Kebodohan membawa Derita

2001 Words
Di tepi jurang, malam hari**** Dorrrr.... Dorrrr... " Ibuuuuu!!!!!" Teriak Julia, jantungnya terasa berhenti berdetak. Dengan mata kepalanya sendiri, dia melihat dua peluru bersarang di bahunya. Dalam sekejap darah mulai merembes keluar. Dan wanita kepala empat tersebut tersungkur ke tanah. Belum sempat Julia melakukan pertolongan pertama pada Manda. Sudah terdengar suara Pria dari kegelapan. Siapa lagi kalau bukan Ervan. " Beraninya wanita tua seperti memakiku?! Kamu dan suami busukmu itu memang pantas mati." Ujar Ervan tap.....tap.... Suara derap langkahnya semakin terdengar jelas. " Kau, bagaimana bisa kau sebengis ini Tuan Ervan? Anda benar-benar jelmaan iblis. Aku tak menyangka anda sebusuk ini. Memangnya apa kesalahan kedua orangtuaku padamu, hah? Kenapa kamu memperlakukan kami sekejam ini. Tidak hanya mengambil seluruh harta papaku. Dan kau belum puas sampai kami lenyap dari dunia ini, begitu?" Julia marah setelah melihat wajah Ervan. Di tangan pria itu masih ada pistol. Sudah jelas siapa yang menembak ibunya. Sementara Ervan sendiri terkejut sejenak. Sambil menatap intens ke arah Julia. Dengan tatapan tidak percaya. Bukankah wanita itu sangat mencintainya? Ada apa dengan panggilan itu? Dan ada apa dengan hatinya? Mengapa dia marah mendengar panggilan Julia. Seakan - akan menegaskan bahwasannya mereka tidak dekat. Tidak memiliki hubungan apa-apa. " Oh, sudah tidak memanggilku dengan sebutan ' suamiku ' lagi ya? Ada apa? Apakah selama ini sudah ada yang lain?" Tanya Ervan menatap tajam ke arah Julia. Julia memisingkan matanya dan menatap jijik pada Ervan. Sudah cukup cinta dan toleransi yang dia berikan selama ini. Juga menyesal dengan keputusannya saat itu. Andai saja dirinya tidak murahan yang mudah tergoda. Oleh rayuan maut yang dilancarkan Ervan padanya. " Untuk apa kamu bertanya dan apa hakmu? kamu jatuh cinta padaku? Tidak kan? Jadi jangan pasang muka begitu!" Tegas Julia membuat para bodyguard di sana tercengang. Mereka belum pernah melihat ini dari seorang Julia. yang mereka kenal baik dan lembut. " Untuk terakhir kalinya aku bertanya padamu. Tolong jawab aku jujur dan tatap mataku. Saat aku meminta kamu menjawabnya. Apakah benar, bahwa selama ini kamu murni ingin memperalat ku? Apakah tidak ada secuil pun kamu punya perasaan padaku? Satu lagi, apakah kamu perduli dengan hidup dan mati- ku? Tolong jawab aku!" Pinta Julia, suaranya terdengar bergetar. " Kenapa diam, Jawab aku!" Lanjut Julia mendesak Ervan. Jantung Ervan sedikit terguncang mendengar pertanyaan Julia. Entah mengapa rasa itu datang lagi. Sebenarnya wanita muda yang telah dua tahun menjadi istrinya ini. Adalah seorang wanita yang baik dan tulus. Tapi karena dibutakan oleh dendam. Mata dan hatinya tertutup untuk melihat itu semua. " Memangnya apa gunanya bagimu, kalau kuberitahu. Karena sebentar lagi kamu juga akan aku musnahkan. Bersama ibu dan ayahmu. Ya, di awal aku ingin mengasingkan kamu ke luar negeri. Tapi karena kamu berulah dan buat aku marah. Maka jangan salahkan aku berbuat kejam." Ervan berkata dengan tegas dan tak ada belas kasihan di dalam tatapan matanya. " Supaya tidak membuatmu mati penasaran. Aku akan menjawab semua pertanyaanmu. Dengarkan aku baik - baik. Aku Ervan tidak pernah sekalipun punya rasa cinta pada wanita bernama Julia. Aku terpaksa mau bersama denganmu hanya untuk balas dendam. Tidak kurang dan tidak lebih dari itu. Juga mengenai hidup mati-mu, aku sama sekali tidak perduli, paham" Deggg....Deggg.... Jantung dan d**a Julia terasa sangat sakit. Meskipun dia sudah tahu akan begini. Namun dirinya ingin memastikan secara langsung. Padahal dirinya sungguh tulus kepada Ervan. Meski diperlukan tidak baik, Julia tetap setia pada lelaki itu. Air mata Julia mengalir deras dari pelupuk matanya. Hati dan jiwanya seakan-akan mati. " Hehehe..... ternyata begitu ya. Ahh, selama ini aku yang mengira kamu punya sedikit hati padaku. Tak ku sangka, aku hanya seongok sampah di matamu. Baiklah, tidak apa-apa. Terimakasih telah memberitahu aku dan membuatku tidak salah paham lagi. Aku pikir sumpah yang kamu ucapkan di atas altar. Adalah sumpah yang tulus dari hatiku. Hehehe.... aku sungguh bodoh, amat bodoh." Ujar Julia sambil menatap Ervan. Sementara pria yang di tatapnya malang membuang muka. Seakan-akan tak sudi melihat wajahnya. Dan itu buat hati Julia semakin hancur. " Karena kamu tak sudi serta tak peduli padaku. Maka aku akan mengabulkan permintaanmu. Hidupku sudah hancur, benar -benar hancur. Aku sudah tidak suci lagi dan aku juga telah kehilangan calon anakku beberapa bulan yang lalu." Julia teringat soal dirinya keguguran. Akibat terlalu sering stress dan memakan sup penunda kehamilan yang diberikan Ervan. Ervan yang tidak tahu akan kejadian itu menegangkan. Hatinya terasa sakit, mendengar kabar bahwa calon bayinya. yang sempat dikandung oleh Julia gugur. " Kamu bilang apa? keguguran? Kapan? Kenapa tidak beritahu aku, hahh?" Cerca Ervan tampak emosi. Meskipun dirinya tidak mencintai Julia. Tapi itu tetap bayinya, darah dagingnya. " Mengapa kamu emosi begitu? Bukankah kamu tidak ingin aku hamil? Dan kamu ngak perlu tahu alasan kegugupanku. Sebab semuanya adalah salahmu. Kamu lupa setelah menyentuhku. Kamu selalu memberikan sup penunda kehamilan untukku. Bahkan kamu dengan paksa menyuruhku menghabiskannya. Jadi, kamulah yang membunuh anakmu sendiri." Jawab Julia. Deggg... Deggg.... Raut wajah Ervan berubah suram dan di dalam hatinya merasakan kesedihan. Ternyata dirinyalah yang telah membunuh darah dagingnya sendiri. " Sudahlah, untuk apa kamu tanyakan itu lagi. Sebelumnya aku pergi dari dunia ini. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu." Lanjut Julia seraya merogoh kantong celananya. Ternyata itu adalah sebuah ponsel." Aku sudah melakukan penyelidikan tentang kasus yang menjerat ayah dan ibuku. Aku menyimpannya dalam ponselku dan bukti itu valid. Kamu lihatlah sendiri dan nilai. Apakah ayahku bersalah atau memang bersih dari tuduhan-mu. Kalau kamu tidak puas, masih ada bukti lain. disimpan di dalam kamarku. Tepatnya di meja rias ku, kamu bisa mencarinya di sana." Ujar Julia dan melemparkan ponselnya ke salah satu bodyguard Ervan. Seakan-akan Julia sudah enggan bersentuhan dengan Ervan. Dan Ervan kaget dengan tindakan Julia. Tak sampai di sana, Julia juga melepaskan cincin nikahnya. Cincin berlian yang beberapa tahun ini menjadi bukti. Bahwa dirinya telah diperistri Ervan. tik ...tik " Cincin itu ku-kembalikan padamu Tuan. Terimakasih untuk selama dua tahun ini ya. Kembalinya cincin itu padamu bahwa aku akan melenyapkan-mu dalam hatiku. Jika ternyata ayahku memang bersalah di matamu. Kamu mau apakan terserah saja. Tetapi jika ayahku bersih, mohon lepaskan dia. Dia adalah pria yang baik dan tulus padaku." Ujar Julia semakin melangkah mundur ke sisi jurang. Julia sudah lelah dan ingin mengakhiri hidupnya yang malang. Seseorang yang dia cinta sepenuh hati. Malah yang paling banyak melukai hatinya. " Kamu mau apa Julia, jangan bodoh kamu." Ujar Ervan spontan berjalan ke arah Julia. Jantungnya terasa sakit sekali. Ketika Julia mengembalikan cincin nikahnya. Dan sekarang wanita itu malah semakin mundur ke arah jurang. " berhenti di sana, jangan berlagak peduli padaku. Kamu yang mengatakan sendiri akan memusnahkan kami bertiga bukan? Jadi sebelum kamu melakukanya, biarkan aku sendiri saja yang menghabisi nyawaku. Lagian hidupku juga ngak ada artinya lagi." Ujar Julia tersenyum pahit menatap Ervan. " Sampaikan maafku pada ibu dan ayahku. Sebab menjadi sumber kehancuran mereka dengan membawamu masuk ke dalam hidupku. Jika ada kehidupan lain setelah ini, semoga aku tidak dipertemukan denganmu lagi. selamat tinggal?" Ujar Julia tatapan matanya kosong dan tepat setelah itu. Julia menjatuhkan dirinya ke dalam jurang. " Tidakkkkkk..... Juliaaaa!!" Bruk.... " Tuan..... Tuan!!" * * * Melihat majikannya pingsan, sosok pria teman akrab Ervan. Sekaligus kaki tangan kepercayaan Ervan. Sigap menangkap tubuh Ervan. Agar tidak terbentur ke batu. " Kau dan kau, cepat bawa nyonya Lopez. ke kediaman. Dan segera panggilkan dokter Ridwan untuk datang memeriksanya. Jangan biarkan wanita itu mati. Dan sisanya, kerahkan personil kita. Untuk mencari tubuh nyonya Julia, cepat! Aku akan membawa Tuan kembali, paham?" " Baik tuan Darren, kami akan berusaha semampu kami." Ujar salah satu bodyguard. Kejadian tadi tidak hanya mengejutkan bagi para bodyguard. Darren pun merasakan hal yang sama. Sebegitu putus asa dan kecewanya Julia kepada Ervan. Sinar di matanya benar - benar padam. Tak menunjukkan semangat hidup sama sekali. " Bodoh kamu Ervan, kamu benar-benar bodoh. Bagaimana mungkin kamu begitu buta dan bodoh sampai ke titik ini? Julia benar - benar tulus padamu. Tapi, kamu malah menghancurkan hatinya. Hingga wanita itu lebih memilih mengakhiri hidupnya. Semoga saja kamu tidak menyesali perbuatanmu ini." Gumam Darren sambil memapah tubuh Ervan. * * * Dua hari kemudian...... " Kak... kakak Ervan! Terimakasih ya sudah menolong Lia. " " Julia, sebenarnya ada yang ingin kakak sampaikan padamu. Kakak tahu kita belum lama ini saling mengenal. Dan rasanya aneh jika kakak, secara tiba - tiba mengatakan hal ini. Kakak mencintaimu Lia, kakak sayang sama Lia. Maukah Lia menerima perasaan kakak?" " Aku Ervan Aprilian, mengambil dan menerima engkau. Julia Lopez sebagai istri dan pendampingku. Bersama denganmu selamanya dan menua bersama. Menjalani suka duka, selalu berpegangan tangan dalam segala keadaan. Saling menyayangi dan saling setia sampai maut memisahkan. Aku bersumpah dihadapan yang kuasa. Akan menjaga tubuh dan hatiku untukmu. Semesta akan menjadi saksiku jika aku berdusta." " Hahahaha, Aku Ervan pria terhormat ini. Mana mungkin menyukai wanita kotor sepertimu. Kamu dan kedua orangtuamu sama - sama kotor. Dan aku mendekati Kamu pun sangat terpaksa. Karena melalui kamu, rencanaku untuk membalas dendam pada ayahmu. Akan lebih mudah terlaksana. Kalau tidak, melihatmu saja aku jijik." **** " Arrrhhh.....husshh.. hussh" Ervan tiba - tiba terbangun dari tidurnya. Kenangan - kenangannya bersama Julia. Terngiang -ngiang di dalam pikirannya. " Apa yang terjadi, di mana aku sekarang? Dan, mengapa aku ada di sisi? Lalu di mana Julia?" Ujar Ervan kayak orang linglung. Belum sadar tentang insiden dua hari yang lalu. Brakkk...brakk... " Juliaaaa!!! Hei wanita sialan, di mana kamu?!!" Ervan berjalan gontai ke arah kamar mandi. Saat dibuka Ervan tak menemukan keberadaan Julia. Duggg....Duggg.... Ervan merasakan perasaan aneh di dalam hatinya. Kekosongan yang pria itu rasakan sama. Saat mengetahui fakta bahwa ayahnya telah meninggalkan dirinya untuk selamanya. air wajahnya makin pucat, dengan cepat membuka pintu kamarnya. Berteriak keras memangil nama Julia, berharap mimpinya tadi bukan kenyataan. " Heii wanita, Di mana kamu? Jangan coba - coba bermain - main denganku. Kalau tidak, kamu tidak akan kuampuni. Wanita sial, kemari kamu!!" Panggil Ervan seraya berjalan dan menuruni anak tangga. Bibirnya tak berhenti menyerukan nama Julia. Hingga sebuah tamparan melesat ke pipinya. plakk... plakkk... plakkk... " Mama! Apa maksud mama? Kenapa mama tiba - tiba memukuliku? Dan kapan mama datang, kenapa tak memberitahu Ervan? Apakah mama bertemu Julia, di mana dia sekarang? Pasti dia kan yang menghasut mama nampar Ervan." Cerca pria itu masih belum sadar. Plakk... Mama Cinthya tak menjawab pertanyaan sang putra. Dan malah menghadiahi putranya tamparan lagi. Ervan bengong melihat tingkah ibunya. Tak biasanya mamanya semarah ini dan memukulnya. Apalagi tenaganya tidak kecil. Hal itu terbukti dari bekas telapak tangan Cinthya. Terbentuk di pipi Ervan. Darren yang baru sampai berniat menjenguk Ervan. Berhenti dan terdiam di pintu utama. Sudah bisa ditebak apa alasan semua ini. " Hiks.... Kamu benar-benar keterlaluan Ervan, kamu seperti iblis. Bagaimana kamu bisa melakukan hal sekeji ini hah? Mau mama taruh di mana muka mama ini." Lirih Cinthya yang tak lagi mampu menahan kesedihannya. " Apa maksud mama? Ini pasti karena aduan perempuan itu kan ma? kurang ajar, di mana dia sekarang ma? Ervan mau kasih paham agar dia tidak macam - macam." Tanya Ervan emosi, kejadian seperti ini pernah terjadi padanya. Sang mama menyukai Julia dan akan membela istrinya itu. Tentu saja, Ervan langsung mengingat Julia. ketika diperhadapkan situasi seperti ini. " Kamu..... Kamu masih bertanya di mana Julia? Jangan pura - pura lupa kamu Ervan. Kamu tidak ingat, gara - gara kamu. Karena kelakuanmu dan mulut iblismu itu. Julia putus asa dan melompat ke jurang. Dan sampai sekarang belum ada kabar dari orang -orangmu. Entah gadis malang itu masih hidup atau tidak, mama tidak tahu. huhuhu.....kamu jahat sekali Ervan. Mama tidak menyangka kamu begitu bengis. Bukankah mama sudah pernah memberitahumu. Kalau pembunuh ayahmu, suami mama bukan Adamson. Pamanmu sendiri yang telah melenyapkan ayahmu, tahu. Tapi kamu tak pernah mau dengar kata mama. Dan lebih percaya omongan pamanmu daripada ibu yang mengandung dan melahirkan kamu. Kamu benar-benar lelaki yang tidak tahu diri Ervan. Kamu tahu tidak, jika bukan karena bantuan Adamson dan manda. Mungkin dulu, sebelum kamu naik takhta dan mengukuhkan kekuatanmu. Mungkin kita sudah dilenyapkan oleh pamanmu. Dan tak akan ada Ervan yang sekarang." Cinthya sangat sedih mendengar kenekatan Julia. Bunuh diri karena ulah putranya. ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD