Sekapur Sirih
"Kamu cakep pakai jas putih tapi untuk celananya jangan pakai model itu. Menurut ku kamu cocoknya dengan model celana but cut."
Sang calon pengantin wanita memperhatikan calon suaminya yang terlihat bahagia mencoba baju pengantin.
"Iya sih, aku ngerasa pantes kalau pakai celana yang sesuai ukuran ku. Dengan model yang biasa aku pakai."
Ia terlihat sangat keren dengan mengenakan jas putih. Cukup percaya diri, terlihat dari gurat senyum di wajahnya. Ia berdiri di depan kaca membenarkan lengan bajunya.
Sementara sang pengantin wanita terlihat terlihat tersenyum sambil menatap lelakinya dalam-dalam. Kebahagiaan yang agak beda terlihat dari rasa ketidaktenangan yang ia tutupi. Hari yang bahagia kenapa ada sesuatu yang mengganjal.
"Ikutlah aku, ada seseorang yang ingin aku kenalkan."
Menggenggam tangan sang lelaki dengan erat.
"Siapa?" Bertanya sambil menatap mata sang wanita.
Membalas dengan menatap dan memberikan senyuman tipis yang mengandung banyak arti.
"Ayok," ajaknya.
Menggandeng tangan dan mengajaknya berjalan. Sementara sang laki-laki tidak banyak tanya, langsung mengikuti langkah wanitanya.
Berjalan ke sebuah taman di belakang rumah. Tampak seorang wanita mengenakan baju putih indah, ia Terlihat cantik meski dilihat dari kejauhan.
"Ada apa ini sayang ...."
Laki-lakinya kaget melihat seorang wanita yang tidak asing, seorang yang sudah ia kenal dan calon istri kenal.
Sang wanita melepaskan tangannya yang menggenggam tangan sang lelaki. Mata sang wanita berkaca-kaca menyimpan banyak kata yang ia tahan selama ini. Ada tumpukan siksa bersemayam di batinnya. Betapa ia tidak tenang, betapa ia menderita di hari yang seharusnya menjadi bahagia. Sahabatnya sendiri ternyata juga mencintai calon suaminya. Paling menyesakkan ketika calon suaminya juga memiliki perasaan terhadap sahabatnya.
Sementara sang sahabat hanya duduk sambil tersenyum kecil. Masih terlihat tenang, seolah-olah tidak ada sesuatu.
Mundur kebelakang beberapa langkah, wajahnya terlihat suram dan ingin mengeluarkan suara yang mengganjal di hatinya.
"Kamu tahu, betapa sakitnya menjadi aku. Kenapa kamu mengalah padahal kamu juga mencintainya." Menunjuk ke sahabat perempuan itu.
"Sayang sudah, jangan membuka kisah yang sudah lalu," ucap calon pengantin laki-laki.
"Kamu juga, jika mencintai dia kenapa tidak memperjuangkan cinta kalian! Apa karena aku juga mencintaimu, kalian sama-sama mengalah, mengubur perasaan kalian."
"Ehmm," sang sahabat tersenyum tenang sambil menunduk seolah memikirkan sesuatu.
Tidak ada rasa penyesalan ketika dirinya juga mengalah demi sahabatnya sendiri. Sementara laki-laki juga terdiam sambil memandangi wajah calon istrinya.
Satu laki-laki dicintai dua wanita. Persahabatan yang berakhir cinta.
"Aku tidak tenang walaupun aku bersama dengan dua," menunjuk ke calon suaminya.
"Usshhtt ...."
Mendekat ke calon istrinya yang terlihat syok dengan kenyataan yang baru di ketahui.
"Kamu," menunjuk ke sahabat perempuannya dengan pandangan sedih. Ingin mengatakan banyak hal namun keburu air matanya jatuh dan membungkus bungkam di mulutnya.
"Sudah, gak usah membahas ini lagi. Aku ingin kamu bahagia bersama dia, tidak usah lagi membahas sesuatu yang sudah lalu."
Berkata dengan nada pelan dan disertai senyuman. Sepertinya sang sahabat rela melihat orang yang dicintainya bersama dengan sahabat baiknya. Ia menyadari jika sang calon pengantin wanita lebih baik dari dirinya dan berhak untuk mendapatkan cinta dari sang lelaki.
Harus berani keluar dari zona nyaman. Lapang d**a hadapi tantangan. Berani mengubah cara pandang. Tenang, tegas, ramah dan menghadirkan aura positif akan mampu menghindarkan diri dari stigma negatif. Cara pandang orang ke kita tentu akan berubah positif, apabila kita mampu menghargai diri sendiri.
Memang menghindari situasi yang membuat tidak nyaman merupakan cara terbaik agar bisa terhindar dari sesuatu yang sulit. Tetapi, jika terus berada di zona nyaman, maka seseorang tidak akan pernah bisa merasakan sesuatu yang dapat mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Memilih berada dalam situasi seperti ini bukan berarti angkuh, bukan sombong dan bukan pula batu.
Padahal yang dilakukan itu hanya untuk berusaha menjaga diri, menghormati diri dan berbicara sesuai porsi. Tidak mau jadi orang ngawur, tidak sembarangan alias tidak asal-asalan. Semua berawal dari diri, jika bisa bersikap seperti ini pada diri maka akan tentu bisa bersikap sama terhadap orang lain dan orang lainpun akan bersikap sama seperti apa yang kita berikan pada mereka.
Jika seandainya saja ada yang berlaku sebaliknya, tenang saja letak kesalahan bukan pada kamu tapi pada mereka yang melakukan penilaian mayoritas pandangan sekilas mata. Tidak usah khawatir atas penilaian buruk orang lain, selama dirimu yakin selalu menyertakan hati nurani dalam setiap hal. Yakinlah dalam kesulitan akan bisa mengatasi. Dunia mu akan aman terkendali, jika bisa menaklukkan emosi diri.
The full story is on other platforms.