Bab 1: Prolog

1006 Words
Malam Pengorbanan Tahunan Sebagai putri seorang Alpha, Waverly Scott memahami tata cara dan tujuan pengorbanan; untuk memenuhi tuntutan sang Serigala Merah, dengan harapan anggota mereka yang dipilih dapat menjadi Luna-nya. Meski demikian, hal itu tidak membuat emosinya berhenti bergejolak tiap kali waktu Pengorbanan mendekat, takut kalau-kalau giliran bagi kawanannya tiba. Sebagaimana yang ayahnya katakan, berpartisipasi dalam Pengorbanan adalah kewajiban mereka, meski sang ayah tidak pernah memberitahukan alasannya. Hari tersebut datang dan berlalu tiap tahun, dengan para anggota dari kawanan terpilih bertanya-tanya apakah perempuan pilihan mereka akan kembali. Sejauh ini, belum ada seorang pun yang kembali. "Menurutku itu karena sang Serigala Merah membunuh kawanan tersebut gara-gara mereka tidak mengirimkan pasangannya!" seorang anak laki-laki berseru dengan antusias selagi menyeimbangkan diri di atas batu. Rambutnya diacak-acak oleh semilir angin sore yang bertiup melintasi area terbuka dari kota pertanian mereka yang kecil. "Kudengar dia adalah orang Liar--tahu, 'kan, orang yang tidak bisa membedakan orang lain dalam wujud serigala mereka!" ujar anak laki-laki kedua. Anak laki-laki ketiga ikut menimpali, "Yah, kudengar dia menyembunyikan jasad mereka di ruang bawah tanahnya! Jared McDuvern dari kawanan Rembulan yang memberitahuku." "Mana mungkin Jared McDuvern tahu itu!" bocah kedua berteriak dengan nada menuduh. "Aku juga mempertanyakan hal yang sama," Waverly berkata sambil menghampiri gerombolan anak itu dengan buku gambar di tangannya. Dia duduk di sebuah batu di sebelah mereka, kemudian meletakkan papan gambar di pangkuannya. "Ayahnya, 'kan, seorang Alpha!" bocah kedua memberi tahu. "Dia tau hal-hal besar yang terjadi. Dia itu pewaris selanjutnya, tahu." "Kau benar," komentar Waverly. "Tapi menurutku ..." dia mencondongkan tubuhnya ke anak-anak yang berkumpul di sekitarnya, kemudian berbisik, "menurutku, sang Serigala Merah adalah seorang penyihir yang menyamar." Bocah itu melangkah mundur, terkejut. "Wow ... aku tidak pernah berpikir begitu." "Kau, 'kan, memang tidak pernah berpikir, Tristan," bocah ketiga menyahut. "Hei! Tarik ucapanmu!" Anak ketiga itu menyeringai, "Bagaimana kalau kita lomba lari saja? Yang terakhir sampai di puncak bukit anjing goreng!" Dalam sekejap, mereka pun pergi, dengan debu dari jalanan berkerikil menunjukkan tiga pasang jejak sepatu kecil yang berubah menjadi jejak serigala di ujung jalan. Waverly memperhatikan pemandangan di sekitarnya, mencoba menentukan sebuah lanskap atau sosok untuk digambar. Dia membuka buku gambarnya dan membalik halaman-halaman yang dipenuhi gambar sepasang mata yang sama; sebelah hitam dan sebelah biru. Meskipun dia menggambarnya dengan gaya yang berbeda-beda, siapa pun yang melihat pasti sadar bahwa semuanya adalah sepasang mata yang sama. Namun, hari ini Waverly bertekad untuk menggambar sesuatu yang baru. Dia memposisikan pensilnya di atas kertas dan mulai menggambar garis halus baru. Benaknya kembali memikirkan malam yang akan datang. Setiap tahun, sang Serigala Merah akan memilih kawanan mana yang akan menunjuk seorang kandidat untuk Pengorbanan Tahunan. Dari waktu sebuah kawanan terpilih, mereka punya waktu 4 tahun sebelum giliran mereka kembali tiba, untuk memastikan setiap kawanan dalam area tersebut menyediakan persembahan. Saat terakhir kawanan Lycan terpilih adalah 3 tahun yang lalu. Menurut perhitungan, mereka masih memiliki setahun lagi sebelum memilih korban lain. Lantas, mengapa tangan Waverly agak gemetar? Dia menatap gambarnya dan mendapati bahwa dia kembali menggambar mata itu. "Waverly! Rupanya kau di sana!" Waverly menyingkirkan pikirannya. Dia meletakkan pensilnya di antara dua halaman dan menutup buku tersebut. Ia menengadah dan melihat sosok bertubuh mungil berambut merah berlari menghampirinya, matahari yang tenggelam menegaskan semburat pirang di rambut gadis itu. Gadis itu jatuh terbungkuk dengan tangan di lututnya ketika berhenti. "Aku tadi berlari mengelilingi kota untuk mencarimu, tapi Peter bilang kau pasti ada di rumahmu, lalu ketika aku sampai di sana, ibumu, maksudku sang Luna, mengatakan bahwa kau sedang bersama adikmu, dan ketika ternyata kau tidak sedang bersama Isadore--" "Whoa, whoa, tenang, Reina. Kau sudah menemukanku. Ada apa?" Reina menarik napas dan menegakkan tubuhnya. Matanya sangat besar untuk anak 10 tahun, tapi gadis itu mengingatkan Waverly pada Isadore saat seumurannya, membuat dia tidak mampu menahan senyum. "Cowok-cowok." Waverly tertawa kecil dan dengan cepat menutupi mulutnya dengan tangan, kemudian terbatuk untuk menyembunyikan cekikikannya. "Cowok-cowok, ya?" "Iya!" Reina memposisikan dirinya di atas batu di sisi Waverly, memaksanya untuk bergeser. "Mereka itu sangat ..." "Menyebalkan?" "Lebih tepatnya ... menjengkelkan. Mereka ingin kau tetap di tempat sementara mereka pergi bersama yang lain, dan ketika mereka kembali, mereka mengajakmu bermain seolah-olah mereka tidak baru saja meninggalkanmu. Itu tidak adil!" Reina menunduk sambil menendangi rumput di bawah sepatunya. "Aku juga ingin ikut berlari." Waverly mengikuti arah tatapan Reina. "Apa ini tentang Bryce?" Mata Reina dengan cepat naik. "Bryce? Tentu saja bukan!" "Hmmm ... aku setuju, sih. Dia memang tampan. seorang murid Beta muda yang luar biasa." Mata Reina berbinar. "Ya! Dia sangat gesit dan menguasai pelacakan dengan sangat cepat! Itu benar-benar—" gadis itu berhenti ketika bertatapan dengan mata kelabu gelap milik Waverly. "Waverly ... bagaimana kau bisa tahu bahwa kau telah menemukan pasanganmu?" Tiba-tiba kedua gadis itu terdiam, sehingga yang terdengar hanya gemersik angin dan suara anggota kawanan Lycan lain di rumah-rumah mereka dari kejauhan. "Aku tidak tahu," jawab Waverly jujur. "Aku masih belum menemukan pasanganku." Mata Reina membesar. "Belum? Aku pikir, di usiamu sekarang, kau seharusnya sudah punya pasangan!" Kali ini Waverly benar-benar tertawa. "Kau pikir aku ini setua apa?!" Reina mengangkat bahu, namun tidak menjawab. Waverly tersenyum pada gadis di sebelahnya. "Hal itu terjadi pada waktu yang berbeda-beda dengan cara yang berbeda pula bagi setiap manusia serigala. Tapi, dari apa yang kudengar, butuh beberapa waktu untuk mengetahui apakah seseorang benar-benar pasanganmu. Ketika itu terjadi, tiba-tiba kau akan merasa terhubung dengan mereka dan langsung mencium aroma kesukaanmu. Lalu, semuanya akan terasa pas." "Kau tahu apa aroma kesukaanku?" tanya Reina. Waverly pura-pura berpikir sejenak, kemudian menggeleng. "Burrito." Keduanya tertawa sebelum tawa Reina terhenti. Sesosok tinggi kurus terlihat berlari kecil menuruni jalan. Sosok itu membawa sesuatu di tangannya, dan saat ia semakin dekat, Waverly segera mengenalinya. "Demi Lycan, Finn, jika ini soal gaya pakaian Isadore lagi, aku tidak tahu apa yang--" "Bukan tentang itu." Waverly menatap mata coklat Finn dan terdiam ketika menyadari betapa serius abangnya yang biasanya terlihat sok itu. "Ini tentang Pengorbanan." Dia menyerahkan selembar kertas yang tadi Waverly lihat kepada gadis itu. Mata Waverly meneliti kata-kata yang tertulis rapi di bawah panji dengan lambang kawanan Serigala Merah. "Kita telah dipilih."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD