BAB 19 | Dendam dan Menghargai

1595 Words
BEBERAPA pegawai di gedung putih itu berlarian menuju ke arah suara teriakan seseorang. Mereka menatap ke arah lift yang sejak kemarin sudah tertulis 'masih dalam perbaikan'. Tapi siapa orang yang masuk ke dalam sana tanpa mengindahkan warning terlebih dahulu. Petugas keamanan dan juga pemadam kebakaran pun membuka paksa pintu lift. Terlihat ruangan lift itu jatuh sampai dasar. Mereka menemukan seseorang di dalamnya. Dalam keadaan tubuh yang memprihatinkan, mungkin akibat jatuh dari ketinggian dan tertimpa reruntuhan. Teriakan histeris ketakutan mulai terdengar, mereka mencoba untuk menghubungi siapapun yang bisa dihubungi. Sedangkan seseorang dibalik layar, Big Boss, tengah sibuk mengambil benda yang dinamakan alat pelindung gedung. Laki-laki itu tersenyum miring dan berjalan keluar dari gedung dengan santai. Bahkan tidak ada yang menyadari tentang kehadirannya, kecuali satu orang di sana. Big Boss masuk ke dalam mobilnya dan berjalan menuju kantor polisi. Laki-laki itu menyelesaikan semua tuduhan palsu yang dibuat oleh El dengan menyamar menjadi asisten laki-laki tua itu. Mengatakan tentang kebusukan El selama ini dengan menggunakan kedok orang lain. Big Boss memberikan beberapa bukti tentang beberapa tanah hasil dari rampasan dan juga bisnis-bisnis ilegal milik El yang diatasnamakan orang lain. Jangan tanyakan bagaimana Big Boss melakukan itu semua. Dia cukup cerdik membaca situasi. Lalu dengan bantuan teman-temannya, semua itu terasa mudah dilakukan. Big Boss terkadang pandai memanipulasi sesuatu jika hal itu mengancam Jendela Kematian. Dia tidak segan untuk menghancurkan orang itu sampai ke akar-akarnya. Mereka menggunakan banyak data untuk menggantikan laporan sebenarnya, adanya kelompok pembunuh bayaran di kota ini—Jendela Kematian. "Apa Tuan El pernah menceritakan tentang sindikat pembunuh bayaran bernama Jendela Kematian?" Tanya kepala polisi itu. Big Boss menggeleng pelan, "maaf karena saya menceritakan ini, tetapi akhir-akhir ini Tuan El seperti tidak sehat, Pak. Dia sering berbicara sendiri dan terkadang saya melihatnya menghisap sesuatu. Saya tidak berani bercerita kepada siapapun karena takut dipecat." Semua pengaduan itu berjalan sangat lancar. Dengan surat-surat bukti yang kuat dengan bantuan semua anggota Jendela Kematian. Setelah itu, Big Boss meninggalkan kantor polisi itu dan kembali ke markas. Dia mendapatkan apapun yang dia mau. Karena tidak ada yang bisa bermain-main dengan laki-laki itu. Big Boss menatap alat pelindung gedung yang digunakan oleh Prada, alat miliknya yang entah mereka dapatkan dari mana. Yang jelas, dia tidak akan menyerahkan benda ini kepada siapapun. Dia akan memiliki barang ini, barang yang berharga dari apapun. Beauty melepaskan sepatunya dan menatap ke arah King yang sedang mengusap kedua telapak tangannya. Mereka masih diam, menunggu seseorang masuk ke dalam markas mereka. Walaupun sudah tahu bagaimana hasilnya, mereka tetap menunggu kehadiran pemimpin mereka. "Kalian menungguku untuk masuk?" Tanya Big Boss serius sambil menatap ke arah teman-temannya. Happy beranjak dari duduknya dan mendekati Big Boss, "apakah kau tidak takut terluka sama sekali? Sampai-sampai kau melakukannya sendiri?" "Kami sangat mengkhawatirkanmu sampai lupa menikmati banyaknya uang yang masuk ke rekening kami masing-masing." Jawab Beauty dan tersenyum lebar. Big Boss tertawa, "kamu memang sangat rasional, Beauty. Apa yang akan kamu lakukan dengan uangmu yang berlimpah itu? Perempuan sepertimu, jangan sampai mendapat laki-laki miskin." "Tentu! Aku akan mencari seorang pasangan yang kaya raya sepertiku." Jawab Beauty dengan tawa penuh canda. "Mungkin kamu bisa menoleh ke arah King yang seperti kesetanan setiap kali melihatmu bersama dengan orang lain walaupun misi untuk membunuh." Sindir Bear yang mendapatkan tinju kecil di lengannya dari King. Mereka saling membicarakan satu pengalaman terbaik mereka hari ini. Walaupun harus keluar dari zona ternyaman sekalipun. Mereka tetap melakukannya. Mungkin awalnya mereka menggunakan semuanya untuk uang. Namun akhirnya, mereka melakukan ini semua untuk kelompok mereka. El telah membuat mereka hampir saja masuk ke dalam penjara. Tidak masuk pun, mereka akan dimanfaatkan oleh beberapa orang tidak bertanggungjawab yang hanya menginginkan tenaga mereka tanpa bayaran sepeserpun. "Apa yang kita lakukan ini adalah sesuatu yang sedikit mustahil. Tetapi akhirnya kita bisa melewatinya dan setidaknya pekerjaan ini tidak akan terancam." Ucap Beauty dengan perasaan lega. Big Boss menatap teman-temannya dengan senyuman tipis. Semuanya tidak sia-sia, apa yang telah dirinya lakukan walaupun kedengarannya sangat mustahil. Memasukkan El ke dalam penjara hanya akan membuat laki-laki tua itu keluar dengan sangat amat mudah. Apalagi El bukanlah orang sembarangan, pastinya keberuntungan akan mampir kepadanya jika hanya sekedar ditahan. "Kau memilih memasukkannya ke dalam rumah sakit jiwa atau panti rehabilitasi daripada memasukkan laki-laki itu ke penjara. Mengapa yakin sekali dengan hal itu?" Tanya King yang mengambil duduk disamping Big Boss. Big Boss mengangguk singkat dan tersenyum, "dia akan merasakan hal yang lebih parah daripada harus mendekam di penjara. Dia sudah mengancam ketentraman Jendela Kematian. Aku tidak akan tinggal diam dengan membiarkannya berada di kantor polisi. Pasti orang-orangnya akan berusaha untuk mengeluarkan El dari jeratan hukum. Harusnya aku melenyapkannya, tetapi hidup lebih menyenangkan, bukan?" "Diam-diam kau menyeramkan sekali," tandas Bear lalu meminum minuman soda di kalengnya. Mereka tertawa pelan mendengar percakapan diantara mereka yang sebenarnya bentuk kelegaan setelah selesai menjalankan misi di dalam misi. Mereka berhasil mendapatkan dua keuntungan yang sangat besar, bayaran besar dan menyingkirkan penghalang di dalam karir mereka. Setelah itu, satu-persatu pamit pulang. Ada yang ingin istirahat, ada yang ingin berangkat bekerja, dan ada juga yang tinggal di markas karena belum ingin pulang. Hanya tinggal Happy dan Big Boss di markas. Happy sibuk membersihkan alat-alat tempurnya hari ini, semua perangkat-perangkat komputer dan juga drone temuannya yang baru. Sedangkan Big Boss tengah menatap keluar jendela. Matanya fokus untuk melihat lalu lalang manusia dari atas di sana. "Kau tidak ingin bertanya lagi?" Tanya Big Boss kepada Happy tanpa menoleh sama sekali. Happy yang baru membersihkan peralatannya hanya bisa diam dan menatap Big Boss. Pikirannya sedikit bercabang. Tentang apa yang dirinya lakukan sekarang, diam atau mulai bertanya. Itung-itung menagih hutang jawaban kepada temannya itu. "Aku tidak mau tahu apapun." Jawab Happy seadanya dengan menatap punggung Big Boss. Laki-laki itu menoleh, "aku sudah berjanji padamu untuk menjelaskan semuanya. Tentang mengapa aku keukeuh dengan alat itu, meminta untuk melanjutkan misi walaupun sangat berbahaya. Aku hanya ingin melindungi alat itu dari tangan tidak bertanggungjawab." "Aku bilang, kamu tidak perlu lagi menceritakan semuanya kepadaku. Aku sudah tidak penasaran lagi. Aku tidak mau menaruh curiga kepada temanku. Kau tahu itu?" Happy mendekat, menepuk bahu Big Boss beberapa kali. "Aku sudah sangat senang karena kita baik-baik saja sejauh ini. Jadi, jangan kamu jelaskan apapun. Karena aku menghargai semua privasimu juga." Sambung Happy serius. "Apa aku pemimpin yang baik? Aku sudah membuat banyak masalah untuk kalian semua karena ingin mengambil alat itu," tandas Big Boss dengan wajah tidak enak. Happy menggeleng pelan dan tersenyum. Laki-laki itu kembali membereskan barang-barangnya, meninggalkan Big Boss yang masih menatap jalanan di bawahnya. Big Boss tidak tahu harus senang atau tidak, namun temuan itu sangatlah penting. Dia akan menyelidiki sendiri tentang bagaimana alat itu bisa berada di gedung putih milik Prada. "Kau masih mau berada di sini? Sebenarnya aku harus segera pergi." Ucap Happy tidak enak setelah memasukkan perangkatnya ke dalam kotak. Big Boss mengangguk pelan, "kamu pergilah, tidak masalah! Aku masih ingin di sini. Lagipula aku sedang tidak ada pekerjaan. Aku hanya ingin sendirian sekarang." "Kamu membutuhkan sesuatu? Aku bisa membelikanmu secangkir kopi atau mi instan." Tawar Happy yang melihat raut putus asa dari rekannya itu. Big Boss menggeleng, "aku hanya butuh waktu sendirian. Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku sampai sebegitunya. Selamat berlibur, kawan." "Oke, aku akan keluar sekarang. Jangan sampai kamu meledakkan tempat ini." Canda Happy yang ditanggapi dengan tawa Big Boss. Tidak lama kemudian, Happy benar-benar keluar dari markas. Meninggalkan Big Boss sendirian tanpa ada seorangpun di sana. Laki-laki itu masih menatap lalu lalang manusia, pikirannya terus bercabang-cabang. Big Boss menundukkan kepalanya, menatap ubin kayu yang menjadi fokusnya. Hari ini benar-benar sangat melelahkan untuknya. Tidak hanya fisiknya yang kelelahan, namun hatinya juga. "Kamu, belum pergi?" Tanya King yang baru saja masuk ke dalam markas. Big Boss menoleh ke belakang dan mendapati King yang baru saja masuk, "aku kira, kamu sudah pulang." "Memang! Tapi aku lupa untuk meletakkan ini ke dalam sarangnya." Ucap King sambil memperlihatkan sebuah senapan dari balik pakaiannya. Big Boss tersenyum, "kamu bisa ditangkap karena benda buatanmu sendiri. Senjata makan Tuan." "Iya, untunglah aku ingat. Jika tidak? Bisa selesai hidupku jika sampai ada polisi yang tahu." Jawab King dan memasukkan senapannya ke dalam kotak kayu. "Kamu tidak pulang? Apa tidak ada pekerjaan? Tidak adakah keluarga yang ingin kamu temui juga?" Tanya King setelah duduk disamping Big Boss. "Ada! Hanya saja aku sedang tidak berniat datang bekerja atau bertemu dengan keluargaku. Terkadang, aku merasa sangat tidak pantas untuk bersama dengan keluargaku. Tetapi aku juga merindukan keluargaku. Ingin mengatakan bahwa hari ini aku kelelahan, kesulitan, sangat." "Wah, kamu punya sisi yang tidak pernah terduga sama sekali." "Hm... Manusia harus pintar untuk membuat banyak sisi agar tidak dipermainkan keadaan. Jika dengan begitu kita bisa bertahan hidup, maka tidak ada yang namanya boleh dan tidak boleh. Semuanya sama saja!" King mengangguk, sama-sama tertampar keadaan yang membuat mereka menjadi seperti ini. Mereka tahu, diantara mereka tidak ada yang benar-benar jahat. Maksudnya, yang benar-benar seorang pembunuh—puas dengan kematian seseorang yang menjadi target mereka. "Kita kadang-kadang baik. Jadi, kita juga masuk dalam orang baik." Ucap King. "Baik atau jahat 'kan hanya penilaian. Tergantung dengan siapa pertanyaan itu ditujukan tentang kita." Sambungnya. "Kita hanya berusaha untuk keluarga kita, 'kan? Walaupun mereka tidak memintanya. Walaupun mereka akan kecewa jika tahu apa yang telah kita kerjakan diluar. Tetapi semua itu hanya untuk membahagiakan keluarga. Kita hanya sekumpulan orang-orang yang butuh uang, tetapi tidak pernah dilirik untuk dipekerjakan. Kita yang dulunya jujur dan tekun bekerja, malah dibuang. Sehingga diri kita membentuk menjadi, pembunuh bayaran." King tersenyum miris, "aku lebih menyukai sapaan Jendela Kematian ketimbang pembunuh bayaran. Karena apa? Jendela kematian adalah keluarga dan pembunuh bayaran bukan apa-apa. Terima kasih sudah memberikan keluarga untuk orang-orang yang kesepian sepertiku. Aku menghargaimu, sangat!" ~~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD