KING terbangun dengan napas yang terengah-engah. Terlihat seseorang yang berdiri disampingnya, Big Boss, tengah melepaskan sarung tangan sterilnya dan menatap ke arahnya. King berusaha untuk mengumpulkan nyawanya yang berterbangan entah kemana. Kepalanya sedikit pusing, matanya berkunang-kunang, tetapi dirinya berusaha untuk tetap tenang agar akhirnya tidak pingsan lagi. King tidak mengerti mengapa dirinya di sini. Namun ingatannya tentang tembakan itu berputar di kepala. Seperti membuat rangkaian yang menyebalkan.
Ruangan ini adalah ruangan yang sama seperti yang pernah dirinya gunakan untuk mengoperasi orang yang saat ini berdiri disampingnya. Sontak King langsung bangun dari ranjang yang ditempatinya sebelum tangan orang itu memukul pundak bagian kanannya untuk kembali ke posisi semula, alias tiduran. King mengaduh kesakitan, untunglah bukan lengan kiri. Mungkin sudah menangis!
"Auw, ... sakit sekali. Kenapa tidak merawatku dengan lembut? Bahkan aku mengoperasimu dengan sangat baik dan berhati-hati." Ucap King yang memberikan sindiran kepada laki-laki disampingnya yang baru mengelap tangannya dengan tisu basah.
Big Boss menatap tajam ke arah King yang terus mengomel, "kamu bahkan jauh lebih sehat daripada apa yang aku pikirkan! Baguslah!"
King berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. Tentang kejadian yang baru saja menimpanya. Sebenarnya bukan bermaksud untuk sok menjadi pahlawan kesiangan untuk Beauty. Namun masalahnya, orang di dalam kamar hotel itu sudah mengeluarkan pistol yang mengarah langsung pada perempuan yang disukainya itu. Ah, dengan bodohnya King bukannya segera turun dan mengobati luka yang didapatkannya, dia malah memberikan pesan konyol yang memalukan sekali.
Entah apa yang akan Beauty pikirkan tentangnya. Padahal perpisahan yang dikatakannya terdengar sangatlah romantis dan mengharu biru. Dia tidak seharusnya hidup sekarang. Kenapa King begitu menyesal ketika tahu bahwa dirinya masih hidup dan dalam keadaan yang bisa dikatakan sehat! Tidak jauh beda dengan apa yang dikatakan Big Boss baru saja.
"Apa kita berhasil?" Tanya King kepada Big Boss dalam posisi tiduran di ranjang. "Aku bermimpi aneh tadi. Apa mungkin mimpi itu bisa menjadi kenyataan?" Sambungnya lagi.
Big Boss yang baru saja mencuci seluruh alatnya hanya bisa menatap King dan kembali menghela napas panjang. Mungkin, dia tak pernah merasa segagal ini dalam misi. Big Boss benar-benar kesal kali ini dan tidak tahu harus bagaimana. Sehingga dirinya memilih untuk tak menjawab saja.
"Kalian tidak menyalahkan Beauty, 'kan? Dia mungkin memang melihat perempuan itu menang—" ucapan King terpotong dengan tanggapan laki-laki yang seringkali mendengar semua pendapatnya itu.
Laki-laki itu, Big Boss, sepertinya memang sedang kesal. Terlihat jelas sekali di wajahnya. Bahkan sikapnya yang dingin semakin meyakinkan jika ada yang membuatnya sangat marah, kecewa, dan kesal. Big Boss memang bukan tipikal orang yang suka sekali meledak-ledak ketika marah. Tetapi sekalinya marah, semua orang akan takut padanya. Memang cerminan pemimpin yang patut dijadikan pemimpin; ditakuti sesekali dan menjadi teman selama misi.
King menatap langit-langit ruangan yang putih ditumbuhi bercak-bercak lumut, "Beauty memang salah! Tetapi aku baik-baik saja. Jangan membenci dirinya atau memarahinya karena hal ini. Aku masih hidup, 'kan, sampai saat ini?"
Big Boss tersenyum hambar sambil menatap tirai yang ada disampingnya lalu menariknya, memperlihatkan seseorang yang berada di dalam sana dengan keadaan yang lebih parah daripada dirinya. Kali ini, dirinya tidak bisa berkata apa-apa.
"Happy juga tertembak setelah dia menembak perempuan itu. Semua misi ini jebakan. Ada banyak ruang yang digunakan untuk mengintai kita. Mereka memancing kita keluar dan berusaha menghabisi kita. Untung Happy bisa berjalan keluar setelah menggendongmu untuk sampai di mobil. Aku tahu bahwa Happy juga terluka baru setelah kita semua sampai di ruangan bawah tanah. Keadaannya parah! Tapi semoga saja dia bisa melewati semuanya. Aku bukan seorang dokter. Mungkin penangananku juga tidak terlalu sempurna. Tapi aku berharap jika semuanya berhasil dan semua kemungkinan buruk tidak terjadi."
King memegang lengan kirinya yang terluka, baru saja diperban. Happy yang berada diseberang ranjangnya pun masih setia menutup matanya. Misi kali ini memang misi jebakan. Namun seharusnya mereka menjaga satu sama lain agar tidak ada yang terluka sama sekali. King pikir, jika hanya dirinyalah yang terluka. Tapi ternyata ada Happy yang mendapat luka lebih parah darinya.
Big Boss menarik sebuah kursi dan mendudukinya. Wajahnya tampak sangat lelah dan terlihat beberapa luka di punggung tangannya. King tidak tahu apa yang terjadi kepada tangan Big Boss. Bertanya tentang lukanya pun sepertinya hanya akan menjadi percuma. Apalagi ketika melihat raut wajah pemimpinnya yang tampak jengah dengan semua hal. Faktor utamanya tentu saja karena kegagalan mereka atau mungkin karena Beauty yang dianggap tidak konsisten.
"Aku tahu kamu menyukai Beauty. Tapi tidak dibenarkan jika saat ini kamu masih membelanya. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya, tapi aku tidak bisa mentolerir semua kecerobohannya kali ini. Jendela Kematian bukan hanya kelompok pembunuh bayaran yang tidak takut mati dan asal mengambil misi. Tapi kita mempertaruhkan kehidupan kita juga." Tandas Big Boss yang pada akhirnya kembali membuka pembicaraan tentang Beauty.
King menghela napas panjang. Dia pun bimbang. Namun apa yang Big Boss katakan memang benar. Tidak semua misi mereka ambil dan terus mempertaruhkan nyawa mereka hanya demi uang. Jendela Kematian memang mengedepankan keamanan mereka semua. Dan apa yang telah Beauty lakukan hari ini memang sangat fatal. Bisa jadi, Beauty yang akan kehilangan nyawanya sendiri karena kecerobohannya itu.
Tatapan mereka bertemu, "katakan padanya bahwa semuanya baik-baik saja. Tak perlu menyalahkan dirinya sendiri karena keadaan Happy. Ah, aku tidak tahu harus bicara seperti apa lagi padanya. Aku kehilangan kepercayaanku padanya. Dulu, dia begitu menjanjikan di kelompok. Tetapi semakin lama, dia semakin ceroboh dan melakukan segalanya sesuka hatinya. Tidak ada jika dia tidak melihatku sebagai pemimpin Jendela Kematian, tapi jangan sampai membahayakan diri orang lain."
"Tidak! Dia selalu mendengarkan apa yang kamu katakan. Bahkan kamu adalah inspir—" ucapan King pun terpotong begitu saja.
"Mendengarkan aku? Kamu mulai bercanda? Dia sudah dua kali tidak mendengarkan aku. Apakah mungkin karena dia merasa hebat dan bisa menyelesaikan semua masalahnya sendirian? Apakah dia ingin menjadi pemimpin Jendela Kematian?"
"TIDAK! HENTIKAN!" Bentak King karena tidak terima dengan ucapan Big Boss tentang Beauty. Walaupun membenarkan apa yang Big Boss katakan. Namun King tidak mau seorangpun mengatakan hal buruk tentang perempuan yang dicintainya itu.
Big Boss tersenyum sinis ke arahnya sambil menatapnya tajam, "ini hanya sebuah permainan, King. Orang yang begitu kamu cintai, belum tentu tepat di dunia nyata. Kamu bahkan terus mencintainya dan membelanya. Tapi jika Beauty benar-benar nyata, apa mungkin dia akan membelamu juga? Di dunia nyata tentunya? Belum tentu!"
"Aku tidak peduli dia mencintaiku atau tidak. Aku tidak peduli dia tahu aku peduli padanya atau tidak. Tetapi aku tidak bisa membiarkan orang lain yang tidak mengenalnya mengecap dirinya buruk! Aku juga tidak pernah mengenalmu dengan baik. Dan aturan tentang topeng sialan yang kamu buat ini lah yang membuat kita semua tidak saling mengenal. Bahkan Bear sampai mati pun tidak pernah tahu siapa teman-temannya." Sambung King kesal, meluapkan segalanya kepada Big Boss.
Big Boss berdiri dan menutup tirai yang menjadi pembatas antara King dan Happy, "kamu bisa terus membela orang itu. Aku tidak akan melarang! Tapi coba tanyakan kepada dirimu sendiri bahwa Beauty sepenuhnya benar? Dia hampir menghabisi nyawamu dan Happy. Bagaimana kalau itu terjadi? Kalian berdua mati dan tinggal kami berdua. Apakah kamu pikir, kami akan tetap hidup di atas kematian teman-teman kami sendiri? Kami melihat kalian berdua di televisi dan identitas kalian dibuka. Sampai akhirnya tidak ada yang mau menerima pemakan kalian! Sama seperti Bear. APA ITU YANG KAMU MAU?"
King mengepalkan tangannya dan berjalan meninggalkan ruangan itu dengan sesekali meringis karena menahan sakit.
~~~~~~~~~
Beauty menatap keluar jendela dan sesekali menarik napasnya kasar—terasa sangat sesak sekali hatinya ketika mendengar suara-suara yang terus memojokkan dirinya. Meski tidak ada yang menyalahkannya. Namun Beauty sadar diri ketika dirinya memang penyebab masalah dari beberapa masalah yang terjadi untuk Jendela Kematian. Meksipun teman-temannya mengatakan jika semua itu bukan salahnya, faktanya sendiri bahwa dirinyalah penyebab utamanya.
Awalnya memang berjalan baik dan tidak ada yang perlu untuk dirinya khawatirkan. Seperti biasa, Beauty selalu mengosongkan pikirannya. Memulai semuanya dengan fokus agar misi mereka berjalan lancar. Beauty bisa melihat dua orang yang masuk ke dalam kamar hotel. Lalu mereka berdua berjalan bersama menuju ke ranjang dan melakukan kegiatan layaknya suami-istri.
Semuanya berjalan dengan biasa saja, sampai akhirnya Beauty melihat air mata mengalir di pipi perempuan itu. Perempuan itu seperti tidak berdaya dan memohon kepadanya. Maka dari itu Beauty tidak tega untuk menarik pelatuknya, menembakkan pelurunya kepada perempuan itu. Namun pada akhirnya dirinyalah yang hampir mati karena tertembak jika King tidak memasang badan untuknya.
Karena kejadian itu, dua temannya terkena tembakan. King dan Happy yang terbaring di sebuah ruangan operasi yang dilakukan langsung oleh Big Boss karena perempuan itu pun tidak berani melakukannya kepada temannya sendiri. King sepertinya hanya terluka di lengan kirinya. Sedangkan Happy terkena sebuah tembakan yang lumayan fatal karena hampir mengenai organ tubuhnya.
"Sepertinya aku merasa lapar dan mie cup buatan seorang Beauty rasanya luar biasa." Ucap King yang duduk disamping Beauty dengan menatap perempuan itu yang tengah asik melamun.
Beauty mengalihkan pandangan matanya ke arah King, "kamu tidak apa-apa? Lukamu bagaimana? Kamu harus banyak beristirahat jika tidak mau lukamu infeksi."
King menggenggam tangan Beauty yang berusaha memeriksa lukanya. Laki-laki itu tersenyum menatap wajah Beauty yang tampak memerah karena sehabis menangis.
"Kenapa harus menangis? Kamu terlalu lucu dengan wajahmu yang memerah seperti tomat begitu. Apa kamu tidak lelah menangis? Bahkan aku sangat malu ketika tahu masih hidup." Lirih King yang akhirnya mulutnya ditutup oleh Beauty dengan telapak tangannya.
"Jangan bilang begitu!" Tandas Beauty setelah melepaskan telapak tangan kanannya yang menutup mulut King rapat-rapat.
King menghela napas panjang dan menatap Beauty yang tampak sangat menyesal. Apalagi King sendiri tahu bahwa apa yang terjadi memang kurang lebih karena Beauty. Tetapi pastinya Beauty tidak mengharapkan semua itu—kematian Bear ataupun luka King dan Happy.
"Tidak ada yang menyalahkan kamu dalam masalah apapun. Kamu tahu Big Boss, 'kan? Dia sangat kagum padamu. Dia juga peduli padamu. Jangan pernah menganggap bahwa Big Boss membencimu atau berubah padamu. Dia hanya kecewa karena dia tidak tahu bagaimana perasaan kamu selama ini. Maaf karena aku membuat kamu kesulitan. Harusnya aku tidak terluka juga." Sambung King memberikan pengertian.
Walaupun begitu, Beauty masih merasa bahwa dirinya melakukan kesalahan besar. Dia menyalahkan dirinya karena kegagalannya sendiri. Seharusnya dia bisa melakukan apa yang sudah menjadi misi mereka dan tidak mengundang kecurigaan orang lain sehingga melukai temannya yang lain. Meskipun perempuan yang dia lihat menangis atau terlihat kasihan sekalipun. Seharusnya dia tidak merasa perlu memikirkannya.
"Aku melihatnya menangis! Jadi aku mengurungkan niatku untuk menarik pelatuk. Tetapi aku tidak berpikir sama sekali bahwa semuanya akan berdampak pada kelompok kita. Aku benar-benar bodoh!" Ucap Beauty sambil terus menyalahkan dirinya sendiri.
King kembali menggenggam kedua tangan Beauty, "sepertinya, ini misi jebakan. Big Boss juga mengatakan hal yang sama. Hanya saja, kita tidak bisa menganalisisnya sekarang dan harus menunggu beberapa hari. Setidaknya sampai Happy pulih. Karena segala macam informasi hanya bisa diakses oleh Happy. Kita tidak canggih sama sekali. Tapi mungkin, kamu lebih unggul untuk membuatkanku mie cup."
Perempuan itu tersenyum karena mendengar ucapan King yang terus memintanya untuk membuatkan mie cup. Beauty beranjak dari duduknya dan membuatkan dua mie cup yang langsung diseduhnya dengan air panas. Setelah beberapa saat, dia memberikan satu mie cup itu pada King. Dan satunya lagi diberikan kepada seseorang yang saat ini berada di dalam sebuah ruangan yang dijadikan untuk tempat operasi.
Dengan ragu, Beauty mengetuk pintu dengan pelan. Seseorang menatap dirinya dari balik pintu tanpa bergerak sama sekali. Beauty pun tanpa meminta ijin sama sekali langsung masuk ke dalam dengan membawakan mie cup yang sudah dibuatkannya untuk laki-laki itu.
Big Boss menatap kehadiran Beauty yang membawakannya mie cup dan berusaha untuk tersenyum.
"Aku tidak lapar!" Tandas Big Boss kembali dengan tatapan malasnya. Sebenarnya dia sudah tidak marah lagi. Namun kekecewaan itu tidak bisa hilang begitu saja.
Beauty meletakkan mie cup itu di atas meja dengan tersenyum tipis, "aku akan meletakkannya di atas meja. Mungkin kalau kamu lapar, bisa memakannya. Kalau tidak ingin makan mie cup, aku akan mencari makanan lain untuk kita semua. Maaf karena aku tidak bisa—"
Ucapannya terpotong begitu saja dengan jawaban Big Boss, "aku tidak ingin bicara apapun. Bisakah kamu keluar sekarang? Aku sangat lelah hari ini dan aku tidak ingin berdebat dengan siapapun. Kita bisa bicara tentang masalah ini lain kali. Lebih baik kamu dan King pulang. Biarkan aku yang menunggu Happy sendiri di sini."
Dengan berat hati, Beauty akhirnya keluar karena tidak mau membuat Big Boss semakin kesal karenanya. King yang mendengar pun hanya bisa diam sambil memakan mie cup itu. Sebenarnya dia tidak tega dengan Beauty. Namun dia juga tidak bisa memaksa Big Boss untuk mengerti. Jadi lebih baik dia tetap berada di tengah-tengah. Tidak membela siapapun atau menyalahkan siapapun.
~~~~~~~~~~