B E. Part 2a

1108 Words
Sera sudah duduk manis di restoran hotel untuk sarapan. Bahkan ia datang sebelum yang lain datang. Ia mendahului mengambil menu sarapan karena sejak tadi perutnya sudah keroncongan. Dengan mengenakan kaos putih longgar dan hotpant ia nampak santai tanpa peduli tamu di sekelilingnya yang sedang memperhatikannya. Yang masih ada di hotel yang sama adalah orang tua Jouvan dan Rea. Ayah dari Aurel. Om dan tante Rea dan kakak sepupu Rea semua masih di Bali. Tidak ketinggalan Jeremy berserta keluarganya. Rea dan Jouvan akan terbang dari Bali ke New Zealand untuk bulan madu, sebelum nanti melanjutankan perjalanan ke Paris. Sera menikmati menu scrable egg, sosis panggang dan segelas jus jeruk. Jarang-jarang ia memilih menu ini, biasanya ia hanya makan buah untuk sarapan. Bukan diet, hanya sejak dulu ia terbiasa dengan menu itu. Kecuali kalau menginap di rumah omanya, ia tidak bisa menolak menu yang disodorkan oleh Nenek kesayangannya itu. Ia tidak berani menolak bukan karena takut jika wanita itu marah padanya, hanya saja Sera tidak ingin membuat kecewa omanya. Sosok yang selama ini menjaga dan menyayanginnya begitu dalam tanpa pernah memandang kalau Sera bukan cucu langsungnya. “Heh, anak nakal. Ke mana kamu semalam?” tidak perlu terkejut, Jeremy bicara tepat di depan wajahnya Sera. Ia tidak sadar jika pamannya itu sudah berada di hadapnnya karena terlalu asik dengan menu yang ia makan. Sera hanya menampakkan senyum tidak bersalah. Ia sudah siap dengan ocehan pamannya itu. “Maaf Om, tadi malam Sera ketiduran. Capek banget setelah acara di pantai.” jawabnya bohong. Jeremy memicingkan mata, mendaratkan tubuhnya di kursi seberang Sera bersama dengan Brian dan di ikuti Adeline.“Beneran tidur? Kamu nggak ke pergi ke luar? Soalnya kamu ngilang pas acaranya belum selesai. Bahkan kamu nggak ada pas acara foto bersama.” tanya pria itu curiga. Adeline tidak sabar untuk bertanya “Kamu bikin panik yang lain, Ser. Pintu digedor nggak ada jawaban. Kami takut kalau kamu kenapa-kenapa. Kok bisa tidur kayak orang pingsan begitu” “Om dan Tante Sera yang paling baik, maaf kalau aku buat kalian khawatir. Tapi beneran aku ketiduran. Nggak denger pintu di ketuk, bunyi ponsel juga aku nggak dengar saking lelapnya. Ini aja masih ngantuk tapi karena lapar jadi terpaksa bangun pagi.” Sera begitu lancar menyampaikan alasannya. Ia terbiasa menghafal isi berita tentu ini bukan hal yang sulit. Tapi berbohong bukan keahliannya, tetap ada ketakutan jika sampai ketahuan. Berdosa rasanya harus membohongi semua orang. Tapi ia juga takut kalau ketahuan pergi ke club sendirian. “Tuhan, maaf kalau aku bohong. Jangan hukum aku.” batinnya. “Oke kita percaya. Tapi Opa dan Oma nggak tahu deh. Mereka khawatir banget, siap-siap aja kamu kena marah. Bahkan pengantin baru sampai ikutan panik, hampir saja kita lapor polisi. Kebayang kan mereka lagi enak berduaan jadi tertunda karena ikut panik gara-gara kamu nggak ada” Jelas Jeremy dengan nada meyakinkan. “Serius?” Sera cukup terkejut dengan ucapan Jeremy. “Sampai separah itu?” Adeline menepuk tangan suaminya dengan keras, “Kamu lebay banget. Kita nggak sampai mau lapor polisi ya.” “Om, ih. Sera kan merasa bersalah jadinya. Jangan bohong dong. Parah banget deh Om Je” gerutu Sera sebal. Jeremy mendesah pelan karena aksinya di bongkar oleh sang istri, “Sayang, kamu harusnya dukung aku. Malah buka rahasia. Biar tahu rasa anak ini, suka buat orang cemas.” “Papa nggak boleh boong tahu. Kata ibu guru kalau suka bohong nanti dosa. Papa mau jadi Papa yang berdosa.” celetuk Brian. Wajah Jeremy memerah karena malu. Ia lupa ada anak kecil yang sedang bersama mereka. Tentu saja kecerdasan Brian tidak bisa diragukan lagi. Bocah ini selalu nyeletuk jika ada hal yang ganjal di sekitarnya. Entah mengerti atau tidak tapi setiap ucapannya sering membuat orang dewasa tidak berkutik. Sera dan Adeline tidak bisa menahan tawa karena melihat ekspresi Jeremy. Hanya Brian yang bisa membuat papanya mati kutu bak tertangkap sedang mencuri makanan. Jeremy menggaruk telinganya karena malu sekaligus lucu dan bangga pada anaknya “Iya maaf ya Brian, Papa cuma bercanda kok. Brian jangan contoh Papa, ya sayang.” ucap Jeremy sambil mengelus kepala bocah itu. Setelah menyelesaikan sarapan bersama keluarga Gunawan dan keluarga Rea, Sera pergi ke kolam renang yang tersedia di hotel tersebut. Ia juga sudah menyelesaikan masalah yang terjadi walau pun ia harus berbohong. Syukurnya semua berjalan lancar tanpa ada yang curiga. Ia janji ini yang terakhir kali berbohong karena ia sangat bersalah melakukan itu. Berbohong kepada orang-orang yang ia cintai rasanya menyakitkan. Setelah meninggalkan restoran tempat sarapan, Sera pergi ke kolam renang tapi tidak untuk berenang. Ia hanya ingin mencari udara segar. Padahal rencana awal ia ingin kembali ke kamar hotel untuk tidur karena sejak tadi ia menahan kantuk. Tapi sekarang justru kantuknya menghilang tanpa sisa. Sera berbaring di Lun Lounger, untuk menikmati udara pagi dan hangatnya sinar mentari. Di sekitar kolam juga tidak terlalu ramai yang berenang jadi ia tidak perlu merasa terganggu karena keberadaan orang lain. Setelah mengenakan kaca mata yang ia bawa sejak tadi, Sera bersiap untuk menutup mata sejenak menikmati waktunya sendiri. Sera melonjak akibat terkejut karena sesuatu mengenai tubuhnya. Ia membuka kaca mata lalu mengerjap beberapa kali untuk melihat sekeliling mencari sumber air yang jatuh pada tubuhnya. Bajunya basah karena terkena air. Saat matanya menangkap sosok di tengah kolam, ia mengerang kesal. Ia bangun dari duduknya dan berdiri di sisi kolam. “Gio, ihhh!!” teriak Sera tanpa peduli dengan pengunjung yang lain. Gio tertawa lebar melihat kekesalan Sera karena ulahnya menyipratkan air kolam saat gadis itu asik bersantai sambil tertidur. “Kalau mau tidur di kamar jangan di sini. Makanya kalau malam tidur jangan suka begadang.” seru Gio. Jarak keduanya cukup jauh, mau tidak mau harus mengeraskan suara. Sera berkacak pinggang di pinggir kolam, “Eh, suka-suka gue. Kenapa lo yang ngurus? Sini lo kalau berani lawan gue, jangan cemen jadi laki.” tantang Sera. Akhirnya Gio mendekati Sera tidak mau menjadi pusat perhatian orang-orang karena Sera bicara dengan nada setengah berteriak. Sudah kepalang tanggung membuat gadis itu marah. Sekalian saja ia lanjutkan, lumayan untuk peregangan di pagi hari. “Nih gue udah di sini mau apa lo?” tantang Gio balik. Gio berdiri di sisi kolam, tangannya di lipat dan di letakkan di pinggiran kolam tepat di depan Sera berdiri. Sera menunduk, tangannya terangkat kemudian menjambak rambut Gio tanpa ampun. “Nih, rasakan. Makanya jangan suka ganggu atau ngurus urusan orang lain.” Sera begitu bersemangat menjambak rambut Gio yang tidak terlalu panjang. “Ser, sakit. Lepasin nggak? “ Gio mengerang sakit, tangannya berusaha melepas jambakan dari Sera yang begitu kuat. “Minta maaf dulu, baru gue lepas. Masa kayak gini aja lo kesakitan, dasar cemen” ucap Sera sengit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD