Bandara

1107 Words
“Kamu benar-benar putus asa,” geleng Isabel menggoyangkan bahunya mengikuti alunan musik keras yang menggema ditempat ini. “Ini lah caraku agar aku bisa melupakan b******k itu,” teriak Villia melawan suara musik yang keras. “Aku mengagumimu,” kekeh Tridy. “Tapi ini masih siang,” geleng Isabel. “Siang pun tidak masalah, Isabel, asalkan kita bisa menghabiskan waktu di sini sampai siang,” jawab Villia. “Lagian banyak orang meski siang hari,” sambung Tridy. “Kalian memang bersaudara,” geleng Isabel membuat Tridy dan Villia tersenyum mendengarnya. Antara mereka bertiga, hanya Isabel yang tidak perduli tentang cinta, Isabel wanita yang tomboy dan gayanya persis lelaki, dari gayanya berjalan, gayanya duduk, gayanya makan dan lain-lain tak menunjukkan bahwa ia itu wanita. Yang perduli akan cinta hanya lah Villia dan Tridy. Goyangan likak-likuk para penari membuat Isabel dan Tridy tak tahan lagi, mereka pun bangkit dari duduk mereka dan langsung masuk ke keramaian untuk bergoyang. Villia tertawa dan menggelengkan kepala. Yang harusnya dihibur adalah dirinya, namun Isabel dan Tridy seperti melebihi dirinya. Villia meneguk minuman beralkohol, ia sudah tidak tahan lagi, ia harus mabuk dan pulang tidur agar bisa melupakan Amrie yang sudah mengkhianati kepercayaannya. Sesaat kemudian, getar ponselnya terdengar, Villia merogoh kantung celanannya dan melihat nama Amrie di layar ponselnya. Villia menolaknya dan mematikan ponselnya. Amrie pasti akan menjelaskan sesuatu yang akan membuat Villia percaya. *** Seorang lelaki tampan keluar dari Bandara Internasional Malpensa seraya menyeret kopernya, sesekali melihat ponselnya yang terus bergetar, lelaki itu mengabaikan dan memasukkan ponselnya kembali ke kantong jasnya. Ia tidak mengharapkan bunyi ponselnya. Yang ia harapkan adalah ketenangan dan tidak diganggu. Lelaki itu bernama Dave Senio, ia ditugaskan di Roma selama satu bulan dan kembali ke Milan untuk meneruskan pekerjaannya di sini, ia adalah salah satu staf penting di perusahaan INLcredit. INLCredit SpA adalah organisasi perbankan pan-Eropa yang bermarkas di Italia, dengan kira-kira 40 juta pelanggan dan beroperasi di 22 negara. InlCredit didirikan pada tahun 1994 dengan penggabungan beberapa bank Italia. Perusahaan ini memiliki kantor terdaftar di Roma dan manajemen umum di Milan. Dave bekerja di Roma selama satu bulan untuk mengurus pekerjaan temannya yang belum selesai, dan ia dipercayakan untuk menggantikannya, dua hari yang lalu semua pekerjaannya selesai, lalu hari ini ia kembali ke Milan. Dave tidak berasal dari Italia, ia berasal dari Amerika. Hanya saja orangtuanya menetap di Italia sejak dua puluh tahun yang lalu, karena perusahaan ayahnya sangat maju di sini. Dave tidak bekerja di perusahaan ayahnya, ia lebih memilih jalan hidupnya sendiri, karena pendidikannya tinggi, Dave bisa bekerja di perusahaan jasa keuangan, meski hanya salah satu staf penting yang tidak memiliki kedudukan yang pasti. Namun, ini lah jalan yang ia pilih. “Selamat datang, Dave.” Sebuah suara membuat Dave terlonjak kaget, bagaimana tidak, seseorang datang menyapanya tanpa mengeluarkan suara. Dave menoleh dan melihat seorang wanita cantik berambut merah memeluknya dari belakang, Dave menggelengkan kepala dan melepas pelukan itu. “Kamu tahu darimana aku di sini?” tanya Dave menghentikan langkah kakinya. “Dan … jangan memelukku seperti tadi, aku bukan kekasihmu yang bisa kamu perlakukan seperti tadi.” Clarisa Emilio—salah satu atasan Dave di perusahaan tempatnya bekerja. Menyimpan rasa lebih dari teman kepada Dave, namun Dave tidak menyukainya kembali, Dave menganggap Clarisa hanya sebagai teman biasa. Wanita itu memang wanita yang cantik, wajahnya memang berbeda dari penduduk asli di sini. “Dave, ini Italia, kamu tahu memeluk dan mencium itu sudah biasa,” geleng Clarisa. “Memang sudah biasa, aku yang tidak terbiasa,” jawab Dave melanjutkan langkah kakinya. Clarisa menyentak kakinya, membuat Dave berbalik dan melihat Clarisa yang kini berwajah manyun. “Aku akan menghukummu,” kata Clarisa. “Ya, hukum saja aku.” “Aku kemari jauh-jauh untuk menjemputmu tapi kamu mengabaikan telponku,” geleng Clarisa. “Aku ini tetap atasanmu, bersikap baiklah.” “Kamu sendiri yang mengatakan bahwa aku tidak perlu menganggapmu atasanku jika diluar,” jawab Dave. “Dave!” bentak Clarisa. “Oke oke. Aku minta maaf, ya sudah ayo pergi dari sini,” kata Dave melangkahkan kakinya keluar dari area penjemputan membuat Clarisa tersenyum dan setengah berlari menyusul langkah kaki Dave. “Mobilmu ada dimana? Sinikan kunci mobilmu.” Clarisa tersenyum dan memberikan kunci mobilnya pada Dave. “Itu mobilku,” kata Clarisa menunjuk mobil BMW keluaran terbaru. “Kamu ganti mobil lagi?” tanya Dave. “Aku harus memanfaatkan uangku, Dave,” kekeh Clarisa membuat Dave menggeleng dan melangkah menuju mobil tersebut. Clarisa adalah wanita yang memiliki karir bagus, ia juga atasan Dave yang bekerja di satu program dengannya. Atasan Dave yang berhak memberi perintah padanya. “Kita mampir makan dulu, bagaimana?” tanya Clarisa. “Aku butuh tidur,” jawab Dave masuk ke mobil dan mulai melajukannya meninggalkan area penjemputan bandara. “Kamu baru datang, besok kamu akan bekerja, apa kamu tidak mau makan denganku?” tanya Clarisa yang duduk disamping Dave. “Aku sudah makan di pesawat tadi,” jawab Dave sesaat menoleh melihat wajah manyun Clarisa. “Aku benar-benar lelah, sebelum bekerja besok, aku ingin beristirahat.” Clarisa menghela napas panjang dan mengangguk tak suka. Satu bulan berpisah dengan lelaki itu, bahkan Dave yang memaksanya untuk memberikan perintah ke Roma, namun ketika Dave kembali, Clarisa masih merasakan sepi yang menyengat masuk ke relung hatinya bagai tawon yang siap menusuk tepat hati dan jantungnya. Clarisa menyukai Dave, lelaki itu mampu membuat hatinya terbawa suasana, meski mereka hanya teman namun Clarisa sudah senang, Dave tahu betul bagaimana perasaannya, namun Dave sering mengatakan kepadanya untuk tetap menjadi seperti ini, daripada harus menjadi sepasang kekasih yang bisa putus kapan saja. Jika menjadi teman lebih baik, mengapa tidak. Dave sesaat menoleh dan tertawa kecil. “Kamu marah?” “Aku baru bertemu denganmu lagi setelah sebulan, kamu tidak mau makan denganku,” jawab Clarisa. “Clarisa, besok kita akan makan bersama,” ucap Dave membuat sudut bibir Clarisa terangkat dan membentuk senyum yang indah. Clarisa menoleh dan menatap wajah tampan Dave. “Benarkah? Kamu tidak akan membohongiku, ‘kan?” “Iya,” jawab Dave. Clarisa terlihat senang dan bahagia. Dave adalah penyemangat hidupnya, ia tidak akan sanggup menjalani hidup ini jika bukan karena Dave. Clarisa sangat menyayangi dan cinta pada lelaki itu. Itu lah alasan mengapa ia belum bisa mengizinkan orang lain untuk masuk kehatinya. Sampai di sebuah gedung apartemen, Dave dan Clarisa turun dari mobil. “Terima kasih atas jemputanmu,” kata Dave mengeluarkan kopornya dari bagasi mobil. “Kamu tidak mengajakku masuk?” “Tidak, Clarisa,” jawab Dave. “Oke deh. Kalau begitu aku akan kembali ke kantor,” sambung Clarisa, kembali memeluk Dave. “Selamat datang kembali, aku menantikan bekerja denganmu lagi.” Dave tidak membalas pelukan itu dan mengangguk setelahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD