SEBUAH mobil sport melaju cukup kencang ke sebuah gedung dengan desain mewahnya. Pilar-pilar tinggi dengan sebuah air mancur di depan gedung itu, menambah kesan unik. Beberapa laki-laki berjas hitam yang diketahui adalah para bodyguard itu membukakan pintu mobil sport tersebut. Dan, muncullah seorang laki-laki berkumis dengan setengah wajahnya yang terbakar. Mereka sedikit kaget, namun tidak berani berkomentar. Mereka langsung mengantar si pengemudi mobil untuk masuk ke dalam sebuah ruangan yang berada di lantai paling atas. Sebuah ruangan pemilik gedung itu.
Pintu kayu terbuka, menampilkan seorang laki-laki dengan setelan jas rapinya. Tuan El, begitulah mereka memanggilnya. Laki-laki yang paling dikenal sebagai orang paling licik di sini. Dia selalu bermain dengan sangat cerdas dalam setiap persaingan bisnis yang dirinya inginkan. Seperti berulang kali mempermainkan seorang Prada—pembisnis ilegal—yang sama liciknya seperti dirinya.
Big Boss tersenyum segaris. Dia tak berniat untuk memberikan senyuman sebenarnya. Namun, karena orang di depannya adalah klien penting yang sudah menghubungi Jendela Kematian, maka dia harus memberikan servis yang baik. Salah satunya adalah senyuman. Benar, bukan?
El mengibaskan tangannya untuk meminta beberapa bodyguard yang masih berada di ruangannya untuk keluar. Mereka memberikan hormat singkat lalu menutup pintu bercat putih itu dengan sangat pelan. Big Boss masih berdiri dengan tangan yang disilangkan di depan d**a. Menunggu El membuka pembicaraan dan mengatakan apa yang dirinya inginkan. Apakah akan membunuh atau sekedar bermain-main sebentar untuk membuat kapok? Pasti sangat seru jika melihat orang-orang licik seperti Prada kebingungan dengan apa yang terjadi nanti.
"Duduklah," ucap El mempersilakan Big Boss untuk duduk.
Dengan santai Big Boss memilih untuk berjalan-jalan di ruangan itu. Melihat beberapa barang mahal yang diletakkan El di dalam ruangannya. Sebuah jendela besar dengan view yang bagus pun menjadi fokus utama dari Big Boss saat ini. Dia tahu sekali latar belakang pembangunan gedung ini. Big Boss menamai gedung ini sebagai gedung berdarah. Di mana banyak orang yang dikorbankan dalam pembuatan gedung ini. Lagi-lagi, dalangnya adalah orang kaya yang berada di balik meja itu. Orang yang sama yang memintanya untuk datang kesini.
"Gedung ini lebih elegan dan mahal jika sudah dibangun seperti ini. Tak mirip lagi dengan perkampungan kumuh seperti beberapa tahun yang lalu. Apakah gedung ini berhantu?" Sindir Big Boss dengan senyuman liciknya.
El menuangkan minuman beralkohol ke dalam gelasnya, "kau tahu, semua ini hanyalah seni dalam bisnis. Jika aku tidak berani mengambil resiko, maka orang lain yang akan mengambilnya. Benar, bukan?"
Big Boss mengalihkan pandangan matanya ke arah El yang dengan santainya meminum minuman itu dengan sekali tenggak. Benar-benar orang yang sulit sekali untuk disingkirkan, pikir Big Boss. El terlihat sebagai seorang pembisnis yang mempunyai pengaruh besar dalam pasar bisnis. Namun dibalik itu semua, mereka tidak tahu betapa brengseknya laki-laki itu dalam mendapatkan apa yang dirinya inginkan. Berbagai macam cara haram dilakukan untuk mendapatkan apa yang dirinya inginkan. Salah satu contohnya adalah menghubungi pembunuh bayaran.
"Jadi, apa yang ingin Tuan berikan kepada kami?" Tanya Big Boss yang sudah mengambil alih botol minuman milik El. Laki-laki itu lalu meminumnya dengan cepat. Membuat El kagum dengan cara minum seorang Big Boss.
"Wah, kau menakjubkan sekali!" Puji El dengan bertepuk tangan. "Andai saja aku tahu identitasmu, kita bisa pesta minuman seperti ini setiap hari. Kita juga bisa menikmati malam dengan para gadis-gadis yang cantik. Apa kau tertarik?" Sambungnya.
Big Boss menggeleng, "aku tidak pernah tertarik dengan minuman ataupun perempuan. Aku hanya tertarik pada uang."
"Hahaha... Kau benar-benar sangat jujur, Big Boss. Begitu 'kan caranya memanggilmu?" Tanya El setengah mabuk.
Big Boss mendekat, menarik kerah kliennya dengan kesal. Mendorong laki-laki itu sampai terjungkal di sofa yang berada di ruangan itu. El tidak marah, dia hanya tertawa pelan.
"Sudah-sudah, cukup dengan acara main-main kita hari ini. Aku sudah mempersiapkan semua datanya. Kau bisa melakukan observasi bersama komplotanmu Minggu depan. Karena Minggu ini, Patra sedang berada di luar kota. Kau bisa merancang rencana untuk menyingkirkan Patra, Bukan?" Tanya El menampakkan wajah kesalnya.
"Kau kirimkan saja semua datanya, aku akan mengeceknya ketika sampai di markas." Perintah Big Boss yang berdiri dari tempat duduknya. "Jika sudah selesai, aku akan pergi sekarang." Sambungnya.
El mengangguk, "aku akan langsung memberikan uang mukanya. Kedua bodyguard-ku akan membawakannya untukmu."
"Baik, aku bisa pergi sekarang!" Pamit Big Boss yang berjalan menjauh.
"Oh iya..." Ucap El sebelum Big Boss pergi. "Buatlah kasus itu seperti layaknya bunuh diri." Sambungnya.
"Ya!"
Setelah itu, Big Boss pergi dengan membawa uang yang berada di dalam koper. Dia melaju dengan mobilnya ke sebuah tempat, markas Jendela Kematian. Markas mereka berada di dalam sebuah ruangan bawah tanah yang ada di dalam sebuah diskotik. Tidak ada yang tahu karena tempat ini sangat rahasia.
Big Boss membuka pintu markas mereka, lalu mendekat ke arah keempat temannya yang sedang mengamati data yang baru saja dikirimkan oleh El. Mereka juga mengamati sebuah ruangan dari monitor yang lainnya.
"Apa kau mendapatkannya, Happy?" Tanya Big Boss yang memberikan senyuman liciknya.
Happy mengangguk, "kau sangatlah jenius!"
"Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Tanya Beauty menyela.
"Apa alat pendeteksi lokasi kita berfungsi?" Tanya Big Boss sambil meraih gelas kopinya yang isinya sudah dingin.
Lagi, Happy mengangguk.
Tidak lama kemudian, alat yang dimaksud Big Boss masuk ke dalam ruangan mereka. Mereka langsung melihat rekaman ruangan yang mereka inginkan beserta dengan jendela-jendela yang ingin mereka gunakan sebagai eksekusi. Mereka pun akhirnya bisa melihat secara langsung bagaimana bentuk dari menara tua yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Ada sebuah lonceng di atasnya dan beberapa anak tangga yang sangat kotor. Dilihat dari layar saja sudah kelihatan sangat menyeramkan. Entah apa yang dirasakan warganya dulu ketika di tempat itu dijadikan aksi penumbalan manusia.
"Kita bisa melakukan observasi ke menara itu dan kita juga perlu datang menyusup ke tempat Patra. Tapi aku masih memikirkan strategi macam apa yang harus kita lakukan untuk bisa memberikan obat pelumpuh sistem syaraf yang dibuat Bear untuk Patra." Ucap Big Boss mengamati kertasnya.
Mereka pun hanya terdiam sambil berpikir. Sampai Happy menemukan sesuatu dari data yang sudah diretasnya dari beberapa tempat. Sebelumnya Happy sudah memperlihatkan semuanya kepada Big Boss yang berada disampingnya.
"Beauty, peranmu sangat diandalkan saat ini." Ucap Big Boss yang membuat mereka langsung menoleh ke arahnya.
Beauty mengerutkan keningnya lalu mendekat ke arah Big Boss, "apakah aku harus menggodanya? Seperti yang selalu aku lakukan pada misi sebelumnya?"
"Sepertinya Patra mulai berkhianat kepada Prada. Catatan hitamnya yang ditutupi rapat-rapat pun terungkap juga." Senyum Happy membuat Beauty, King, dan Bear yang sedang berkutat dengan rumus-rumus pun spontan menatap ke arahnya.
Happy menatap semua rekannya dan memperlihatkan apa yang dirinya dapatkan, "setelah meretas beberapa sistem data. Akhirnya aku bisa mendapatkan informasi yang jauh lebih penting dari apapun."
"Mereka benar-benar tidak tahu jika ada peretas handal dalam kelompok kita," ucap King sambil bertepuk tangan.
"Mereka bodoh," sahut Beauty menampakkan senyum liciknya. "Jendela Kematian selalu punya banyak cara untuk membongkar semua keterkaitan itu, bukan?" Sambungnya.
Big Boss mengangguk, "kau bisa memulai melakukan tugasmu sekarang, King. Kau tahu apa yang harus kau lakukan, 'kan?"
"Tentu saja! Itu adalah tugas yang paling aku tunggu," ucap King dan berjalan menjauh dari keempat temannya untuk melakukan tugasnya.
"Apa rencanamu sekarang, Big Boss?" Tanya Bear yang baru ikut nimbrung setelah selesai dengan rumusnya.
Big Boss tersenyum tipis, "rencana gila sedang penuh di dalam kepalaku. Aku akan membuat skemanya dan nanti kita bisa diskusikan bersama. Rencana ini akan sangat berhasil, karena kita tahu kelemahannya."
Beauty mengangguk, "jadi, kau mau aku melakukannya?"
"Tentu, kau dan King." Jawab Big Boss sambil melirik ke arah King yang berada di pojokan ruangan, sibuk dengan perkakasnya.
"Kenapa harus dengan King?" Tanya Beauty penasaran.
Bear dan Happy menyenggol lengan Beauty secara bergantian, bermaksud untuk menggodanya. Mereka tentu saja tahu bagaimana King berusaha untuk mendekati Beauty padahal mereka tidak saling melihat wajah satu sama lain. Terlihat jelas King sangat menyukai Beauty semenjak mereka sering bertemu, dulu.
"Kami hanya teman," jawab Beauty memberikan tanggapan. "Lagipula, King belum tahu wajahku yang sebenarnya. Aku tidak secantik dan semanis yang King katakan. Semua ini hanyalah topeng! Kami sudah berjanji sebelum masuk Jendela Kematian, harus memakai topeng." Sambungnya.
Big Boss menepuk pundak Beauty beberapa kali, "kau tahu, aku tidak bermaksud menghalangi kalian satu sama lain untuk melihat wajah. Tapi aku tidak mau identitas satu sama lain terbongkar. Jika kita semua sudah tahu identitas masing-masing, aku tidak yakin jika bisa profesional seperti sekarang. Kedekatan kita pun bisa menjadi bumerang untuk kita sendiri. Jadi, berhati-hati lah."
Mereka mengangguk mengerti. Big Boss selalu memberikan pengertian jika pekerjaan mereka adalah sebuah pekerjaan yang sangat berbahaya. Jika sampai identitas mereka bocor sedikitpun, maka tamatlah riwayat mereka. Maka dari itu, Big Boss memberikan kebijakan seperti ini.
"Misalkan suatu saat nanti, jika aku tertangkap atau aku terbunuh karena misi kita. Setidaknya aku tak pernah melibatkan kalian. Kita satu tim, tapi aku tidak setuju jika kita bertanggung jawab atas nyawa yang lain. Jadi, jaga nyawa kalian sendiri-sendiri. Seperti yang selalu aku tekankan kepada kalian. Jika ada yang mati diantara kita—langsung tinggalkan mayatnya dan kabur sejauh mungkin." Ucap Big Boss serius.
Ketika membahas hal semacam itu, mereka hanya bisa menghela napas panjang sambil menatap satu sama lain.
"Aku harap, kita akan selalu bersama seperti ini. Aku sudah menganggap kalian semua keluarga walaupun kita tidak saling mengenal wajah ataupun identitas. Tetapi, dengan mengenal kalian sebatas sifat saja sudah membuatku merasa nyaman." Ucap Bear jujur.
Beauty menghela napas panjang lalu memeluk Bear, "ah, kau membuatku sedih. Aku juga sayang kalian semua."
Big Boss pun merangkul keduanya, lalu disusul oleh Happy.
King pun rela meninggalkan pekerjaannya, "ikutan pelukan juga."
Mereka semua saling berpelukan sebagai tanda jika mereka begitu dekat dari sisi emosional. Mereka tidak saling mengenal nama atau wajah. Tapi mereka saling mengenal sifat. Bukankah itu sudah cukup?
~~~~~~~~~~