O.H.M.Ds 6

2010 Words
Happy Reading . . . *** Aku melangkah menuruni bis yang aku naiki ini, yang pada akhirnya sampai juga di kota yang dituju. Kurang lebih selama tujuh jam lamanya aku menaiki kendaraan tersebut dari Chicago menuju Detroit. Itu artinya lebih dari setengah hari waktuku habis hanya untuk berada di dalam perjalanan menuju kota tujuan dimana aku harus menjalani pekerjaanku ini. Setelah sebelumnya aku dibuat bingung harus menggunakan transportasi apa untuk sampai di Detroit, pada akhirnya pilihanku pun jatuh pada transportasi bis. Walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa sampai di kota ini, tetapi menggunakan bis adalah salah satu pilihan yang tepat jika ingin mengeluarkan biaya yang sedikit murah dan aku juga yang ingin berhemat karena aku ingin hasil dari pekerjaan ini bisa benar-benar aku simpan dan akan aku berikan khusus hanya untuk membayar pengobatan Grey nanti. Dan kini, hari sudah masuk ke dalam waktu sore. Di saat waktu yang sudah menunjukkan pukul empat, tetapi aku masih belum memulai pekerjaanku ini. Tidak ingin membuang waktu yang juga terus berputar, aku pun langsung bergegas untuk memulai mengantarkan barang-barang yang berada di dalam tas ransel berukuran cukup besar ini dengan menggendongnya pada bahuku dan beban punggungku pun langsung terasa berat dibuatnya. Setelah turun dari bis tadi, aku memutuskan untuk jalan kaki menuju tujuan pertama yang alamatnya berada di urutan nomor satu pada kertas yang diberikan oleh pria sinis, kaku, dan sangat tidak bersahabat itu kepadaku tadi. Karena menurut aplikasi peta yang terdapat pada ponselku yang tentu aku gunakan karena aku sama sekali tidak mengetahui kota ini, menujukkan bahwa jarak menuju alamat tersebut hanya berjarak beberapa meter di depan dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki saja. Maka tanpa berlama-lama, aku pun langsung berjalan mengikuti instruksi sesuai yang berada pada layar ponselku. Di sepanjang perjalanan selama dari Chicago menuju Detroit ini, situasi yang aku rasakan terasa aman dan aku tidak merasa terkekan akan pekerjaan yang aku lakukan ini. Hal yang cukup bagus jika aku bisa menyelesaikan pekerjaan ini dengan mudah dan sampai kembali di Chicago juga dengan aman. Dan pukul empat lewat lima belas menit, aku pun sampai tepat di sebuah alamat yang sudah sesuai aku tuju yang rupanya adalah sebuah rumah yang memiliki bangunan sederhana namun dari luar sini luas tanahnya terlihat sangat luas. Setelah berada tepat di depan pintu rumah tersebut, aku pun memasukkan ponsel yang sebelumnya aku genggam ke dalam kantung celana jeans yang aku kenakan, lalu menekan tombol bel rumah yang berada tepat di samping pintu itu. Tidak lama setelah satu kali aku menekan tombol bel, pintu di depanku ini terbuka dan terlihatlah seorang pria yang membukakan pintu. "G35C-12/45. Apakah itu anda?" Ucapku yang langsung menyebutkan nomor pemesan yang tidak lain adalah nama samaran kepada pria tersebut, sesuai dengan perintah yang diberikan oleh si pemberi tugas yang sinis, kaku, dan juga tidak bersahabat itu. "Ya." "Pesanan anda sudah tiba. Apakah uangnya bisa diterima terlebih dahulu?" "Sudah dipersiapkan. Tunggu sebentar." Selagi menunggu pria itu yang masuk kembali ke dalam rumahnya untuk mengambil uang, aku pun dengan cepat menurunkan tas yang berada di punggungku dan menaruhnya di lantai. Setelah membuka resletingnya, sebuah paket berbentuk kotak dengan berukuran sedang dibungkus kertas putih dan nomor pemesan yang aku sebutkan tadi juga sudah berada di bagian teratas posisi di dalam susunan tas tersebut. Apakah barang-barang ini sudah disusun dan diatur dengan sedemikian rupa? Entahlah, aku sudah tidak ingin peduli dan ingin memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan yang sepertinya terasa begitu dirahasiakan dari khalayak umum. Yang aku pikirkan hanyalah, jika dari sini aku bisa mendapatkan uang yang banyak kenapa aku harus banyak ingin mengetahui hal yang tidak perlu aku ketahui juga? Itu sama sekali bukanlah hal yang penting untuk diriku. Setelah mengambil barang tersebut, aku pun langsung menutup resleting tas tersebut dengan rapat dan benar-benar memastikan sudah tertutup dengan rapat. Lalu, aku kembali menggendong tas tersebut pada punggungku seperti semula. Bersamaan dengan itu, pria tersebut kembali datang dan ia pun langsung memberikanku sebuah amplop bewarna coklat dengan ketebalan yang tanganku saja tidak bisa menggenggam sepenuhnya amplop tersebut. "Ini uangnya, dan jumlahnya pun juga sudah sesuai." "Baiklah. Ini barang anda," balasku yang memberikan barang yang berada di tanganku kepada pria tersebut, dan juga langsung mengambil amplop coklat berisi uang tersebut. Hanya dengan sebuah kotak berukuran sedang dan memiliki penampilan yang biasa saja, barang itu sangat memiliki nilai dan bisa menghasilkan uang yang jumlahnya saja aku yakini tidak bisa aku bayangkan karena begitu banyak nominal angka nol yang berderet di belakang seri-nya. Bagaimana bisa sebuah kotak seperti itu bisa menghasilkan uang sebesar ini? Rasa curiga yang sempat menghilang tadi, langsung kembali datang bersamaan dengan perasaanku yang mengatakan bahwa isi dari kotak tersebut bukanlah sesuatu yang biasa apalagi sembarangan. Isi dari barang tersebut pasti begitu penting, yang banyak dicari namun sulit didapatkan, atau yang bisa disebut barang yang langka? Atau mungkin yang juga bisa, isinya adalah obat-obatan atau benda terlarang yang bersifat ilegal dan kebanyakan dijual dengan harga yang sangat tinggi? Oh, tidak! Aku benar-benar sudah terjebak di dalam pekerjaan yang memang sesungguhnya berbahaya dan sangat penuh dengan resiko ini. Satu kata setelah aku memegang uang yang tebal, berat dan jumlahnya yang juga sangat banyak itu adalah, takut. Aku yang sebelumnya memiliki perasaan biasa saja, namun kini tiba-tiba saja menjadi takut akan banyaknya uang tunai yang harus aku bawa dan juga aku jaga dengan baik-baik selama melakukan pekerjaan ini hingga aku yang benar-benar sudah bisa kembali ke Chicago dengan kondisi yang selamat. Dan ini baru satu tempat yang aku tuju. Masih ada beberapa tempat lagi yang harus aku tuju. Dan jika di setiap barang yang aku bawa ini memiliki nilai jual yang sama seperti yang satu ini, itu artinya aku akan membawa uang yang banyaknya tiba-tiba saja membuatku langsung merasa bahwa aku tidak sanggup lagi melanjutkan pekerjaan ini. Aku tidak memiliki mental yang kuat dan begitu besar karena bayangan akan nyawaku yang menjadi taruhan dalam kontrak pekerjaan ini, sudah langsung terlebih dahulu menghantui diriku. "Tidak biasanya mereka mempekerjakan seorang wanita," ucap pria tersebut kepadaku. "Ya. Kali ini sepertinya tidak biasa. Baiklah, kalau begitu terima kasih atas transaksinya." Balasku sambil memasukkan amplop berisi uang tersebut ke dalam tas selempang milikku yang aku kalungkan pada tubuhku dan langsung aku peluk dengan sangat erat tepat di depan perutku. Dan dengan cepat aku pun juga langsung bergegas meninggalkan rumah tersebut karena tidak ingin banyak berbincang seperti yang diperintahkan oleh si pemberi tugas bahwa aku tidak perlu banyak berbicara kepada para penerima barang jika aku tidak ingin terlibat dalam suatu masalah. Aku yang benar-benar tidak ingin terlibat dalam satu masalah apapun, benar-benar memutuskan untuk mengikuti prosedur seperti yang diperintahkan kepadaku. Tidak banyak bicara kepada orang lain dan hanya menjalankan pekerjaan dengan benar. Dan kini, tujuan keduaku adalah sebuah apartemen. Walaupun aku merasa sangat takut karena sedang membawa uang yang jumlahnya tidak sedikit, setidaknya aku masih bisa bernafas dengan lega karena satu urutan pekerjaanku ituntelah selesai aku lakukan dengan lancar tanpa adanya suatu hambatan apapun yang menghalang. Setidaknya, untuk saat ini. Tetapi aku sangat berharap lancarnya pekerjaan ini bisa sampai terjadi hingga aku bisa kembali ke Chicago. *** Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dan aku baru akan mengirimkan barang terakhir kepada penerima barang sesuai seperti yang tertulis di kertas ini bahwa penerima barang meminta untuk bertemu di sebuah jalan atau lebih tepatnya lagi di sebuah gang kecil yang ternyata sangat minim pencahayaan. Perasaanku yang sebelumnya merasa baik-baik saja karena sepanjang aku mengirimkan barang-barang kepada para penerima sebelumnya sudah berjalan dengan aman dan baik-baik saja, namun kini perasaanku tiba-tiba saja langsung merasa tidak nyaman dan sedikit tertekan. Langkahku yang semakin memasuki gang kecil nan sempit ini, membuat jantungku berdegup dengan begitu cepatnya karena rasa takut yang aku rasakan ini. Hingga dari kejauhan aku melihat ada seseorang yang berdiri tepat di bawah satu-satunya lampu yang menerangi gang ini, membuatku mulai memperlambat langkah yang semakin dekat terhadap sosok tersebut. "F27G-75/90. Apakah itu anda?" Ucapku yang sangat menahan rasa takut yang aku rasakan ini, kepada sosok yang rupanya seorang pria yang sedang menikmati sebatang rokok di tangannya. "Kau terlambat." "Hmm..., maaf. Tempatnya sedikit jauh dari tempat pengiriman sebelumnya. Jadi, apakah sekarang saya bisa menerima uangnya terlebih dahulu?" Pria itu yang langsung memberikan amplop bewarna coklat, amplop yang selalu sama dari semua perima barang seperti sebelum-sebelumnya. Setelah mengambil uang tersebut, aku pun langsung memberikan satu barang terakhir yang harus aku antarkan kepada si penerima barang yang sebelumnya sudah aku persiapkan dengan mengantungkannya di kantung jaket yang aku kenakan. Kali ini barangnya berupa kotak yang sangat berukuran kecil sehingga bisa aku masukkan ke dalam kantung jaket. Dan aku sungguh dibuat menjadi sangat tidak mengerti. Dari sepanjang pengiriman barang. Ukuran barang yang semakin kecil justru semakin bernilai sangatlah besar. Seperti yang terakhir ini, ukuran barangnya yang kecil tetapi nilai jualnya sangatlah besar. Terbukti dari ketebalan uang yang aku terima ini, jauh lebih tebal dan lebih berat dari uang yang aku terima dari penerima barang yang pertama tadi. "Kau menyimpan seluruh uangnya di sana?" Tanya pria itu kepadaku yang saat ini sedang memasukkan uang yang diberikannya tadi di dalam tas ransel, yang seluruh barangnya kini sudah terganti dengan uang yang sangatlah banyak dan membuat tas ransel tersebut menjadi sangat lebih berat dibandingkan pada saat menggendong barang-barangnya yang sebelumnya. "Ya. Mereka mengatakan hanya menerima uang tunai saja." "Mereka memang masih kuno saja, sama seperti dulu." "Kalau begitu terima kasih atas transaksinya." "Hei, berhati-hatilah. Di dalam tas itu tidak hanya ada uang saja, tetapi nyawamu dipertaruhkan juga di dalam sana." "Ya. Sekali lagi terima kasih." Peringatan yang sudah aku ketahui tanpa diberitahu oleh pria itu pun membuatku langsung melangkahkan kaki bergegas meninggalkan pria itu, dan ingin segera meninggalkan gang kecil nan sempit ini secepat mungkin demi menjauhi bahaya yang mungkin saja akan mengancam diriku. Namun, hal yang tidak aku inginkan itu justru sudah berada di depan mataku. Aku yang baru saja keluar dari gang kecil tersebut, langsung dihadang oleh beberapa orang dengan penampilan khas berandalan tepat di hadapanku. Belum sempat aku mencerna untuk apa orang-orang tersebut menghadangku, tubuhku langsung menegang karena dengan tiba-tiba saja di saat leherku dihimpit oleh sebuah lengan seseorang yang kini tubuhnya sudah berada di belakangku. "Kau berteriak, maka isi dari benda ini akan menembus dan melalui kepalamu." Ancaman yang terdengar tepat di samping telingaku itu, membuat tubuhku gemetar dan tanpa diperintahkan air mata ketakutanku sudah menetes dengan begitu saja. Bersamaan dengan sebuah benda yang tanpa aku lihat dan hanya bisa aku rasakan, sudah bisa aku ketahui bahwa itu adalah sebuah senjata pistol dengan letak lubang yang sudah melekat tepat di pelipisku. "Ap-apa..., apa yang ka-kalian inginkan?" Tanyaku dengan nafas tercekat dan rasa takut yang semakin menyerang diriku. "Semua ini akan berjalan dengan mudah dan tidak akan ada yang terluka, jika kau ingin menyerahkan isi dari tas yang kau miliki ini." "I-ini bu-bukan milikku." "Kau berbohong maka isi dari benda ini akan benar-benar melubangi kepalamu. Kami tahu apa isi dari tas yang kau bawa ini. Maka, berikan tasnya!" Suara yang terdengar menggelegar itu, semakin membuatku ketakutan dan bersamaan dengan air mata yang mengalir ini semakin menetes dengan begitu derasnya. "Bi-bisa kau le-lepaskan tanganmu terlebih dahulu? Ak-aku akan memberikannya." "Sekali lagi kau berbohong, maka delapan orang di depanmu akan melakukan hal yang lebih tidak menyenangkan dari yang pernah kau bayangkan." "Ak-aku..., aku ti-tidak akan berbohong." "Lepaskan semua tas yang kau miliki, dan berikan kepada pria besar di sana." Setelah pria yang mengancamku itu melepaskan himpitan pada leherku, dan sedikit mendorong tubuhku kepada pria bertubuh besar yang dimaksudkannya tadi tidak jauh dari posisiku sebelumnya. Seperti yang diperintahkan, aku pun melepaskan tas ransel berisi seluruh uang penjualan barang-barang tersebut dengan tangan gemetar dan juga dengan tas milikku untuk diberikan kepada pria tersebut. Tidak ingin berada di dalam situasi yang setiap detiknya semakin terasa mencekam, setelah memberikan tas berisi uang dan juga tas milikku, aku pun langsung berlari sekencang mungkin menjauhi perkumpulan perampok yang hampir saja melenyapkan nyawaku. Walaupun di tempat lain mungkin nyawaku tentu akan menjadi taruhannya juga karena aku sudah membiarkan uang yang jumlahnya begitu banyak itu menghilang dan diberikan begitu saja kepada orang-orang jahat yang sudah mengancamku tadi, setidaknya aku tidak mati di kota yang sama sekali tidak ada yang mengenal dan mengetahui diriku. *** To be continued . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD