Lea mendecak sebal ke arah Maura yang sedari tadi hanya cengengesan ngeliatin Lea. Mereka sedang belajar di kamar Maura dan Maura malah senyum-senyum sendiri. Lea berusaha menjelaskan bagaimana cara mengucapkan kata se relaxer yang berarti bersantai tapi justru Lea nggak bisa bersantai kalo gini. Sebel iya. Padahal kan gampang, tinggal menirukan Lea.
Lea tersenyum penuh pengertian ke Maura "Ura ... mau Madame ulang berapa kali ? Ini udah yang ke empat kali dan kamu masih belum bisa mengucapkan kata se relaxer, dari tadi kamu ngelihatin Madame seakan-akan Madame tuh pacar kamu . Denger Ura ..." Lea lalu mencondongkan tubuhnya dan berbisik ke Maura "...Maaf, tapi Madame nggak bisa jatuh cinta sama kamu."
Maura membelalakkan matanya kaget ketika Lea meniup telinganya. Spontan, Maura langsung menggosok-gosok telinganya yang geli gara-gara tingkah Lea.
"Madame! Madame m*****i kesucianku!" teriak Maura yang bikin Lea ketawa ngakak.
"Siapa suruh nggak konsen, Madame kan terbatas waktunya. Kamu malah buang waktu ngelihatin Madame. Eh, ada yang aneh ya di muka Madame?"
Maura lalu mengiyakan tapi kemudian menggeleng dan mengiyakan lagi.
"OMD, je suis folle maintenant," keluh Lea geleng geleng kepala.
Maura mendengus mendengar Lea berbicara dalam bahasa Prancis.
"Oke Madame, i know you can speak clearly in French but i can't and i don't understand it. "
Maura lalu menopangkan dagunya dan menatap Lea lagi "Dan aku masih nggak percaya kalo orang yang ada didepanku sekarang ini adalah guruku, hellow! Madame, Madame masih kelihatan muda banget, pantesan kak Arka mikir kalo madame tuh temenku."
"Oh, jadi namanya Arka ..." bisik Lea lebih kepada dirinya sendiri tapi Maura mendengar dan beringsut duduk mendekati Lea. Sedari awal Maura penasaran kenapa kakak jelek kesayangannya itu bisa kenal sama gurunya bahkan mereka sudah seakrab itu. Buktinya mereka berantem. Kalau orang baru ketemu bukannya saling sapa dan sopan ya?
"Em ... Madame udah lama kenal sama kak Arka?"
Lea menggeleng pelan
"Kak Arka pernah ngapa-ngapain madame ya sampe berantem gitu?"
Lea langsung nyolot "Enak aja! Idih sorry, Madame nyentuh kakak kamu yang cakep itu juga ogah!"
Maura tertawa dan Lea bingung.
"Emang Maura bilang kakak Maura yang cakep ya? perasaan engga tuh!" goda Maura membuat pipi Lea udah berasa pake blush on tebal 7 cm. Reflek, Lea lalu mencubit pinggang Maura.
"Ck! Fokus belajar, Maura!" Perintah Lea biar Maura nggak godain lagi tentang Arka.Tapi kalo dipikir-pikir emang bener kok cakep, trus salah Lea dimana? Lea tanpa sadar tersenyum sendiri bayangin muka super cakepnya Arka.
Matanya yang berwarna coklat keemasan, alis matanya yang tebal, hidung mancungnya, bibirnya yang seksi, tatapannya yang aduhhhh nggak nahan hehehehe eitss tapi sayang sikapnya kasar dan lo, Lea, lo udah nabrak mobilnya.
Lea menganguk-anguk sendiri. Ya kalo gitu emang Lea yang salah. Lea lalu menggelengkan kepalanya berusaha mengusir pikiran gilanya tentang Arka.
"Oke, Madame, aku fokus!" teriak Maura membuyarkan lamunan Lea, ketika hendak memulai kembali mengucapkan kata se relaxer, Lea teringat akan sesuatu.
"Ra, kamu bisa nggak bantu madame?"
Maura menaikkan salah satu alisnya dan menatap Lea.
"Madame haus, hehehehe," dan Maura pun melongo.
********
Arka sedang menuju kamar Maura buat ngingetin Ura kalo sekarang udah mau jam 9 malam dan dia belum makan malam, berpikir sebal mengingat ada cewek bernama Madame yang sekarang sedang di kamar adeknya. Di depan kamar Maura tanpa sengaja dia dengar ada teriakan aneh dan sekarang dia baru saja mendengar kata 'robek', 'ternoda' dan apalagi ini? Kesucianku terenggut? Ya ampun, kayaknya Arka musti dobrak pintu Maura sebelum terjadi apa-apa sama adek jelek kesayangannya itu.
CEKLEK
Arka langsung masuk dan kaget mendapati Maura yang sedang megang kemeja Lea yang robek dan Lea dengan gerak cepat mengambil selimut Maura dan menutupi badannya yang hanya mengenakan tank top. Muka Lea memerah karena malu sedang Arka memandangnya jijik. Lea mengernyit ngeri menyadari maksud dari tatapan mata Arka ke dirinya. Arka pasti berpikiran kalau Lea udah bikin rusak moral adiknya.
Maura memandang Arka kemudian memandang Lea dengan tatapan bingung tapi dia jelas tahu kakaknya tidak suka dengan Lea. Menyadari situasi berubah menjadi kaku, Maura lalu mendekati kakaknya.
"Ih kak Arka ganggu aja," kesal Maura, Lea lalu melotot ke Maura sedang Maura cuma cekikikan. Arka ngelihat ke kemeja Lea kemudian ngelihat Maura, Maura yang ngerti maksud kakaknya lalu menjelaskan sebelum kakaknya ngamuk dan berubah jadi Hulk.
"Tadi Ura nggak sengaja nyobek kemeja madame, tuh kena paku di meja belajar. Untung nggak kena kulit Madame," tapi Arka tetap melihat jijik ke arah Lea. Lea lalu berinisiatif ngambil kemeja di tangan Maura dan langsung pergi gitu aja ke kamar mandi.
Maura melotot ke Arka. "Kakak kenapa sih?! Emang salah Madame apa? Dia udah nyolong celana dalem kak Arka sampe kak Arka harus ngelihat jijik gitu?!" Arka cuma masang muka datarnya dan nyuruh Maura buat makan sekarang. Tadinya Maura mau nunggu Lea tapi kakaknya yang super bossy itu nggak suka buat dibantah. Maura tahu apa konsekuensi dari itu.
"Temen kamu biar kakak yang urus." Melihat tatapan tidak percaya adiknya Arka lalu mendecak sebal, "nggak bakal kakak mutilasi, sana makan!!". Dengan memberengut, Maura pergi keluar kamar sambil menatap pintu kamar mandi, harap-harap cemas memikirkan nasib Lea. Maura berlari kecil melewati Arka dan hanya bisa berdoa tidak akan ada perang dunia antara kakaknya dan gurunya.
Tepat setelah Maura pergi, Lea keluar dari kamar mandi, mengedarkan pandangannya mencari sosok Maura, yang dilihatnya justru sosok Arka yang bersandar di pintu sambil melipat tangannya dan menatap malas ke arah Lea. Dilihatnya sobekan agak lebar di jahitan samping kemejanya. Untung saja Lea pake tank top di dalam kemeja. Kalo gak pasti Arka dengan senang hati dapet tontonan gratis kulit putihnya Lea.
"Siaga 3 nih, gunungnya mau meletus" kata Lea dalam hati
Lea berdeham kencang. "Ehem! Maura kemana Om? Saya mau pamit pulang." Lea tersenyum sok-sok manis padahal aslinya males banget. Melihat tidak ada respon dari Arka, Lea hanya mengedikkan bahunya "aduh gawat, gue ngomong sama patung ternyata," sindir Lea.
"Kamu tau sekarang udah jam brapa?" bukannya jawab pertanyaan Arka, Lea malah tepuk tangan senang
"Hore! Patungnya bisa ngomong!" senyum Lea lebar, Arka melotot gemas ke arah Lea.
"Nah gitu dong, Om, kan perasaan saya enak jadinya, kirain tadi penampakan berdiri di depan pintu."
"Kamu selalu kayak gini ya kalo ngomong sama orang? Nggak sopan!" bentak Arka. Sesaat Lea terkaget dengan sikapnya. Tidak habis pikir kenapa berhadapan dengan Arka, Lea berubah. Lea jadi pengen nyolot aja. For God's sake! Dia tuh guru! Dia selalu mengajarkan ke muridnya kalo kesopanan itu nomor satu.
Lea menghela nafasnya pelan, menyadari kesalahannya. Dia nggak boleh kayak gini. Dia harus minta maaf ke Arka. "Iya maaf, Om. Maaf kalo saya nggak sopan. Saya mau permisi pulang dulu."
Tapi Lea nggak bisa kemana-mana. Tidak berkutik ketika Arka justru sekarang berdiri di depannya, menghalangi jalan.
Sabar Lea, sabar ... jangan nyolot sama dedengkot rumah ini, entar lo kualat.
Lea sempat beradu pandang dengan Arka sebelum akhirnya Lea menurunkan pandangannya. Lea merasa terintimidasi dengan tinggi Arka. Lea sadar dia cuma kurcaci di depan Arka.
Pasti leher Arka bakal sakit. Memikirkan kemungkinan itu tanpa sadar Lea terkikik.
Arka mengernyit, "kamu sakit jiwa ya? Ngapain kamu ketawa sendiri? Emangnya saya lagi main stand up comedy?!" Lea nepok jidatnya menyadari kebodohannya.
"Eh, Enggak om. Salah aja ya saya? Perasaan Om marah terus tiap ketemu saya. Toh saya sudah bertanggung jawab atas tindakan ceroboh saya. Sekarang saya ketemu Maura, Om tambah marah."
"Saya nggak selalu marah-marah sama kamu," tegas Arka. Lea menautkan alisnya dan mulai mikir maksud omongan Arka.
"Saya memang tidak suka melihat kamu bergaul dengan adik saya. Saya hanya berusaha menjaga adik perempuan saya dari pergaulan tidak benar. Saya menganggap kamu ancaman karena kamu tuh terkesan ... liar". Lea tersentak dengan ucapan Arka. Kata terakhir diucapkan Arka dengan bisikan dan tatapannya yang menggoda. Lea spechless. Lea salah tingkah diliatin terus sama Arka.
"Jadi karena itu Om selalu marah-marah kalo liat saya?" tanya Lea dengan suara parau. Lea menggigit bibir bawahnya menyadari d******i Arka pada dirinya. Lihat sekarang. Suara Lea berubah serak. Lea meremas ujung kemejanya kesal. Lea nggak pernah ngerasa kayak gini dengan lelaki manapun. Baru sekarang. Dan rasanya nggak nyaman. Sesuatu di dadanya menghangat tapi detak jatungnya justru berantakan.
"Kamu b***k ya? Saya nggak cuma marah sama kamu." Lea menengadahkan mukanya dan menatap bingung lagi. s**l! Otak gue kenapa harus ilang setengah sih! Gerutu Lea dalam hati ketika melihat Arka tersenyum. Arka tersenyum! Itu kabar gembira banget.
"Kamu nggak tau? Kamu lupa? Mau saya ingetin?"
Lea menganguk cepat tanpa tahu maksud Arka. Sekarang yang Lea tahu hanya bagaimana caranya lepas dari cengkraman makhluk ganteng ini.
Dengan perlahan, Arka mengelus pipi Lea dengan lembut membuat Lea tersentak dan memerah mukanya. Seketika Lea menegang mengingat peristiwa saat Arka mencium pipinya. Tanpa babibu lagi, Lea nabrak badan Arka dan kabur dari kamar Maura sembari memegang kedua pipinya yang panas akibat sentuhan Arka. Arka terkekeh melihat sikap konyol Lea.
"Cewek ini bahaya buat gue" gumam Arka.
*************
"Madame mau kemana?" Bingung Maura ketika berpapasan dengan Lea di di depan tangga. Maura hendak ke atas dengan Papanya untuk mengenalkan ke Lea. Kebetulan sekarang mereka bertemu. Budi, papa Maura yang berjalan di samping Maura juga ikut heran. Gadis yang didepannya merah seperti habis direbus. Lea mendongak dan kaget mendapati Maura dan Papanya.
"Madame mau pulang, Ra," ucap Lea masih memegang kedua pipinya. "Permisi, Bapak," lanjut Lea menundukkan mukanya sejenak menunjukkan hormat. Lea berjalan berbalik kembali hendak ke atas lagi.
"Madame salah jalan!" Lea menengok lagi mendengar kata-kata Maura. Dengan meringis malu menyadari kekeliruannya, Lea berbalik lagi lalu pamit melewati Maura dan Budi.
Setelah sosok Lea menghilang, Budi melirik ke Maura.
"Jadi dia guru yang kamu maksud, Ra? Keliatan down to earth," puji Budi yang berbuah cengiran oleh Maura.
"Iya dong Pah! Guru kesayangan Maura. Hehehehe. Cantik dan lucu ya, Pah! Pengen banget punya kakak perempuan kayak Madame Lea."
Budi menaikkan satu alisnya mendengar permintaan Maura. Melihat antusiasme anaknya terhadap sang guru, Budi hanya tersenyum kecil.
"Yaudah, jodohin aja kakak kamu sama guru kamu, ntar guru kamu jadi kakak kamu kan?" ujar Budi. Entah mengapa Budi langsung terkesan dengan sikap Lea yang kikuk dan terlihat apa adanya. Maura membulatkan matanya tidak percaya lalu tersenyum senang.
"Papa emang hebring!" Maura memberikan ke dua jempol tangannya.
"Yukkkk," canda Budi yang membuat Maura tertawa.
*************
Lea memandang dirinya di depan cermin wastafel di apartemennya. Ragu-ragu ketika hendak mencuci mukanya.
"Hihihi. Tadi dia nyentuh disini," kikik Lea sambil senyum-senyum sendiri. Tersadar, Lea langsung menampar mukanya sendiri.
"Ah! Aahhh! Sakit ternyata." Lea lalu memandang penuh tekad ke arah cermin. "Lea sadar! Dia cuma laki-laki kasar dan kebetulan gantengnya hingga tak terkira. Lo nggak boleh jatuh dalam perangkap laki-laki kayak gitu. Kaya iya, ganteng iya. Itu modal buat mempermainkan perasaan perempuan. Orang kaya itu sombongnya masyaaaaa...rakat. Amit amit jabang baby deh kalo sampe lo masuk jebakan batman orang kek gitu!" Cerocos Lea sembari mencuci mukanya.
"Nah bersih! Bersih dari sentuhan tangannya Arka." Lea terkikik lagi hanya dengan mengucapkan nama Arka. Ketika menyadari dia sudah mencuci bersih mukanya. Lea langsung terlihat sedih.
"Huaaa ... ilang deh jejak sentuhannya Arka!" tangis Lea kemudian menghamburkan dirinya di tempat tidur sembari sesengukan nangis tapi nggak keluar air mata.
"Padahal mau di taroh di museum nih pipi. b**o banget sih gue pake acara cuci muka segala!" ratap Lea.
Oke, fix. Lea udah gila.