B E. Part 8b

1201 Words
“Makasih ya kalian mau datang ke ulang tahun Brian. Isinya bocil sama emak-emak semua nih,” ucap Jeremy ketika melihat rombongan sepupu Rea datang bersamaan, minus Gery dan Anya karena mereka sedang menginap di rumah keluarga Anya. “Padahal mau cuci mata,” celetuk Raka. “Kira-kira ada yang dianter kakak atau tantenya nggak Mas?” bisik Dimas jenaka membuat semuanya tertawa. “Kalian ini pintar melucu,” ujar Jeremy. “Namanya juga kembar Mas, harus kompak juga gilanya,” ucap Adel. “Oh iya, suami kamu nggak ikut?” “Nggak Mas, maaf ya. Dia lagi ke luar kota ada kerjaan.” “Nggak masalah santai saja.” Gio dari tadi diam, matanya mencari sosok yang tidak kunjun muncul. Jeremy menyadari sikap Gio. Jeremy menepuk pundak Gio, “Cari siapa Gi? Rea? Dia lagi di atas panggung tuh sama Brian.” Jeremy mengedik ke arah panggung. Untung saja Jeremy mengira ia sedang mencari adiknya yaitu Rea, padahal kenyataanya ia sedang mencari sosok musuhnya yang tidak lain adalah Sera. “Ah iya Mas, nanti saja saya sapa dia. Masih sibuk juga kayaknya nemenin Brian,” jawab Go santai. “Oh iya, Sera mana Mas?” tanya Raka. “Sera lagi tugas di daerah Jawa Barat. Kemarin ada tugas mendadak, kan di sana lagi ada tanah longsor karena hujan deras . Jadi Sera dikirim ke sana buat liputan,” jawab Jeremy. “Oh gitu...” gumam Raka. Dimas dan Adel melirik Raka dengan tatapan menyeledik. Ingin tahu bagaimana ekspresi saudaranya mengetahui Sera bertugas di tempat bencana alam. Namun ternyata Raka terlihat biasa saja. “Kamu nggak khawatir Sera tugas di tempat berbahaya?” tanya Dimas. “Kenapa harus cemas. Aku tahu Sera seperti apa. Dia malah suka dengan hal yang menantang karena dia tahu batas kemapuannya sampai mana. Jadi aku percaya kalau Sera selalu berhasil dalam melaksanakan tugas bagaimana pun situasinya” jawab Raka. “Sepertinya kamu benar-benar menganal Sera dengan baik,” gumam Jeremy. Raka tersenyum, “Kami memang dekat sejak lama, Mas. Jadi sedikit banyak tahu seperti apa sosok Sera” “Ternyata Raka benar-benar mengenal Sera begitu dalam. Sedangkan gue hanya tahu kalau Sera sosok wanita rese, jutek dan pemarah,” pikir Gio. Dimas dan Adel yang berpikir Raka akan khawatir nyatanya saudara sepupunya itu terlihat biak-baik saja. Tapi berbeda dengan Gio yang mendadak gelisah, setelah mendengar ucapan Jeremy. Syukurnya tidak ada yang tahu tentang kegelisahan yang dialami Gio. Anehnya Gio sendiri bingung kenapa ia harus merasa cemas dan gelisah? Itu adalah pekerjaan Sera dan sudah biasa tapi kenapa ia merasa begitu khawatir dengan Sera. Gio benar-benar tidak habis pikir dengan perasaanya sendiri. *** Gio membaringkat tubuhnya saat sudah selesai membersihkan diri. Ia menyalakan tv dan sambil membuka aplikasi **. Biasanya ia sangat jarang membuka sosial media tapi karena seseorang, ia akhinya sering melakukan hal itu. Hanya dari sana ia bisa tahu apa yang dilakukan oleh Sera. Anggaplah Gio menjadi seorang stalkernya Sera. Biar saja ia dianggap gilaa karena melakukan hal tidak penting. Tapi mencari tahu keadaan Sera adalah sebuah keharusan yang dilakukan sebelum ia tidur. “Pantesan kemarin nggak update story, ternyata lagi di tugas di luar kota” gumamnya. Gio semakin sadar jika setiap ingat dengan Sera ada sesuatu yang membuat jantungnya berdegub kencang, rindu menyerang saat tidak bisa bertemu dengan gadis itu. Tapi ia terus menolak hal aneh yang terjadi padanya. Ini bukan sesuatu yang spesial, ia hanya menganggap Sera sama dengan saudara perempuannya yang lain. Matanya beralih dengan cepat ketika tv yang sengaja ia nyalakan menampilkan sebuah berita tentang bencana tanah longsor susulan Sukabumi. Dan stasiun tv tempat Sera bertugas justru tidak menyampaikan berita langsung dari lapangan, melainkan melalui sambungan telepon. “Bukannya harusnya Sera yang siaran? Tapi tunggu, Sera tugas di bagian mana ya?” Gio menyesal tidak memastikan pada Jeremy daerah mana Sera bertugas. Maka tanpa pikir panjang, Gio segera menelepon ke nomor Sera berharap ia mendapat kabar baik tentang keadaan Sera. Selain itu ia takut nomor telepon yang ia miliki sejak setahun lalu tidak aktif karena Sera berganti nomor. Ia menunggu dengan gelisah, karena ternyata ponsel milik Sera tidak bisa di hubungi. Gio berusaha berpikir positif, mungkin karena hujan jadi tidak menemukan sinyal, atau ponsel Sera sedang mati. Atau gadis itu memang mengganti nomor teleponnya. Gio berusaha keras untuk tidak berpikir buruk tapi tetap saja ia merasa khawatir. Ia tidak tahu bagaimana pekerjaan Sera di lapangan. “Sera, lo dimana?” pikir Gio dengan cemas. Gio tidak berani menanyakan keadaan Sera pada keluarganya karena bisa menimbulkan kepanikan. Belum tentu juga Sera dalam bahaya seperti yang ia pikirkan. Maka ketika terlintas nama seseorang di pikirannya, Gio segera menghubunginya. Gio fokus mencari nomor kontak milik Rama, setelah ketemu ia segera menelepon nomor tersebut. “Halo Ram gue boleh minta nomor Gadis nggak? Ada yang mau gue tanyain,” tanpa basa-basi Gio langsung pada tujuan utamanya. “Kayaknya penting nih, sampai nggak ada basa basi, bro.” “Sory Ram tapi ini benar-benar mendesak.” ”Oke santai, gue bercanda kok. Tunggu sebentar gue kirim nomor Gadis sekarang.” “Oke, gue tunggu. Jangan lama-lama ya, urgent nih,” pinta Gio dengan cemas. “Iye, matiin makanya,” gerutu Rama. “Thank, bro,” ucapnya di akhir panggilan. Setelah menunggu beberapa menit, nomor Gadis sudah dikirim oleh Rama. Maka tanpa buang waktu, Gio langsung mengubungi Gadis. Ia tidak peduli kalau ini sudah jam sembilan malam. “Halo, Gadis. Ini gue Gio. Sory ganggu malam-malam,” ucap Gio ketika Gadis menjawab panggilannya. “Oh Gio, aku kira siapa. Iya santai aja, kenapa Gi telpon malam-malam. Kayaknya penting?” “Lo tahu nggak kalau Sera ke luar kota buat tugas?” “Tahu, emang ada masalah apa?” “Gue hubungin nomornya nggak aktif. Tadi gue nonton berita katanya ada longsor susulan di Sukabumi. Dia tugas di sana nggak?” suara Gio terdengar sangat cemas. “Astaga. Iya emang ngeliput di daerah sana. Tunggu ya Gi, mungkin aku bisa cari info dulu di grup.” Gadis tak kalah panik. Tapi ia berusaha untuk mematahkan keyakinannya kalau Sera ada di lokasi yang di maksud Gio. “Kabarin gue segera Dis.” Bagitu sambungan telepon dengan Gadis berakhir, Gio terduduk lemas di tempat tidur. Ia tertunduk dengan tangan meraup wajahnya. Ia banar-benar khawatir dengan keadaan Sera, ia takut kalau wnaita itu dalam bahaya. Ia tidak peduli egonya menentang keras untuk jangan peduli dengan Sera. “Ser, lo baik-baik saja kan?” gumamnya pelan. Tidak lama Gadis mengubunginya, dengan cepat ia menjawab panggilan itu. “Halo, Dis. Gimana?” “....” “Oke, thank ya,” begitu singkat namun intinya Gio tahu kemana mencari Sera sekarang. Setelah mengganti pakaian dengan jeans panjang dan kaos polos serta jaket, Gio menyambar kunci mobilnya yang ia letakkan di meja nakas. Setengah berlari ia menuruni anak tangga. Pikirannya benar-benar kacau namun harus tetap waras karena harus mengemudi. “Gio, kamu mau ke mana?” suara dari arah ruang tamu menghentikan langkah pria itu. “Ma, Gio ada urusan penting. Mungkin pulang besok atau lusa. Nanti Gio kabari lagi ya, Ma” Belum mendapat tanggapan dari sang mama, Gio berlalu begitu saja, menghilang di balik pintu masuk rumah. ~ ~ ~ --to be continue-- *HeyRan*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD