya untuk malam ini datang mendekat dan merangkul pinggangnya. Gala sama sekali tidak memperlihatkan wajah risi seperti dulu. Lebih kepada menerima dan menikmatinya. "Aku dan Isabela tidak cocok. Kami berdua sudah putus!" Tandas Gala dengan tatapan seriusnya. "Kenapa dia selalu mempermasalahkan hal yang tidak penting seperti berapa banyak waktuku ketika tidak bisa bersama dengannya. Memangnya kegiatanku hanya untuk bersama dengannya? Mengantarkan dan menjemputnya pulang? Sekedar mendengarkan ceritanya tentang kehidupan kampusnya yang tidak nyaman. Menyebalkan!" Cerita Gala dengan tatapan meremehkannya. Arkana tersenyum hambar meskipun dia ingin sekali menghajar Gala. Dia menghela napas panjang, menatap Gala dengan tatapan seriusnya. "Hm, ... semoga harimu selalu menyenangkan." Ucap Arkana menanggapi apa yang Gala katakan kepadanya. Setelah itu, Arkana fokus untuk melayani beberapa orang yang memintanya untuk membuatkan minuman. Reaksi Arkana diluar ekspektasi Gala. Dia pikir, Arkana akan mengamuk—memperlihatkan siapa dirinya. Namun laki-laki itu malah tertawa dan mengatakan hal yang menurutnya menyebalkan. "Apa kamu benar-benar tidak marah atau merasa tersakiti karena Isabela dibuang begitu saja?" Tanya Gala lagi yang berusaha untuk memancing amarah Arkana. Arkana meletakkan sebuah gelas di depan Gala, menuangkannya alkohol ke dalam gelas itu perlahan. Padahal biasanya Gala tidak diperbolehkan untuk meminum minuman seperti itu. Arkana selalu mengajak Gala bicara, alih-alih untuk membiarkan Gala meminum minuman yang memabukkan karena dianggapnya tidak berguna. "Mari minum!" Tandas Arkana yang mengajak Gala untuk minum. "Dulu aku mengajakmu untuk bicara agar kamu tidak minum. Tapi kali ini, aku akan mengajakmu minum agar kita tidak bicara. Mudah, 'kan?" Arkana memulai dengan gelas pertamanya, meminum minuman yang telah dituangkannya tadi sampai tandas. Gala masih tidak bereaksi sama sekali dan membiarkan gelas itu tak tersentuh sama sekali. "Aku tidak pernah ikut campur dalam hubungan kalian. Aku tidak tahu jika hubungan kalian telah berakhir dan kamu merasa keberatan dengan apa yang Isabela minta. Aku tidak akan marah karena memang itu bukan hak- ku untuk marah. Memangnya aku siapa berhak marah dan kecewa? Aku mengenalmu bukan sebagai pacar atau mungkin mantan pacar dari Isabela. Tapi aku mengenalmu sebagai orang yang aku temui pertama kali di tempat ini dengan membawa banyak luka dan mau berbagi semua itu denganku. Aku senang karena kita berteman." Lirih Arkana sambil kembali menenggak minumannya. Gala terpaku namun dia berusaha untuk tidak tergerak. Mereka sudah sama-sama tahu bagaimana cerita pertemuan pertama kali mereka. Sehingga bagaimanapun akhirnya, Gala dan Arkana pernah mempunyai kisah yang indah. Bagaimana cara mereka berteman sampai pada akhirnya mengakhirinya dengan mudah! "Kalau begitu, mari saling menjauh. Aku tidak ingin bersama orang yang berhubungan darah dengan mantan pacarku. Aku bukan orang yang suka berhubungan dengan orang yang—" ucapan Gala terputus begitu saja dengan jawaban Arkana yang mengejutkan. "Aku tidak akan menghalanginya! Tidak perlu berteman lagi. Isabela juga tidak akan mengijinkan aku untuk berhubungan dengan orang yang sudah melukainya." Tandasnya dengan tersenyum dan menarik gelas yang sempat ditawarkannya kepada Gala dan memilih untuk meminum minuman di dalam gelas itu sampai tandas. "Isabela mungkin sangat mencintaimu. Aku pun merasakan bahwa kamu juga mencintainya. Tetapi bukankah lebih baik untuk saling melepaskan sebelum perasaan kalian semakin besar." Sambung Arkana sekali lagi. Gala mengepalkan tangannya, tetapi berusaha untuk tidak menunjukkan dengan jelas. Gala mundur beberapa langkah sambil menggandeng tangan perempuan yang sempat merangkul dirinya mesra tadi. Namun ucapan Arkana seperti menjelaskan semua yang diketahuinya. "Jangan pernah menyesal tentang perasaanmu sendiri. Karena akhir akan tetap menjadi akhir. Meksipun berusaha untuk melupakan perasaan itu, kamu akan terjebak ke dalam kubangan yang sama." Tandas Arkana memberikan senyuman lebarnya sekali dan mengedipkan sebelah matanya. "Isabela dan aku berbeda. Jika itu hanya untuk sekedar misi, lebih baik kamu berhenti atau tidak akan pernah bisa lagi." Sambungnya memperingatkan. Tentu saja Gala melangkah pergi meninggalkan Arkana yang terlihat puas karena sudah mengatakan apa yang dilihatnya selama ini. Barulah setelah itu, Arkana kembali fokus kepada pekerjaannya. Dia tidak akan terpengaruh atau terprovokasi kali ini. ~~~~~~~~~~ Bagi orang yang tengah putus cinta, dunia yang indah menjadi gelap dan tidak indah. Sama halnya dengan apa yang dirasakan Isabela selama sehari penuh. Dia tidak mood melakukan apapun. Bahkan dia merasa dunia yang selama ini dianggapnya indah dan bersahabat, tidak ubahnya duri tajam yang melukai tangannya. Dia termenung di depan jendela dengan tirai transparan yang menghiasi kamarnya. Matanya masih sembab, namun tidak tahu bagaimana dirinya nanti menutupinya dari Arkana. Terdengar pintu luar yang terbuka. Isabela buru-buru beranjak dari duduknya, membuka pintu kamar dan melihat Arkana sudah masuk ke dalam rumah mereka—menenteng sebuah plastik berlogo rumah makan seafood yang kebetulan buka 24 jam. Arkana membentuk lekukan dari bibirnya, memberikan senyuman menenangkan yang tidak pernah gagal membuat Isabela kembali tersenyum. Arkana meletakkan plastik yang dibawanya di atas meja, mendekat untuk memeluk Isabela. Awalnya dia biasa saja, sampai terdengar suara lembut Arkana yang menanyakan tentang keadaannya; membuatnya tumbang juga. Perempuan kadang mudah menangis ketika ditanya apakah dirinya baik-baik ketika dirinya tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. Isabela menangis kembali, seperti sudah tahu bahwa Arkana adalah tempat paling nyamannya untuk menangis atau berkeluh-kesah. Dia tidak peduli dengan bagaimana cara menghentikan air matanya. Namun semua itu lebih baik dibuang saat ini juga. Rasa sakit dan sesak yang ada dalam hatinya, perihnya dadanya sampai seluruh kenangan yang terus-menerus berputar di kepalanya menjadi rangkaian yang indah. Tentu saja Arkana yang mengelus kepala Isabela, memberikannya belain yang menenangkan dan mengucapkan kata-kata yang sekiranya membuat Isabela merasa lebih baik. Selama ini, Arkana lah yang selalu menjaga Isabela agar tidak terluka sedikitpun. Karena baginya, Isabela adalah dunianya. Perempuan itu adalah satu-satunya kebahagiaan yang selalu dirinya usahakan setiap harinya. "Semuanya baik-baik saja?" Tanya Arkana kembali dengan tatapan penuh perhatian kepada Isabela. Meskipun pertanyaan itu memang tidak pas ditanyakan kepada orang yang sedang bersedih. Namun itulah Arkana. Dia selalu bertanya tentang; apakah semua baik-baik saja? Hanya sekedar untuk memastikan bahwa Isabela tidak kesulitan selama ini. "Kakak sudah mendengarnya?" Tanya Isabela yang masih menatap Arkana. Laki-laki itu mengangguk sambil menghapus air mata Isabela yang masih membasahi pipinya. Arkana tidak pernah meminta Isabela untuk berhenti menangis ketika perempuan itu sedang sedih. Arkana akan terus menunggu sampai Isabela tenang dan hanya menghapus air matanya saja. Karena bagi Arkana, tidak masalah untuk menangis dan tidak apa untuk sesekali terlihat lemah di depan orang lain. "Sudah sedihnya?" Tanya Arkana kemudian ketika Isabela berusaha menghentikan tangisannya. "Kakak sempat membeli makanan untuk kita berdua. Bagaimana kalau kita makan sambil bicara. Sudah lama kita tidak bicara hanya karena Kakak banyak pekerjaan. Kamu bilang, Kakak berubah! Kakak tidak mau lagi mendengarkan cerita kamu. Tapi yang sebenarnya adalah Kakak saat itu lelah dan hanya ingin tidur saja. Menjadi dewasa menyebalkan!" Sambung Arkana yang memilih untuk jujur kepada Isabela tentang apa yang dirasakannya kemarin. Isabela tidak bereaksi, dia memilih untuk mendudukkan dirinya di atas sofa. Sedangkan Arkana berinisiatif untuk memindahkan makanan yang dibelinya ke piring yang ada di dapur. Setelah itu, Arkana menyediakan lagi makanan itu di atas meja. Memberi satu piring kepada Isabela yang masih tampak sedih. Namun terlihat dari wajahnya jika Isabela mulai sedikit membaik. "Kakak tidak datang ke apartement Kana hari ini?" Tanya Isabela kepada Arkana yang membahas soal Kana—padahal Arkana tidak seintens itu dengan perempuan itu. Tentu saja Arkana menggelengkan kepalanya dan memilih menikmati makanannya. "Apa Kana tidak marah atau kesal kepada Kakak karena Kakak sering mengabaikannya?" Tanya Isabela lagi. Arkana menghela napas panjang untuk kesekian kalinya, "hm, ... Kana bukan orang yang suka berhubungan lewat telepon. Kami juga sama-sama tahu kegiatan masing-masing. Jadi untuk apa setiap hari bertemu dan saling bicara menggunakan telepon. Lagipula, aku percaya padanya dan dia percaya padaku." "Apa Kakak seringkali bosan ketika mendengarkan Kana bercerita pada Kakak?" Tanya Isabela yang semakin membuatnya over thinking. Arkana yang sibuk memakan makanannya pun meletakkan kembali piringnya di atas meja, "aku tidak pernah bosan mendengarkan Kana bercerita. Karena terkadang, masalahnya yang berat tidak bisa dibagi dengan siapapun kecuali denganku." "Aku iri pada Kana yang mendapat pacar seperti Kakak. Pasti sangatlah menyenangkan memiliki pacar yang selalu senang mendengarkan cerita pacarnya setiap hari tanpa bosan." Sambung Isabela yang hanya bisa membandingkan dengan dirinya sendiri. Arkana menatap Isabela dengan tatapan seriusnya, "jangan pernah membandingkan dirimu dengan orang lain. Kamu juga beruntung karena mempunya Kakak seperti Kakakmu ini. Aku sudah bersama denganmu selama bertahun-tahun, sejak kamu lahir. Aku yang pernah menggantikanmu popok setiap hari dan merawatmu meskipun seadanya. Tapi kamu jauh beruntung karena terus bersamaku." Ucap Arkana yang meluruskan ucapan Isabela. Lalu tidak ada lagi percakapan diantara mereka. Isabela yang tidak menyentuh makanannya sama sekali dan Arkana yang fokus memakan makanannya karena lapar. "Kak," lirih Isabela kepala Arkana dengan takut-takut. Arkana menatap Isabela kembali, menunggu jawaban Isabela selanjutnya. "Apakah aku boleh belajar di rumah seperti dulu? Aku tidak mau kuliah di sana." Ucapan Isabela seperti kaset rusak yang membuat Arkana terdiam beberapa saat. Sebenarnya apa yang terjadi sampai akhirnya Isabela memilih untuk keluar? Bukankah ini yang diinginkannya? ~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD