B E. Part 6a

1186 Words
Sera baru saja keluar dari gedung Galaxy Media untuk menyelesaikan pekerjaannya. Walaupun sangat lelah, setidaknya hari ini ia bisa pulang tepat waktu karena semua deadline sudah ia bereskan. Maka rencana selanjutnya salah ia akan pergi ke rumah baru milik Jouvan dan Rea. Pengantin baru itu baru saja pulang dari bulan madunya setelah pergi hampir sebulan lebih. Harusnya Sera datang besok untuk ikut acara makan malam sekalian syukuran rumah baru tapi berhubung besok ia tidak bisa makan sore ini ia akan ke sana. Yang terpenting adalah niatnya untuk datang walaupun tidak bersama yang lain. Sera tidak membawa mobil karena tadi ia di jemput oleh timnya saat berangkat ke lapangan. Jadilah sekarang ia berdiri di pinggir jalan depan gedung Galaxy Media sambil mencari taksi online melalui apilkasi yang ada di ponselnya. Saking fokusnya sampai ia tidak peduli dengan lingkungan sekitar. “Woe..!!” seseorang berseru dari jarak yang tidak terlalu jauh dari tempat Sera berdiri. Sera menoleh ke segala arah, mencari sumber suara yang tidak asing baginya. Mendadak perasaannya tidak enak. Ketika melihat sebuah kepala menyembul dari jendela mobil, Sera mendesah lemah. “Selalu saja ketemu dia. Jakarta luas begini kenapa harus ketemu dia sih. Apes deh gue” gerutunya. Kini mobil yang di kendarai oleh Gio sudah berhenti tepat di depan Sera sedang berdiri. Kemudian ia turun dari mobil menghampiri Sera. Untung saja tidak ada larangan berhenti atau tidak boleh parkir jadi masih aman jika ia berhenti di sana. “Mau ke mana?” tanya Gio santai. “Mau pulang lah. Masa mau beol” seperti biasa. Jutek adalah sikap yang tepat setiap bertemu Gio. “Maksud gue kenapa berdiri di sini? Mobil lo mana dan mau pergi ke mana?” tanya Gio dengan sabar. Sera menghela napas, “Gue mau ke rumah Om Jouvan. Gue nggak bawa mobil dan ini mau pesan taksi tapi tertunda karena lo” Gio menggaruk kepalanya, “Kok karena gue? Emang hubungannya lo pesan taksi sama gue apa?” tanya Gio bodoh. Sera memutar bola matanya, “Ya dari tadi gue nggak jadi pesan karena lo ngajak ngomong. Kenapa sih nggak sekali aja lo itu pura-pura nggak lihat gue” “Ya Tuhan, kenapa gue jadi yang disalahin. Lo emang sentimen banget sama gue” Gio menggeleng tidak habis pikir. Selalu salah di mata gadis itu. “Karena emang laki-laki tempatnya salah. Terus lo kenapa bisa ada di sini?” tanya Sera ketus. “Gue abis dari sanggar. Ke sini anterin teman gue karena mobilnya di bawa pacarnya” jawabnya. “Lo punya teman kerja di sini?” tanya Sera penasaran. “Bukan teman gue tapi pacarnya temen gue kerja di sini” sahut Gio. “Oh. Siapa namanya?” Siapa tahu Sera kenal orangnya. Gio mengernyitkan alisnya karena tiba-tiba mendadak tertarik dengan urusannya “Nama pacarnya Gadis. Temen gue namanya Rama. Kenal?” “Si Gadis. Dia sohib gue kali di sini. Kok kebetulan banget ya” Sera takjub dunia memang sesempit ini. “Gue juga mau ketemu Rea. Kangen udah lama nggak ketemu gara-gara honeymoon kelamaan. Kayak nggak ada lain hari aja sampai bulan madu sebulan. Emang nggak capek apa ya” Gio tidak berbohong. Saat tahu adiknya sudah di Jakarta maka ia tidak sabar untuk bertemu. “Suka-suka mereka dong mau berapa lama honeymoon. Namanya juga pengantin baru jelas masih hangat-hangatnya. Mereka kan keliling benua, emang deh Om Jou manjain istrinya banget” “Ya udah lo ikut gue aja” ajak Gio. Mendapat tawaran dari Gio, tatapan Sera berubah menyelidik. “Lo kok sembarangan ngajak cewek satu mobil, emang nggak takut cewek lo marah? Gue nggak mau di anggap ganggu pacar orang” Kening pria itu langsung mengkerut, “Cewek gue? Siapa?” tanya Gio bingung. Sera mengibaskan tangan di depan wajah Gio. “Alah, nggak usah pura-pura deh. Kalau bukan pacar masa pelukan di parkiran kafe. Ih alay banget kayak nggak ada tempat lain aja. Masa pelukan di tempat umum sih” cibir Sera. “Oh waktu itu. Lo salah dia bukan pacar gue” jawab Gio santai. “Kalau bukan pacar kenapa pelukan?” tanya Sera heran. “Kenapa emangnya? Gue biasa meluk Rea, Adel atau Anya. Fine-fine aja, nggak ada masalah. Lo juga bisa gue peluk kalau mau tapi bukan berarti kita pacaran, kan” Sera berdesis “Dasar cowok. Bisa-bisa punya sifat begitu. Lagian punya kebiasaan jangan meluk cewek, sekalian aja lo meluk cowok” Gio memicingkan mata, “Lo ngomong apa?” Sera menggeleng, “Nggak. Lo pergi deh. Gue nggak mau ikut mobil lo. Mending naik taksi dari pada sakit kepala berdebat sama lo terus” ucap Sera sambil mengibaskan tangan ke depan. Gio menyambar tangan gadis yang selalu membuatnya naik darah. Menggiring Sera masuk dalam mobilnya. “ Buruan masuk” ujar Gio begitu ia membuka pintu mobil dengan tangan yang satu lagi. “Gi. Kok lo maksa sih? Kan gue udah bilang nggak mau ikut” Sera berusaha berontak tapi tetap saja Gio berhasil menyuruhnya masuk. Sera mendengus kesal “Dasar gila” gumamnya saat melihat Gio memutari mobil untuk masuk ke sisi kanannya. Gio menoleh ke arah Sera, dilihatnya wajah gadis itu begitu kesal. Tapi ia tidak peduli. Ia lebih tidak tega meninggalkan Sera padahal tujuannya sama. Tidak ada salahnya pergi bersama. Ia juga tidak memiliki niat jahat pada gadis itu. “Pasang seatbeltnya” titah Gio. Matanya fokus menatap ke arah depan. “...” Sera bergeming, ia sedang dalam mood kesal. Biar saja Gio marah dengan begitu pria itu akan mengusirnya keluar. Itu lebih baik. Namun apa yang di pikirkan Sera salah besar. Gio dengan cepak mencondongkan tubuhnya ke arah Sera. Tanganya mengambil seatbelt untuk dipasangkan. Sera yang tidak siap tentu saja kaget, tubuhnya tersentak dan membeku. Matanya spontan terpejam karena jarak dirinya dengan pria itu begitu dekat. Bahkan deru napas Gio bisa ia rasakan. Sesaat ia tidak bisa bernapas dengan situasi ini, lebih tepatnya dengan perlakuan Gio. Gio melirik Sera yang sedang memejamkan mata, dahinya mengkerut karena terlalu kuat menutup mata. Pria itu tersenyum tipis melihat tingkah Sera. Namun, segera ia duduk seperti semula, kemudian menyalakan mobil. “Ehhhemm” Gio berdehem agar Sera membuka matanya “Udah selesai. Makanya kalau dikasih tahu nurut. Kaget kan lo” ucap Gio sambil mulai mengemudikan mobilnya. Sera segera membuka mata ketika mobil yang di tumpangi bergerak di tambah suara Gio yang seakan meledeknya. Pria terlihat menyunggingkan senyum jail. “Dasar cowok s1nting” makinya dalam hati. “Nggak usah maki gue diam-diam, ngomong aja” Mata Sera seketika membulat karena Gio mampu menebak isi kepalanya. Mungkin saja hanya kebetulan dan tentu Gio bukan seorang cenayang. “Sok jadi orang yang bisa baca pikiran” sahut Sera kesal. Tangannya sudah mengepal, siap memukul orang yang duduk di sebelahnya. Gio mendesah pelan, “Kenapa sih tiap kita ketemu berantem terus? Perasaan dulu kita biasa aja. Ketemu cuma saling lempar senyum setelah itu selesai. Kenapa sekarang kita sering banget adu mulut? Lo sih lebih tepatnya selalu nyerang gue. Kalau gue sih kepacing sama mulut pedes lo” Entah kenapa pertanyaan ini mengalir begitu saja dari bibir Gio. Pertanyaan yang sudah cukup lama mengganggu pikirannya, keganjilan yang selama ini ia pendam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD