B E. Part 3a

1115 Words
“Udah deh. Jadi pergi apa nggak nih? Kalau nggak jadi aku balik ke kamar aja” protes Anya. Ketika Anya sudah mengeluarkan kata bernada ancaman, maka mereka harus segera mengikuti sebelum wanita itu benar-benar marah. Akhirnya mereka beranjak dari lobi hotel dan pergi tanpa Sera. Tiba-tiba langkah Gio berhenti, membuat yang lain juga ikut berhenti “Halo bro. Gimana-gimana?” sapa Gio pada si penelepon. “...” “Lo mau ke sini? Udah di jalan belum?” “...” “Oke. Gue tunggu. Sip, hati-hati ya bro” ucap Gio di akhir panggilan. “Siapa?” tanya Adel penasaran. Gio memasukan kembali ponsel ke dalam saku celananya, “Teman kuliah, orang sini dan dia mau nyusul ke hotel. Kayaknya aku nggak jadi ikut. Kalian pergi aja, nggak masalah kan?” tanya Gio hati-hati. Anya menaikkan bahunya, “Nggak kok. Kita pergi berlima aja. Kamu ketemu aja sama dia. Kan kasian kalau udah jalan ke sini kamu malah pergi” sahut Anya di ikuti anggukan yang lain. Gio mengacungkan ibu jarinya “Oke, have fun yaa. Ingat kak, jaga kak Gery soalnya banyak cewek sexy di sana” ucap Gio sambil menatap Gery dengan tatapan jail. Setelah rombongan pergi, Gio memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Tapi langkahnya terhenti di depan pintu kamar yang letaknya tidak jauh dengan kamar miliknya. Ia memandang ke arah pintu untuk beberapa saat. Ia ragu untuk lakakukan niatnya. Setelah berpikir beberapa saat dan mengumpulkan keberaniannya akhirnya Gio mengetuk pintu dengan perlahan. Ia tidak mau si pemilik kamar kesal bahkan marah. Gio sedang dalam mood tidak ingin bertengkar. Begitu pintu di buka, si pemilik kamar muncul dari balik pintu. Gio dan Sera saling baradu pandang untuk beberapa saat. Tiba-tiba pandangan Gio beralih ke tubuh Sera, membuat gadis itu menatap risih. Tangan Sera refleks menutup bagian dadanya “Lo? Ngapain di sini? Katanya mau keluar” Sera tidak marah, ia hanya heran melihat sosok bertubuh tegap menjulang di hadapannya. Setahu Sera pria ini pergi bersama saudaranya. Gio terkesiap, “Itu..aa, temen gue mau ke sini jadi gue batal ikut yang lain” jawabnya gugup. Sera mengangguk, “Terus lo ngapain di sini?” “Nyari lo” Kening Sera mengkerut, “Nyari gue? Emang ada urusan apa?” Refleks tangan Gio terangkat, menempelkan puggung tangannya pada kening Sera. Sera yang terkejut, tentu saja menghindar namun tangan Gio sudah sempat mendarat pada kulitnya. “Mau ngapaen lo pegang kening gue?” tanya Sera judes. Gio menghela napas lelah, “Gue kira lo demam gara-gara kejadian tadi siang. Kata Adel lo nggak enak badan. Ternyata lo baik-baik aja. Buktinya bisa lo masih bisa judes begini” Sera mendengus sebal, “Gue nggak selemah itu, kali. Udah buruan lo ada perlu apa? Gue lagi subuk dan harus packing barang ke koper” Kepala Gio mendongak ke arah kamar Sera, sekilas ia melihat koper milik Sera  terbuka, “Tunggu deh, lo nggak jadi ikut pergi bukan karena menghindar dari gue gara-gara kejadian tadi pagi kan?” Entah kenapa ia harus memusingkan hal ini. Sera mengernyitkan alisnya, “Nggak lah. Walaupun gue kesel banget sama lo, gue bukan tipe kayak yang lo pikirin. Udah selesai kan?” “Lo beneran mau balik ke Jakarta?” tanya Gio kembali. Sera memutar bola matanya dan mendesah kasar, “Ya ampun Gio Aldian Berata, lo cerewet banget kayak Love Bird. Iya gue mau balik ke Jakarta karena ada tugas mendadak. Jadi sekarang gue harus buru-buru. Oke?” Gio mengangkat bahunya, “Ya udah, hati-hati ya” pria itu melenggang meninggalkan Sera yang diam melihat sikap aneh Gio. “Dasar cowok aneh. Datang-datang nanya hal nggak penting. Beda banget sih sifat lo sama Raka.” menyebut nama Raka membuat Sera mendesah sedih “Orang itu, selalu saja membuat gue merasa sakit. Dasar bodoh” gumamnya. Sera kembali ke kamarnya dan membereskan semua barang miliknya. Setelah itu ia harus menemui keluarganya untuk berpamitan, terutama dengan Opa dan Omanya. Ia tidak mau menghilang seperti tadi malam dan membuat orang-orang mencemaskannya. Kali ini ia akan pergi dengan cara baik-baik. Di kamar lain, Gio berbaring dengan pikiran melayang. Sekarang apa yang harus ia lakukan. Saudaranya pergi dan teman yang ingin berkunjung dan menemuinya hanyalah sebuah kebohongan. Ia terpaksa berbohong agar bisa menemui Sera. Bukan apa-apa, ia hanya merasa bersalah jika gadis itu sakit karena ulahnya tadi pagi. “Kenapa sih gue harus berurusan sama cewek itu terus. Galaknya ngalahin emak-emak lagi PMS” gumamnya. “Tapi kasihan juga sih balik ke Jakarta nggak ada temen. Apa perlu gue rayu Raka biar dia nemenin Sera balik. Ah ngapain juga gue ngurusin orang kayak gitu. Di pesawat juga dia nggak sendirian. Siapa juga mau ganggu cewek kayak lampir begitu. Udah gede juga masa nggak bisa jaga diri” pikir Gio. Sera terlihat gusar di ruang tunggu bandara. Penerbangannya tinggal satu jam lagi. Ia sengaja datang lebih awal karena takut terjebak macet. Sejak menerima telepon dari seseorang, ia merasa cemas. Maka ketika ponselnya berdering kembali, ia sangat terkejut sekaligus senang. “Halo, gimana mas?” tanya Sera begitu mendengar suara si penelepon. “Sudah beres mbak. Barangnya sudah saya kirim” jawab pria di seberanag sana. “Udah hati-hati kan mas? Nggak ada yang tahu kan?” tanya Sera cemas. “Tenang, mbak. Seperti biasa” Sera menghembuskan napas lega, “Syukurlah. Makasih ya pak, uangnya saya transfer seperti biasa” ujar Sera. “Siap mbak. Terima kasih mbak Sera” ucap pria itu di akhir panggilan. Kini ia bisa bernapas lega. Urusan penting di Jakarta sudah selesai dengan baik dan lancar. Hal yang selalu ia lakukan tanpa menimbulkan kecurigaan. Untung saja ia bertemu seseorang yang bisa menjamin rahasia milik Sera. Tanpa Sera sadar, tidak jauh dari tempat duduknya seseorang sedang memperhatikan gadis itu. Lebih tepatnya mengawasi dari belakang. Orang yang sama dengan yang mengawasi Sera di club. Mengamati apa yang di lakukan oleh Sera dari jauh. Sera meregangkan tubuhnya, merentangkan tangannya ke samping. Tubuhnya terasa sangat lelah, ia butuh istirahat lebih tepatnya butuh tidur. Setelah cukup lama, akhirnya Sera bisa masuk ke dalam pesawat. Ia tidak sabar untuk beristirahat dan menutup mata. Ia tidak terlalu suka penerbangan malam. Sera lebih senang melihat sinar matahari dari pada melihat bintang namun sekeliling gelap. Intinya Sera benci dengan gelap. Setelah meletakkan tas kecilnya di cabin, ia siap untuk beristirahat. Penerbangan dari Bali ke Jakarta cukup membuatnya punya waktu untuk tidur dan memulihkan tenaga. Sabuk pengaman sudah terpasang, kaca mata udah menutup matanya dan masker penutup mulut juga tidak lupa ia gunakan. Bukan untuk gaya, hanya saja sebagai pembawa berita yang wajahnya sering wara wiri di tv membuat orang-orang mudah mengenalinya. Jadi dari pada saat posisi tidur wajahnya terlihat jelek, apalagi mulutnya terbuka lebih baik ia mengenakan atribut itu semua.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD