"Akan ku ceritakan sepenggal kisah cerita antara aku, kamu, dia, dan mereka."
**
"Saya terima nikah dan kawinnya Reina Venjora Ashyfa binti Suherman dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!"
"Dengan besar hati saya, Genrefinadi Elyas Pramuarya ingin memadu Reina, dan menjadikan Silvia menjadi istri ke dua saya."
"Sudah cukup main petak umpetnya Reina, sudah tujuh tahun berlalu. Sudah seharusnya kamu memperbaiki masa lalu dan fokus menata masa depan. Siap tidak siap kita akan pulang ke Indonesia, kita kembali ke Surabaya."
"Tolong beri Abang kesempatan ke-dua, Rei."
"Tidak untuk kesempatan agar Abang bisa melukai kamu lagi, tidak pula kebencian yang akan Abang torehkan, tidak juga dengan air mata yang kau titihkan atas kesalahan Abang. Beri Abang kesempatan untuk membahagiakan kamu di dunia, dan di akhirat Abang."
"Beri Abang keyakinan darimu lagi untuk yang terakhir kali."
"Abang minta maaf, Abang hanya di beri pilihan. Abang tidak bisa kehilangan kamu, dan tidak bisa kehilangan Mama Abanb."
"Kamu dan Mama Abang adalah sayap-sayap Abang. Tanpa salah satu di antara kalian, Abang tidak akan bisa terbang.
"Elyas, perkenalkan ini Reina calon ibu tiri kamu."
"Hahaha calon ibu tiri?"
"Anda pikir anda ini siapa? Reina masih sah menjadi istri saya selama saya belum menjatuhkan talak kepadanya."
"Apa maksud kamu?"
"Sudah jelas, Reina adalah istri pertama saya yang sudah anda restui, tapi dengan catatan saya tidak akan menunjukkan Reina di hadapan anda. Dan setelah kejadian itu, dengan bangganya anda mengatakan bahwa Reina adalah calon ibu tiri saya? Ayah macam apa anda?"
"Selama belasan tahun anda mencampakkan saya dan mama saya, dan sekarang anda memanggil kita hanya untuk melihat lelucon tak bermanfaat ini, dan bahkan berhasil menghancurkan reputasi keluarga!"
"Maafkan ayah Elyas."
"Maaf, anda siapa ya? Dan ayah? Tidak ada seorang ayah yang akan menikahi istri anaknya sendiri!"
**
Reina Venjora Ashyfa, wanita yang pernah terbersit dalam benaknya bahwa dia adalah wanita yang tak berhak bahagia, wanita yang pernah berfikir bahwa dialah satu-satunya wanita yang terluka, di benaknya pernah muncul bayang-bayang bahwa dia adalah istri yang paling menderita. Namun, dia salah kira. Dia hanya butuh kata "sabar" untuk menjemput makna "bahagia". Bahkan untuk tersenyum kecil saja Reina tak mampu terlebih setelah masuknya "dia" dalam rumah tangganya.
Reina membiarkan alunan lagu lama mengalun hingga selesai, posisinya masih sama. Duduk di depan kaca hias di kamar dengan kasur queen sizenya.
"Reina, sudah saatnya keluar. Suami kamu sudah tiba." Itu adalah suara Maira, Mama Reina.
"Ma, apa keputusan ku ini sudah benar?" Tanya Reina dengan nada penuh keraguan di dalamnya.
"Insyaallah ini adalah jalan yang terbaik, Mama tahu kamu wanita baik, wanita hebat, wanita cerdas, dan kamu itu wanita tangguh!" Puji Maira dengan memegang kedua bahu Reina meyakinkan bahwa keputusannya ini sangatlah tepat.
"Entahlah Ma, rasanya aku ingin membatalkan semua ini."
"Hus, gak boleh gitu." Kata Maira dengan mata yang sudah memerah menahan air mata.
"Sayang, kamu masih ingat kan salah satu hadits kesebelas dari Abu Muhammad Al-Hasan bin 'Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan kesayangan Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Aku hafal ( sebuah hadits ) dari Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam, 'Tinggalkanlah yang meragukanmu lalu ambillah yang tidak meragukanmu.' " dari hadits riwayat Tirmidzi nomor dua ribu lima ratus delapan belas, dan An-Nasa'i nomor lima ribu tujuh ratus empat belas. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih adanya." Reina tersenyum mendengar penuturan Mamanya. Seharusnya dia bangga dan bahagia bisa tumbuh dewasa di tengah keluarga yang faham akan agama.
"Sekarang kita keluar ya, kita temui suamimu." Ajak Maira yang hanya bisa Reina angguki.
**
Kini, di ruang tamu sudah ada mereka. Keluarga suami Reina, suami yang sudah Reina tinggalkan selama tujuh tahun hanya karena kehadiran "dia" di dalam rumah tangganya. Reina tidak setegar Sarah yang sanggup mengizinkan Nabi Ibrahim mempoligami dirinya. Reina hanya wanita egosi yang ingin menjadi satu-satunya bukan menjadi yang pertama. Tapi, setelah mendengar penjelasan suaminya, mungkin ini adalah hal yang harus Reina jalani dengan ikhlas. Dengan cara berbagi suami dengan wanita lain.
Dulu Reina berfikir bahwa hukum mencintai suami wanita lain secara fitrah itu sah, dan tidak berhak di sebut "pelakor". Dulu Reina berfikir poligami itu Sunnah, lalu untuk apa Reina protes akan hal itu. Dulu Reina selalu berpedoman, selama suami bisa adil dan mampu untuk memberi nafkah lalu untuk apa dia keberatan.
Namun setelah merasakan ini secara nyata, ternyata sesakit ini rasanya berbagi suami. Harus benar-benar berasal dari niat, niat untuk benar siap-siap di madu. Harus benar-benar taat, taat akan agama Islam tentang makna poligami yang sebenarnya. Sabar, sabar akan cobaan dalam rumah tangga setelah sang "istri ke dua" datang ke istana.
Dan sampai sinilah Reina sadar, dia hanya wanita biasa yang tak mampu melihat suaminya bersanding dengan wanita lain meski wanita itu adalah istri kedua suaminya. Tapi, apa yang harus Reina lakukan? Dia harus sadar bahwa sekarang tidak hanya dia yang harus suaminya perhatikan.
"Reina." Reina tersingkap terkejut mendengar suara suami yang sudah tujuh tahun ini dia lupakan suaranya.
"Abang ingin bicara pada mu." Pintanya lalu pergi ke sisi taman samping rumah yang hanya terpisah kaca transparan, membuat siapapun bisa melihat mereka. Reina berdiri mengikuti langkah suaminya, langkah yang sudah tujuh tahun ini dia lupakan jejaknya.
"Abang harap kamu sudah siap untuk Abang bawa ke rumah kita." Ucap Elyas, suaminya secara to the points setelah mendudukkan pantatnya di kursi yang ada di taman. Reina duduk di sebrang kirinya, matanya menerawang jauh ke angkasa.
"Jika aku bisa kembali ke masa lalu, aku ingin tidak mengenalmu, tidak ingin memiliki hubungan sejauh ini dengan mu. Tapi, aku tidak bisa menentang takdir. Aku di pertemukan dengan mu, hingga hubungan suami-istri ini terjalin di antara kita. Meski dirimu sudah menceritakan semua itu kepadaku, tetap saja masih belum bisa mengobati luka di hatiku. Anggap saja, kesempatan ke-dua yang aku berikan kepadamu, kesempatan mu untuk mengobati luka ku. Jika suatu hari nanti kau kembali melukaiku, tidak hanya tujuh tahun. Jika aku mampu aku tidak akan pulang selama tujuh milenium. Semasa kecil aku selalu bermimpi bahwa setelah dewasa, aku bisa bahagia dengan suamiku seperti kisah Disney dalam kartun anak-anak yang sering aku dengar dongengnya sebelum tidur. Seorang pangeran dengan kuda putihnya yang mampu membuatku bahagia, tapi setelah menjadi dewasa kisah itu hanya menjadi cerita khayalan yang tidak bisa menjadi nyata dalam kisah hidupku. Kebaikan ku justru di manfaatkan untuk "dia" yang di pilih menjadi sang istri ke dua mu. Aku akan ikut kemanapun kamu berada, aku akan ada di sisimu, dengan satu syarat. Ceraikan istri keduamu, dan jadikan aku satu-satunya Ratu di hatimu."
Reina menatap wajah suaminya yang terkejut. Mungkin Elyas tidak percaya, Reina yang paham agama bisa berbicara cerai dengan tenang.
Selesai.