bc

The Marriage Pact

book_age18+
379
FOLLOW
1.8K
READ
dark
contract marriage
family
powerful
independent
CEO
boss
single mother
bxb
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Gya Delisha, janda muda beranak satu, hanya ingin hidup tenang jauh dari ibunya yang doyan mabuk dan memanfaatkan tubuh anaknya demi uang. Saat dia kabur ke kota dan bekerja sebagai asisten rumah tangga, hidupnya berubah sejak mengenal Lucas Nolan Matthew-si CEO kaya pemilik penthouse tempat dia bekerja.

Lucas yang ditekan ibunya untuk segera menikah, nekat mengajak Gya membuat perjanjian gila untuk menjadi istrinya selama enam bulan, demi harta warisan dan menjaga nama baik. Gya yang terdesak membutuhkan uang, akhirnya menyetujui.

Akankah pernikahan pura-pura itu perlahan berubah menjadi nyata atau berakhir saat kontrak mereka habis?

chap-preview
Free preview
1. Kehidupan Pilu Janda Muda
"Mama, dingin." Gadis kecil berusia dua tahun yang bahkan belum fasih berbicara itu mengerjap polos dalam gendongan ibunya. Payung kecil tak mampu melindungi dari tempias hujan dan hembusan angin. Bibir mungilnya bergetar, pelukannya mengerat, matanya mulai terpejam karena kantuk. "Sabar, Sayang, sebentar lagi kita sampai ke rumah Oma." Dia mengusap punggung anaknya, terus melangkah meski sandal berat oleh tanah liat. Jalan setapak itu diapit semak liar, menuju desa kecil di ujung sana. Sebenarnya ada jalan besar beraspal, tapi lebih jauh dan rawan jika langit sudah gelap. Siapa yang tahu jika ada begal, 'kan? Cuaca awalnya hanya mendung, lalu badai datang tiba-tiba. Tak ada pondok untuk berteduh, jadi ia terus melangkah membawa putrinya. Untung selalu sedia payung di tas—maklum, musim hujan. Gya Delisha, gadis dua puluh dua tahun yang kuat dan selalu tersenyum. Nama indah pemberian ayahnya. Gya bekerja serabutan dari desa ke desa—mencuci, menyetrika, membersihkan rumah. Jika pekerjaan penuh hingga sore, Gya bisa mendapat seratus lima puluh ribu. Meski lelah, Gya menikmatinya. Asalkan putri kecilnya bisa minum susuu dan makan bergizi setiap hari. "Tadi Eca lupa bawa jaket, ya? Besok Mama janji lebih teliti, ya, Nak. Makasih udah temenin Mama kerja. Maaf kalau Mama kurang perhatian hari ini." Gya mencium tangan putrinya dengan tulus. Canda tawa Eca selalu jadi penawar lelahnya. Selama Gya bekerja, Jessica selalu tenang dan jarang rewel. Biasanya, orang yang mempekerjakan Gya senang mengajak Jessica bermain atau menjaganya. Gya bersyukur sering dipertemukan dengan orang-orang baik, bahkan kadang diberi upah lebih. Jessica Ofelia, anugerah Tuhan yang baik hati dan bijak sejak kecil. Karena tak fasih menyebut namanya sendiri, dia pun akrab dipanggil Eca oleh semua orang. "Ibu udah pulang? Kukira nginap lagi," ucap Gya tersenyum hangat saat tiba di rumah. Ibunya tampak merokok di ruang depan, satu kaki naik ke kursi kayu buatan almarhum ayah—masih kokoh meski sudah hampir sepuluh tahun. "Minta duit dong, Ya!" Desi menengadahkan tangan, menaikkan alis dengan wajah memaksa. "Uang Ibu habis buat beli minuman tadi malam." Seperti biasa, Gya jadi sasaran tiap kali ibunya pulang habis mabuk. Saat punya uang, Desi lebih memilih bersenang-senang dengan pria dan teman-temannya, lupa kebutuhan rumah. Gya lelah bekerja, sementara kebutuhan Jessica terus bertambah. Dia ingin menabung sejak dini untuk sekolah TK Jessica, tapi uangnya selalu diambil Desi. Dua tahun terasa singkat, dan Gya tak ingin anaknya tumbuh tanpa pendidikan, seperti dirinya dulu. "Nggak ada, Bu. Udah habis buat beli susuu dan kebutuhan rumah," jawab Gya usai menidurkan Jessica. "Kemarin Ibu masih pegang banyak uang. Habis lagi?" Harusnya Gya tak perlu tanya, toh sudah hafal sifat ibunya. "Jangan ditanya, ya iyalah habis. Uang segitu mah kecil!" Gya menggeleng tidak habis pikir. "Lebih baik ditabung, Bu. Kita nggak tahu besok masih sehat atau nggak. Kalau kena musibah dan nggak punya uang, gimana? Utang lama aja belum lunas." "Berisik! Kalau Ibu sakit, kamu yang harus kerja. Mau jadi anak durhaka?" "Bukan gitu maksud Gya, Bu. Tapi—" "Ibu cuma minta uang, bukan ceramah! Sok bijak, nasihatin orang tua!" "Eca makin besar, Bu. Sebentar lagi sekolah. Kalau nggak mulai nabung sekarang, nanti dia nggak bisa masuk TK." Desi mematikan rokoknya dengan kasar, tatapannya tajam saat Gya menyebut Jessica. "Makanya nikah jangan asal. Akhirnya ditinggal juga, kan? Ngapain repot besarin anak itu? Kasih aja ke bapaknya. Beres!" "Udah takdir Gya begini, Bu. Nggak bisa diulang. Kalau bukan jodoh, nggak mungkin sampai nikah dan punya Eca." "Bodohh. Anak satu-satunya, tapi nggak berguna. Harusnya kamu nikah sama Juragan, jadi istri ketiganya juga nggak apa, yang penting banyak duit. Dikasih hati malah minta jantung. Nggak tahu bersyukur! Kualat kan sekarang?" Ucapan Desi tajam, tak ada yang berani menegurnya. Tak heran para tetangga sering membicarakannya—lebih karena iba melihat nasib Gya yang terus tertekan. "Kalau Ayah masih hidup, beliau pasti nggak akan izinin Gya nikah sama Juragan. Gya masih muda, Bu, sedangkan Juragan lebih pantas jadi ayah Gya. Lagi pula, harta nggak selalu bikin bahagia. Banyak orang kaya tapi hidupnya kosong. Duit bisa habis kapan aja, dan roda hidup nggak selamanya di bawah." "Terus, menurut kamu yang bikin bahagia itu cinta? Cih! Makan cinta nggak bikin kenyang. Ujung-ujungnya kamu juga sakit hati!" Rahang Desi mengeras. Ia selalu ingin melayangkan tangan tiap kali Gya membantah. "Kamu tuh anak nggak tahu diri. Capek-capek Ibu besarin, bukannya jadi harapan masa depan, malah nambah beban hidup!" Beban pikiran? Padahal selama ini Gya menanggung semua kebutuhan rumah. Desi tak pernah peduli uang dari mana, asal makan tersedia dan rokoknya ada. Gya memasak, belanja, bahkan bayar ini-itu pakai uang sendiri. Desi tinggal duduk manis tanpa pernah berpikir sedikit pun. "Gya nggak mau ngerepotin Ibu. Gya bakal kerja, biar nggak minta sepeser pun." "Lihat si Leby, anak tetangga. Dia tiap bulan kasih uang buat mamanya. Bisa belanjain, perbaiki rumah, bahkan punya simpanan emas. Padahal lebih muda setahun dari kamu, tapi udah pintar cari duit!" "Bu, aku nggak mau kerja kayak Leby. Nggak pa-pa capek dan uangnya sedikit, yang penting halal dan aku bahagia. Kalau aku kerja kayak Leby, gimana masa depan Eca? Aku nggak mau dia dibully cuma karena ibunya pelacurr." "Terus kamu mau selamanya kerja serabutan nggak jelas begitu?" Desi mendelik, lalu memukul bahu Gya hingga anaknya terkesiap. "Malu Ibu punya anak jadi pembantu! Disuruh nikah sama Juragan nggak mau, diajak kerja sama Leby juga nolak. Rasanya pengin Ibu hajar kepala kamu. Emangnya enak hidup miskin terus begini?" "Suatu saat Tuhan pasti kasih rezeki lebih, Bu. Aku aja udah bersyukur bisa kerja begini," ucap Gya lembut. "Capek ngomong sama kamu! Nggak ngerti juga maunya orang tua. Besok antar Eca ke rumah mantan suami kamu, biar mereka aja yang urus. Uang hasil kerja kamu bisa bagi dua sama Ibu." Gya melotot, cepat menggeleng. "Eca milik aku. Nggak akan aku kasih ke siapa pun. Sekalipun harus mengesot, aku tetap bersama Eca. Dia satu-satunya harapan aku, Bu." "Masih cinta sama mantan kamu, ya? Bodohh banget!" Desi bangkit, masuk ke kamar sambil terus mengumpat. Ucapan kasar itu sudah sering Gya dengar, tetapi dia berusaha tak lagi peduli, karena Tuhan pasti tahu niat hatinya. Dulu, Gya pernah menikah dengan kakak kelasnya saat sekolah. Pernikahan itu hanya bertahan setahun, lalu berakhir dengan perceraian. Bukan tanpa sebab, hubungan mereka hancur karena konflik dua keluarga. Pihak suami geram dengan sikap Desi yang suka mempermalukan dan menyebar fitnah. Pertengkaran demi pertengkaran akhirnya memicu perselingkuhan, meninggalkan luka mendalam bagi Gya. Sejak bercerai, Gya membesarkan Jessica seorang diri. Mantan suaminya tidak pernah datang, apalagi memberi nafkah. Dari kabar yang Gya dengar, pria itu sudah menikah lagi dan hidup bahagia bersama keluarga barunya. Namun, Gya tidak pernah berharap belas kasihan. Dia yakin bisa memenuhi kebutuhan Jessica meski penghasilannya tak seberapa. Jika tidak mampu memberi sesuatu yang mahal, maka dia akan menjadikan hal sederhana terasa istimewa. Demi Jessica, Gya akan berjuang tanpa batas. Menjadi ibu sekaligus ayah bukan hal mudah, tapi Gya berhasil menjalaninya dengan ikhlas. Dia sudah berdamai dengan masa lalu dan luka-luka di hatinya. Kini, ketenangan hadir cukup dengan melihat tawa Jessica. "Mama nggak akan mengorbankan masa depan kamu demi ego orang lain, termasuk Oma. Sabar, Sayang. Suatu hari nanti Oma pasti sadar. Dia sayang, cuma matanya masih tertutup uang. Jangan khawatir, ya, Mama akan sayang Eca sampai napas terakhir.” Gya mengusap kening putrinya, lalu mengecupnya penuh kasih. Jessica begitu mirip dengan Gya. Mungkin sejak dalam kandungan, dia tahu hanya sang ibu yang benar-benar berjuang untuknya. Bagi yang tak tahu, Gya tampak seperti gadis muda yang belum menikah—tubuhnya kurus, tinggi, berkulit putih, dan rambutnya cokelat terang. Senyumnya manis dan tulus. "Sayangnya Opa udah pergi sebelum sempat lihat Eca. Kalau beliau masih hidup, pasti kalian dekat. Opa orang yang sangat penyayang." Sebenarnya, Gya bukan anak kandung ayahnya. Desi dulu hamil dari kekasih bulenya, seorang tentara. Sayangnya, pria itu gugur di medan perang sebelum sempat menikahi Desi. Hancur karena kehilangan, Desi sempat terpuruk saat mengandung Gya. Hingga akhirnya orang tuanya menjodohkan Desi dengan Tio, pria baik yang menerima Gya dan menyayanginya sepenuh hati. Dari pernikahan itu, Desi sempat melahirkan anak perempuan lain. Sayangnya, anak itu meninggal di usia lima tahun karena sakit.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.4K
bc

TERNODA

read
198.6K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
54.7K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook