BAB 48 | Ledakan Besar

2108 Words
SEBUAH sketchbook tergeletak di atas meja makan. Arkana mengambilnya dan melihat ada nama Isabela yang tertulis di sampulnya menggunakan tinta warna emas dengan huruf yang sangat cantik. Mungkin, Isabela lupa membawanya karena terlalu senang. Perempuan itu sudah masuk kuliah hari ini, pindah dari kampus lamanya yang menggunakan sistem daring ke kegiatan yang dilakukan secara langsung. Isabela sibuk mengoceh tentang kampus barunya, meskipun belum berangkat. Perempuan itu sangat antusias karena beberapa tahun ini, dia hanya homeschooling saja. Sekarang, Arkana lah yang harus sibuk membuatkan sarapan atau membersihkan peralatan makan mereka—meminta Isabela untuk segera berangkat. Arkana kembali menjadi seorang Kakak yang selalu bertanggungjawab kepada adiknya, kali ini urusan memasak, mencuci piring, dan membersihkan rumah. Isabela membantu ketika pulang dari kuliah, itu saja jika tidak lelah. Arkana tidak mau adiknya merasa terbebani dengan pekerjaan rumah. Sebenarnya, Arkana ingin meminta seseorang untuk membersihkan rumahnya selama dirinya atau Isabela tidak berada di rumah. Namun terlalu berbahaya karena Arkana tidak mau banyak orang tahu tempat tinggalnya. Kadangkala, dia masih was-was dengan orang yang pernah datang dan melukai Isabela, itu pelajaran yang sangat penting untuknya. Sekarang dia lebih hati-hati dan memasang CCTV di beberapa sudut rumah tanpa terkecuali. Dia berharap bisa melindungi Isabela lebih baik lagi ketika dirinya tidak ada di rumah. Sebelum membawa tempat makan mereka ke wastafel dan mencucinya, Arkana membuka sketchbook milik adiknya itu dan melihat lukisan apa saja di sana. Beberapa lembar hanya menampilkan gambar kerumunan orang, ada gambar Arond ketika tersenyum dan menatap ke arah Isabela, ada juga beberapa gambar Gala yang digambar dari belakang, dan yang membuatnya terkejut adalah gambar seseorang yang tengah membuat kopi. Apakah Isabela menggambar orang ini? Dengan sigap, Arkana memotret gambar sosok seorang laki-laki yang tengah membuat kopi. Jika tidak salah menebak, pasti orang yang digambar Isabela adalah orang yang sama yang berada di kedai kopi biasanya. Tanpa basa-basi, Arkana langsung menaruh alat makan dan gelas yang kotor ke wastafel. Arkana pun tidak langsung mencucinya seperti rencana awal. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya dan mengambil jaket untuk segera pergi. Tidak lupa dengan peralatan yang ada di dalam tasnya. Arkana menatap ke arah sekeliling, memastikan jika tidak ada orang yang tengah membuntutinya. Walaupun dia merasa aman, namun Arkana selalu waspada. Dia tidak tahu apa ada orang yang mengetahui siapa dirinya atau tidak. Jadi, berhati-hati memang sangat diperlukan. Namun dari arah belakang, ada seseorang yang tengah berada di dalam mobil, menunggu Arkana untuk keluar dari rumahnya. Mobil itu berjalan pelan, mengikuti langkah Arkana. Laki-laki itu berjalan cukup jauh, memasuki gang sempit dan membuat orang itu mau tidak mau menghentikan mobilnya. "Kemana dia?" Tanya orang itu kepada dirinya sendiri setelah turun dari mobil, mengamati gang sempit itu di mana Arkana melewatinya tadi. Karena tidak menemukan siapapun, akhirnya laki-laki itu kembali masuk ke dalam mobilnya. Menutup pintu mobilnya rapat-rapat dan memasang seat belt sebagai pengaman. Laki-laki itu terdiam beberapa saat ketika ada sesuatu yang mengganjal hatinya, dia sadar bahwa dirinya tidak sendiri, melainkan ada orang lain yang berada di dalam mobilnya. "Bergerak sedikit saja, membuatmu dalam bahaya." Tandas Arkana saat laki-laki itu hendak mengambil senjata yang berada di dalam jas hitam yang dikenakannya. Laki-laki itu menghela napas panjang, berusaha untuk menetralkan detak jantungnya yang tidak wajar. Sudah dirinya duga bahwa misi ini tidaklah mudah. Apalagi dirinya berurusan dengan seseorang yang disebut oleh bos- nya sebagai salah satu anggota dari kelompok bernama Jendela Kematian. Para kelompok penjahat sedang gencar membicarakannya, berusaha mencari tahu siapakah orang-orang yang berada dibalik nama besar yang disembunyikan itu. Kelompok elite yang memiliki harta benda yang banyaknya tidak karuan. Walaupun terlihat tenang, namun terselip rasa takut karena sesuatu di mobilnya. Arkana bahkan sangatlah tenang, duduk di jok belakang dan menatap laki-laki itu dari kaca yang menggantung di depan. Matanya yang tajam, raut wajahnya yang tegas, membuat laki-laki itu yakin bahwa Arkana memang benar-benar salah satu diantara mereka. "Aku membuat bom rakitan dalam waktu singkat. Aku membawanya kemana-mana untuk antisipasi. Aku juga pandai merusak kamera atau memanipulasi pembunuhan sebagai sebuah kecelakaan tunggal. Hanya karena kamu mengetahui siapa aku, tidak akan pernah mengintimidasi sama sekali." Tandas Arkana yang mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya dan menjepitnya diantara bibirnya. Asap mengepul memenuhi ruangan yang ada di dalam mobil. Laki-laki itu terbatuk-batuk dengan wajah yang memerah. Arkana tersenyum lagi, tidak ingin menjelaskan efek yang ditimbulkan dari rokoknya tersebut. Sedangkan laki-laki itu tidak henti terbatuk-batuk. "Kamu harus menahannya jika tidak ingin mati sia-sia. Lagipula, sesuatu yang kamu cari tidak berada di sini. Sesuatu itu berada di tempat aman! Tidak ada yang datang kesana atau menemukannya selain aku. Tetapi, aku tidak berniat datang. Jadi kamu bisa menunggunya di alam baka! Aku juga akan menghabisi orang itu sama seperti aku menghabisi dirimu." Ucap Arkana lagi. Namun tanpa diduga-duga, laki-laki itu menekan tombol darurat dengan cepat dan melompat dari mobilnya. Laki-laki itu melindungi dirinya di dekat got, tiarap sambil melindungi kepalanya. Sedangkan Arkana yang berada di dalam mobil hanya bisa tersenyum. "Menyenangkan sekali menyaksikan orang bodoh yang terjebak dengan permainannya sendiri. Kamu tahu, bom yang asli bisa jadi meledak di tempat lain. Aku seperti Tuhan yang bisa mencabut nyawa orang lain sesuka hati. Karena mencabut nyawamu tidak menyenangkan khususunya saat ini. Aku akan menundanya sampai aku ingin melakukannya." Ucap Arkana yang baru saja keluar dari mobil laki-laki itu dan meninggalkannya begitu saja sambil tertawa-tawa. Laki-laki itu bangkit dari posisi tiarapnya, menatap mobilnya yang tidak meledak seperti apa yang Arkana katakan. Dengan sangat hati-hati, laki-laki itu mencoba mengecek semua mobilnya dan menggunakan alat pendeteksi benda asing, namun tidak ada satupun yang ditemukannya. Sehingga laki-laki itu bermaksud untuk masuk kembali ke mobilnya. Panggilan-panggilan penting masuk ke ponselnya, membuatnya sedikit kesal karena harus mengangkatnya dan berusaha terlihat baik-baik saja. Padahal dirinya terluka di sana-sini karena melompat dari mobilnya yang untungnya berhenti. Matanya pun terasa perih karena asap rokok yang masih melekat di dalam mobilnya, bahkan ketika dirinya membuka kaca sekalipun, asap rokok itu seperti terperangkap di dalam mobilnya. Membuat dadanya sesak! Laki-laki itu tidak mengabaikan panggilan dari orang yang terus meneleponnya, dia hanya fokus mengemudi untuk kembali ke markasnya untuk membicarakan tentang misi selanjutnya karena Arkana sudah mengetahui rencana mereka semua. Bisa jadi Arkana pun akan melacak siapa dalang utama yang telah mengganggu hidupnya. Lalu bagaimana nasib mereka saat Arkana tahu tentang orang-orang yang terus mengintainya? Apakah Arkana akan membiarkan begitu saja? Tentu saja Arkana akan berbuat sesukanya. Lalu, ... bagaimana dengannya yang sudah ketahuan terlebih dahulu? Tinggal satu belokan lagi, dirinya sampai di markas yang digunakan teman-temannya berkumpul menjadi satu. Mereka adalah salah satu dari banyaknya kelompok penjahat yang menganggap bahwa Jendela Kematian adalah saingan terbesar mereka sebagai geng yang ditakuti oleh semua kelompok penjahat. Namun, apakah semua itu masih berlaku sampai sekarang? Ketika semua orang mengenal Jendela Kematian yang merupakan kelompok elite pembunuh bayaran? ~~~~~~~~~ Gala keluar dari mobilnya, menatap gedung tinggi di mana seseorang itu memintanya bertemu. Gala malas—menyebut namanya atau memanggil orang itu dengan sebutan Kak atau Kakak. Dia lebih senang menyebut orang itu dengan kata lain seperti kamu. Sebenarnya, dia juga malas untuk datang ke gedung ini. Gedung yang dihindarinya selama ini. Gedung yang merupakan tempat perusahaan ilegal itu dijalankan. Gedung itu tidak sama dengan gedung putih. Namun gedung itu tidak ada bedanya dari gedung putih. Intinya, gedung putih memiliki kendali penuh namun berkedok sebagai perusahaan legal. Namun untuk perusahaan yang satu ini, memang benar-benar perusahaan yang bergerak di bidang ilegal dan tentunya selalu mendapatkan hak istimewa dari pemerintah karena memberikan sogokan yang tentunya juga istimewa. Gala memang jahat! Dia berusaha untuk mengikuti jejak keluarganya sebagai keluarga penjahat. Tetapi ada sisi lain yang tidak dimiliki Gala dari keluarganya; sisi kebaikan. Seluruh darahnya tidak kotor, ada setitik darah bersih yang mengalir di tubuhnya. Dia harus berusaha menjadi jahat karena terluka dan tidak mempunyai pilihan lain. Dia hanya membuktikan diri bahwa dia juga keturunan seorang Prada yang tidak terima dengan kematian sang Ayah yang menyedihkan. Tapi pertanyaannya adalah; apakah Gala tidak merasa bahwa dirinya saat ini berada di jurang kesalahan yang tidak disukainya? Dia seperti tidak berusaha untuk meluruskan hatinya. Dia hanya mengikuti instingnya saja. Bahwa dirinya pantas membenci seseorang tanpa tahu alasannya. "Selamat pagi, Tuan Gala. Anda sudah ditunggu oleh Tuan—" ucapan salah satu bodyguard yang berada di depan pintu masuk dipotong oleh Gala begitu saja. "Aku akan masuk sendiri. Tidak perlu mengantarkan aku sampai ke dalam. Minta semua orang yang mengikuti aku untuk pergi. Aku tidak suka jika ada yang mengikutiku kemanapun. Memangnya aku anak kecil yang selalu diikuti?" Sindir Gala dengan raut wajah kesal. Bodyguard itu hanya menundukkan kepalanya, "maafkan saya, Tuan. Tapi Tuan— em, ... Kakak Tuan yang telah meminta kami untuk mengawasi dan mengikuti kemanapun Tuan pergi." Sebelum emosinya meledak-ledak, Gala memilih untuk masuk ke gedung itu untuk menemui sang Kakak yang membuatnya hidup dalam kesulitan. Selain karena beberapa bodyguard yang ketahuan mengikutinya, tugas untuk terus berada disisi Isabela dan terlihat mencintainya juga PR yang membuatnya ketakutan sendiri. Ya, awalnya Gala biasa saja. Namun apa ke depannya Gala bisa terus menahan perasaannya? Apakah kira-kira dia tidak akan jatuh pada perasannya sendiri? Mengingat Isabela yang begitu manja padanya. Helaan napas panjang terdengar keluar dari bibir Gala. Dia masuk ke dalam ruangan di mana Kakaknya sedang menunggunya. Laki-laki itu tersenyum menyambut kedatangan Gala, memeluk adiknya meskipun tidak terbalas sama sekali. "Apa yang ingin kamu katakan padaku?" Tanya Gala to the point setelah Kakaknya itu melepaskan pelukannya. "Bagaimana kalau kita merayakan keberhasilan kita? Hari ini adalah hari yang sangat-sangat cerah jika semuanya benar-benar sampai terjadi." Sambungnya yang membuat Gala mengerutkan keningnya bingung. Laki-laki itu hanya tersenyum lebar dan kembali memeluk Gala dengan penuh rasa senang. "Aku mengirimkan seseorang sebagai hadiah untuk orang yang membunuh Papi kita. Aku mengirim pembunuh bayaran juga. Kamu tahu kelompok Naga merah, bukan? Dia yang paling terkenal dan mereka tidak suka ada kelompok lain yang lebih unggul dan tangguh dibandingkan mereka. Jadi, kami bekerjasama! Aku memberikan identitas salah satu anggota Jendela Kematian dan aku tinggal menunggu kematian Arkana. Menyenangkan, bukan?" Tandas laki-laki itu dengan wajah sumringahnya. Naga merah memang salah satu kelompok penjahat yang memiliki markas dengan gedung besarnya—tentunya sangat disegani. Bahkan mereka berkawan dengan polisi, pejabat, dan pemerintahan pusat. Mereka yang pro dengan kelompok itu karena tidak ingin kehidupan mereka diganggu dan mendapatkan masalah karena mengusik kelompok penjahat itu. Kemunculan Jendela Kematian di publik, sempat membuat kelompok penjahat lain geram. Mereka tidak tahu bahwa ada kelompok lain yang ternyata disebut sebagai kelompok elite yang seringkali digunakan jasanya oleh orang-orang penting. Mereka hanya ingin tahu bagaimana cara mereka melakukan kejahatan dan tentunya kelompok itu harus masuk dalam komunitas yang harus Naga merah ketahui. Sayangnya, ketua dari Jendela Kematian tidak peduli dengan adanya kelompok penjahat lainnya! Dia tidak akan pernah peduli. "Apa menurutmu, ... Arkana akan terbunuh begitu saja? Kamu seperti memberikan umpan yang jelas pada seseorang yang ahli bermain strategi. Arkana bukan orang biasa. Dia bisa mengambil keputusan sesuai dengan apa yang dia yakini. Kamu pikir, ini akan semudah yang kamu kira? Aku pikir, kamu pintar menggunakan peluang. Ternyata rencana yang kamu buat, mentah semuanya." Sambar Gala dengan serius. Laki-laki itu mengerutkan keningnya bingung, "apa maksudmu? Kamu tidak akan mengerti karena kamu tidak bisa merelakan bahwa temanmu adalah seorang pembunuh bayaran." "Jika Arkana memang anggota dari Jendela Kematian, dia akan mencari cara lain untuk melenyapkan terlebih dulu orang yang akan melenyapkan dirinya. Arkana mempunyai pikiran yang cerdas, tatapan mata yang tajam, dan kepekaan kepada sekitar yang begitu tinggi. Jika kamu memancing dirinya untuk keluar meninggalkan persembunyiannya, maka perangnya baru saja dimulai." Ucap Gala yang semakin tidak dimengerti oleh laki-laki itu. Laki-laki itu berusaha menelepon seseorang yang katanya mengawasi Arkana. Namun tidak kunjung juga diangkat. Lalu dia menelepon kantor dari kelompok Naga merah, hanya untuk memastikan bahwa semuanya baik-baik saja. "Tenanglah! Orangku akan segera menyelesaikan semuanya. Aku akan memastikan bahwa semuanya aman seperti kesepakatan awal kit—" DUARRRR!!!! Sebuah ledakan keras terdengar di telinga laki-laki itu. Ledakannya pun tidak hanya terdengar satu atau dua kali, namun berkali-kali dan secara terus-menerus. Ponselnya terjatuh begitu saja, membentur lantai dan pecah berkeping-keping. Matanya membulat karena tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Tentu saja Gala tahu apa yang terjadi dari tatapan Kakaknya itu. "Aku sudah mengatakannya sejak awal. Jendela Kematian tidak akan tinggal diam ketika temannya mati mengenaskan dan dipertontonkan di depan publik. Semua siaran langsung yang kamu lakukan itu, hanya akan memprovokasi mereka menjadi lebih berani, lebih kuat, lebih tegar, dan lebih menyeramkan dari biasanya. Mereka seperti virus yang akan terus bermutasi dan akhirnya berevolusi. Aku tahu ritmenya seperti apa. Tapi kamu tidak mendengarkan aku! Ini baru permulaan. Mereka akan terus membuat kehebohan dan kesakitan karena terluka. Rencanamu terlalu mentah! Tidak sebanding dengan ledakan kemarahan mereka yang akan lebih menakutkan." Gala hanya berdiri diam, tidak tahu apa yang harus dilakukannya selain menatap Kakaknya yang terlihat gusar. Arkana memenangkan pertandingan kali ini. ~~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD