Sekarang Berbeda

2072 Words
Pagi ini rumah keluarga Chandra di bandung terasa lebih riuh. Ya, memang sejak Chacha memutuskan untuk bekerja di yayasan Eka Buana, kedua orang tua chacha akhirnya memutuskan untuk pindah ke rumah mereka di bandung dan hanya sesekali pulang ke pangandaran. Seperti hari biasanya Bu Emma adalah orang yang bangun paling pagi. Begitu bangun pagi, beliau segera mempersiapkan diri untuk memulai beraktivitas. Seperti sekarang beliau sedang asik di dapur menyiapkan sarapan. Hanya saja pagi ini Chacha bangun lebih awal dan sudah heboh untuk berbenah. Dia mengeluarkan ransel besar yang biasa dipakainya untuk bertugas di lapangan. Dia mempersiapkan banyak perlengkapan untuk nanti dibawa berangkat bertugas ke lokasi bencana. "Pagi - pagi udah bangun, keluarin ransel, emang mau tugas kemana kali ini nak?" Tanya bu Emma sambil meletakkan sarapan yang baru saja matang ke atas meja makan. "Kali ini deket-deket aja bu, ke Jakarta." Jawab chacha tanpa menghentikan aktivitasnya memasukkan segala perlengkapannya kedalam ransel. "Jakarta tu gede sayang, maksud ibu, Jakartanya dimana?" Tanya ibu emma sekali lagi menegaskan. "Oh... Di daerah muara karang, bu." "Memang ada bencana apa di muara karang?" "Yah ibu nggak up to date dech. Kemarin kan ada banjir bu disana." Jawab chacha menjelaskan Bu Emma mendekati chacha dan menyerahkan segelas Hot Mocca kesukaan chacha. "Aduh banjir yah?? Pasti jorok deh." Chacha yang sedang menyeruput Hot Mocca buatan ibunya langsung berhenti dan menatap tajam ke arah bu Emma. "Ibu!! Nggak boleh gitu bu. Mereka tu lagi kena musibah." "Iya ibu tau cha. Tapi kan tetap yah yang namanya banjir yah kotor, kulit kamu bisa gatal-gatal." Dengan wajah gusar sambil memasukkan perlengkapan chacha yang tersisa kedalam ransel. "Chacha harus ati-ati ya sayang, pake bootsnya. Rajin cuci tangan, jangan makan sembarangan nanti sakit perutnya. Jangan lupa bawa tisu basah dan sanitizer. Terus disana pake maskernya terus jangan suka dilepas - lepas. Jangan suka angkat barang - barang berat nanti back painnya kambuh, kaya yang terakhir kamu pulang dari merapi itu, susah ibu lihatnya." ibu emma berusaha menjelaskan kekhawatirannya. Memandang ibunya yang memberi nasihat panjang lebar, chacha tau ibunya sedang benar - benar khawatir. Chacha segera memeluk ibunya yang masih merapikan barang bawaan chacha dari belakang dan coba untuk menenangkannya. "Iya ibuku sayang, chacha akan jaga diri. Ibu nggak usah khawatir yah. Nanti juga ada mas sapto dan mas tejo yang biasa tugas sama chacha. Ibu kan sudah chacha kenalin sama mereka. Oya, kali ini Thea sama Joan ikut lho bu. Jadi pastikan kalo ibu nggak perlu khawatir lagi. Selama chacha tugas, banyak yang jagain chacha kok." Bu emma hanya bisa menghembuskan nafas berat, mengingat anak semata wayangnya yang tidak bisa dilarang sejak bekerja sebagai volunteer di yayasan Eka Buana. "Pagi!" Suara berat ayah menyapa. Pak Samuel baru saja turun dari lantai 2 rumah mereka dan bersiap berangkat ke kantor. "Pagi yah." Jawab ibu emma dan chacha serempak. "Kamu mau pergi lagi cha?" Tanya pak samuel yang sudah duduk di depan meja makan. Bu emma dan chacha menghentikan aktivitas mereka dan segera menyusul ayah yang sudah menunggu di meja makan untuk sarapan. "Iya yah, kali ini chacha tugas ke muara karang. Ada banjir disana. Mungkin 3 harian lah." Chacha coba menjelaskan ke pak samuel dengan lebih detail. "Hemm, jaga diri ya." Ekspresi ayah selalu datar kalau mendengar chacha akan berangkat tugas. Pak Samuel mulai memimpin doa lalu mereka mulai sarapan dengan tenang. Sebenarnya pak samuel masih belum ikhlas kalau chacha jadi volunteer tapi beliau sudah tak bisa melarang keinginan chacha. Kadang untuk mensupport chacha diam-diam pak samuel mengirim paket makanan atau bantuan untuk chacha dan kawan -kawannya yang sedang bertugas. Dibalik sikap dingin pak samuel, beliau sangat peduli pada chacha. Pak samuel menyayangi chacha lebih dari apapun. "Nanti ayah yang antar kamu ke yayasan." ucap pak samuel tiba-tiba setelah menyelesaikan sarapannya. "Okey yah, chacha ambil barang-barang chacha dulu." Sahut chacha yang juga telah menyelesaikan sarapannya dan berlari menuju ke kamarnya. "Ibu tenang, ayah udah bilang ke sapto buat jagain chacha. Dia pasti aman selama tugas." Kata pak samuel untuk menghilangkan kecemasan istrinya. "Iya yah, ibu nggak rela kalau anak kesayangan ibu sampai kenapa - napa." Ya, salah satu dari satuan tim tugas chacha adalah orang suruhan pak samuel yang diminta menjaga chacha selagi mereka bertugas. Pak samuel memang mengenal baik direktur yayasan Eka Buana tempat chacha bekerja. Maka dari itu mudah bagi beliau untuk meminta salah satu orang suruhannya untuk mendampingi chacha tanpa diketahui oleh chacha. "Ayo cha, nanti ayah terlambat ngantornya." seru pak samuel yang sudah berdiri di teras rumah. Chacha berlari sudah dengan seragam lengkap. Kemeja lapangan lengan panjang, celana kargo, sepatu boots, dan rambut digelung, tak lupa topi yang menutupi rambut indahnya. Sekalipun tampilannya jadi terlihat tomboy tetapi hal itu tidak dapat menutupi wajah manis chacha. "Ibu, chacha pamit berangkat ya. Doain supaya tugas chacha sukses, lancar, bisa nolongin banyak orang." Ucap chacha sambil mencium tangan bu Emma dengan hormat. "Iya sayang, aminn.. Ibu doain tugasnya lancar dan anak kesayangan ibu pulang dengan selamat." Jawab ibu tulus sambil meletakkan tangannya di kening chacha seraya membacakan doa lalu mencium kedua belah pipi anak kesayangannya. "Amin.. Makasih ibu cantik buat doanya. Bye ibu..." Chacha segera berlari keluar rumah karena ayah sudah menunggu di dalam mobil. "Bye sayang, ati-ati ya. Jangan lupa kabarin ibu" seru ibu sesaat sebelum chacha masuk ke mobil dan hanya dijawab dengan senyuman manis dari chacha. Setibanya di kantor yayasan, seluruh tim satuan tugas chacha sudah berkumpul dan siap berangkat, tinggal menunggu chacha saja. Dengan buru-buru chacha keluar mobil, tak lupa dia mencium tangan sang ayah seraya berpamitan. "Ayah, chacha Berangkat ya. Bye ayah." "Iya, ati-ati nak." Jawab pak samuel tanpa banyak ekspresi. Begitu turun dari mobil chacha langsung berlari ke mobil yayasan yang akan mengantar mereka ke lokasi bencana. Dari kejauhan pak samuel sempat memberi kode ke mas Sapto rekan tugas chacha dan di balas dengan anggukan tanda mengerti. Lalu mobil mulai melaju menuju lokasi. Dalam perjalanan Mas Tejo ketua tim pelaksana tugas memberikan breafing tentang apa yang akan dilakukan disana. Semua mengamati dengan seksama, chacha mencatat detail apa yang disampaikan mas Tejo di smartphonenya. ketika mas Tejo mulai menjelaskan teknis pelaksanaan dan suasana dimobil menjadi tenang. "Okey rekan - rekan sekalian. Kali ini tugas kita adalah memberikan bantuan respon cepat. Ada beberapa hal yang akan kita lakukan untuk beberapa hari kedepan. Diantaranya mendirikan posko dan dapur umum dititik yang sudah ditentukan oleh pusat, ini akan dikerjakan chacha, thea, dan joan. Mas sapto dan saya akan mulai melakukan assasment kepada warga terdampak sekaligus survei lokasi bencana. Selanjutnya kita akan menentukan paket bantuan yang akan dibagi dan teknis pelaksanaannya setelah semua data terkumpul dan segala persiapan selesai. Paham?" "Paham mas!!" Sahut mereka bersama. "Sebagai tambahan, nanti kita akan melakukan pelayanan kolaborasi. Ada satu perusahaan design di jakarta yang akan bergabung bersama kita sebagai bentuk CSR mereka. Saya harap rekan-rekan bisa membantu mereka dalam pelaksanaan tugas nanti." Tambah mas Tejo. "Siap mas!!" Jawab mereka serempak. Dalam perjalanan dari bandung ke jakarta ini terjadi obrolan antara tiga sahabat. "Eh beb, ayah sudah nggak pernah larang lo lagi buat kerja jadi volunteer?" Tanya Joan penasaran "Ayah sekarang beda sih beb, beliau nggak marah lagi atau ngelarang gwa buat berangkat tugas. Dulu kan kaya bete gitu kan setiap gwa berangkat tugas. Nah sekarang tu beda." "Beda gimana?" Thea ikutan nimbrung "Ya, ayah mukanya sekarang lebih ramah, ngomongnya juga nggak ketus. Sekalipun nggak banyak ekspresinya. Tapi kaya pagi ini aja, beliau malah nawarin buat antar gwa ke yayasan." Jelas chacha dengan wajah sumringah. "Bagus dong beb, sekarang lo nggak perlu merasa tertekan lagi karena ayah sama ibu nggak setuju lo kerja jadi volunteer." Kata Thea. Senyum chacha terbit, wajahnya terlihat lebih ceria saat mendengar kata - kata Thea. "Iyah, rasanya beban itu hilang. Jadi ringan banget tiap kali berangkat tugas." "Mas Tejo, perusahaan design yang bakal join sama kita nanti ada berapa orang? Ada cowok gantengnya nggak?" Tanya joan tiba-tiba. "Mungkin ada 3 orang, setau gwa sih cowok semua. Nah kalo urusan ganteng lo liat ajah nanti. Gwa nggak tau ukuran ganteng versi lo. Kl yang menurut lo gwa itu ganteng, berarti mereka itu biasa." Jawab Tejo sambil menyembunyikan senyum jahilnya. " Idih mas tejo, sok kegantengan." Sahut joan menunjukkan ekspresi geli hingga bahunya berguncang. "Ya makanya gwa kan nggak tau yang lo bilang ganteng tu yang kaya gimana. Nanti liat sendiri aja lah." Yang lain hanya tersenyum mendengar obrolan joan dan mas tejo. "Lagian ya jo, kita tu ke sana dalam rangka tugas nolongin orang bukan misi cari gebetan." Mas sapto ikut nyeletuk. "Ya kalo tugas tapi sekalian bisa cuci mata kan tambah semangat mas ngerjain tugasnya. Bisa liat yang seger - seger gitu. Bagaikan ngelihat oase ditengah padang belantara." Tambah joan sambil senyum sendiri dengan pandangan menerawang jauh. "Seger muka lo!! Cuci tu mata pake air!! Belekan kemana - mana. Lo mau berangkat mandi nggak sih beb ? Sumpah jorok banget sih lo!!" Seru Thea disambut gelak tawa seisi mobil. "Iya ih beb, tu beleknya dibersihin dulu gih. Bukannya seger yang ada cowok geuleuh liat lo." Semua tertawa terpingkal - pingkal kecuali Joan yang mengerucutkan bibirnya tanda bete luar biasa. Perjalanan hampir 3 jam tidak terasa berkat obrolan dan candaan dari 3 sahabat ini. Mereka membuat semua jadi cair, kompak, penuh semangat dan keceriaan. Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang, saat chacha dan tim tiba di lokasi yang akan dijadikan posko bantuan. Saatnya mereka mulai bekerja. Tak lama setelah mereka tiba, tim dari perusahaan designpun tiba. Mereka disambut oleh mas Tejo sebagai ketua tim. Ada Leon, David, dan Brian. Mereka adalah 3 orang yang dikirim oleh perusahaan design tempat Leon bekerja untuk membantu sebagai bentuk CSR dari perusahaan kepada masyarakat. Joan yang baru saja mengambil barang diluar posko berlari tergesa - gesa menghampiri chacha dan thea yang sedang menyusun barang di dalam posko. "bebs, kabar penting nih. Cowok - cowok dari perusahaan design yang mau join sama kita udah dateng lho. Ya Tuhan, GANTENG banget." Cerita joan dengan mata berbinar - binar. "Masa sih, nggak percaya gwa sama selera lo." ucap Chacha yang masih sibuk menyusun barang. "Ayo kita buktiin, cepetan!" Seru Joan sambil menyeret 2 sahabatnya. "Awas aja lo kalo boong! Kalau sampe mukanya nggak lebih bagus dari mas Tejo yang item kita timpukin ni bocah rame - rame cha." ucap Thea yang kesal pada joan karena diseret - seret. Setibanya didepan posko, mereka bertiga bersembunyi dan hanya berani mengintip dari belakang pintu. Ternyata didepan posko, mas Tejo sedang melakukan koordinasi dengan Leon dan kawan - kawannya. Terlihat mereka memperhatikan dengan serius instruksi dari mas Tejo. Leon yang bertubuh menjulang dengan wajah agak bule, mata bulat, alis tebal, hidung mancung, dengan bentuk wajah yang tegas, brewoknya tercukur rapi menampilkan sisi maskulin yang mencuri perhatian Chacha dan kawan-kawan. "Ini ngapain yah, pada ngumpul disini?" tanya mas sapto yang tiba-tiba muncul dibelakng mereka dan menggagetkan ketiganya yang dari tadi sedang mengintip dibelakang pintu. Ketiganya melompat dan berteriak serempak karena kaget, "Ahhhhh....." "Ya ampun mas, ngagetin tau! Nggak bisa apa kasih suara dikit gitu biar kita nggak kaget-kaget amat." Seru Joan yang tadi ditepuk bahunya oleh mas Sapto. "Lha, perasaan dari tadi gwa udah kresek-kresek mondar mandir dibelakang kalian deh. Kalian aja yang fokus ngeliatin keluar. Ngeliatin apaan sih, sampe pada bengong gitu?" tanya mas sapto penasaran. "Itu mas, si Joan nunjukin cowok dari perusahaan design yang bakal join sama kita. Katanya ganteng, makanya kita cek beneran apa boogan." Jelas Chacha yang diangguki thea. "ooo, kirain apaan. Eh, udah beres belum nyusun barangnya. Keburu sore nih nggak beres - beres. Mau di marahin mas Tejo?" Ucap mas Sapto menyadarkan mereka. Tanpa kata hanya dengan cengiran di bibir, mereka langsung kabur kembali ke dalam posko dan menyelesaikan tanggung jawab mereka. Beberapa saat kemudian Mas Tejo mengajak Leon dan kawan-kawannya untuk masuk ke dalam posko untuk bertemu dengan anggota tim yang lain. "Guys, kenalin ini rekan-rekan baru yang akan join sama kita di tugas kali ini. Ada Leon, David, dan Brian. Dan ini anggota tim dari yayasan Eka Buana, yang diujung ada mas sapto, ini Joan, thea dan chacha. Mereka saling bersalaman dan memperkenalkan diri masing-masing "Haii, aku Joan dari bagian dapur umum." ucap joan dengan suara dibuat semanis mungkin. "Hai juga, saya Leon. Semoga bisa bekerja sama ya."Jawab leon dengan santai sambil tersenyum manis yang memunculkan 2 lesung pipinya. Kemudian Leon berinisiatif mendekati Chacha dan mencoba menyapa, "Hai, kenalkan saya Leon." sapa leon sambil menunjukkan senyum manisnya. Chacha sempat menatap Leon sebentar namun selangkah kemudian dia segera menundukkan kepalanya berusaha untuk menyembunyikan senyumannya karena merasa malu. "Hai, juga saya Chacha." Jawab chacha dengan suara lirih dan malu-malu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD