BAB 2
"Ih, Tante! Apaan sih, aku kan cuma bercanda, iya gak, Om," sembur Amel memandang lelaki yang kini fokus mengendaraan mobil.
"Kamu bercanda, tapi aku serius, boleh tuh Mah, lamarin Amel buat aku," lontar Raffa membuat Amel membulatkan matanya.
"Apaan sih, Om! Jangan rese deh," geram Amel menatap kesal ke arah Raffa yang matanya masih fokus ke jalanan.
"Aku gak rese kok, Sayang. Mah, tolong cepet lamarin Amel ya," seru Raffa membuat Amel mengembuskan napas lalu memilih mendengarkan musik di handphone dan Wulan, Sekar terkekeh melihat kelakuan dua manusia ini.
Kini mereka telah sampai di sekolahan, suasana sangat ramai. Amel langsung berpamitan pada Ibu dan Wulan untuk berkumpul dengan teman-teman sebayanya.
"Mah, aku pamit ke kantor dulu," tutur Raffa menyodorkan tangan dan disambut Wulan, lelaki itu lekas mencium punggung tangan sang Mama dan Sekar.
"Kamu jangan terlalu malam pulangnya, Mama akan melamar Amel buat kamu," ucap Wulan membuat Sekar menoleh memandang tetangganya itu.
"Haa! Mama serius mau lamarkan Amel buatku." Raffa terkejut mendengar ucapan sang Mama, ia kira wanita itu hanya hendak menjahili Amel.
"Iya, kami serius kok. Kami juga udah membicarakan ini sebelumnya," kata Sekar yang kini ikut menimpali.
"Aku pamit dulu ya, Mah, Tan, soalnya bentar lagi telat nih. Sekarang mau ada rapat," seru Raffa melihat jam tangan dan lekas masuk ke kendaraan roda empat tersebut.
"Apa dong jawaban Raffa, Jeng," tutur Sekar kala melihat mobil Raffa berlalu pergi.
"Pasti dia mau kok, orang dia pernah ngigau bilang aku sayang kamu kaki pendek," papar Wulan membuat Sekar menoleh memandang tak percaya wanita itu.
"Yang bener kamu, Jeng. Masa anakku dipanggil kaki pendek," tawa Sekar akhirnya keluar mendengar perkataan sang tetangganya.
"Dua rius malahan, kalau sampe ngigau gitu berarti gak bakal salah dong," lontar Wulan yang dibalas anggukan Sekar karna dulu Raffa sama seperti almarhum Ayahnya Amel.
"Iya, kalau gitu aku percaya, ya udah emang kapan kalian melamar Amel?" tanya Sekar lalu mengajak Wulan duduk di kursi.
"Malam ini, Jeng. Aku juga udah siapin semuanya kok, pokoknya terima beres aja," balas Wulan dengan menggebu, ia memang sudah menyukai Amel dari dulu karna sikap baik gadis itu.
***
Senyuman terus terukir kala acara itu telah selesai. Kini mereka sudah pulang bahkan sekarang berada di dalam taksi. Walau ada jejak air mata di pipi kedua gadis yang baru saja wisuda itu, tetapi tidak memudarkan kecantikan mereka.
"Bu, aku mau kuliah bareng Shilla," ucap Amel membuat wanita yang melahirkannya menoleh.
"Eummm ... nanti aja bicarainnya ya, Sayang. Ibu masih capek nih, pegel banget kaki Ibu gara-gara berdiri terlalu lama," jawab Sekar lalu memejamkan mata, memang wanita itu sungguh kelelahan bahkan Wulan sudah terlelap dari tadi.
"Ya udah Ibu istirahat aja, nanti aku bangunin kalau udah sampe," celetuk Amel yang tak dijawab oleh Sekar karna wanita itu sudah tertidur.
"Gabut nih, kita selfi yuk!" ajak Shilla yang dibalas anggukan gadis itu.
"Beb tau gak," kata Amel kala selesai berfoto, ia menyandarkan tubuhnya membuat Shilla menoleh.
"Gak tau, lo kan belum kasih tau," jawab Shilla membuat Amel mendengkus memandang kesal sang sahabat yang hanya memamerkan senyuman memamerkan giginya.
"Gue belum selesai ngomong, makanya jangan maen sela aja!" omel Amel kesal dan memukul lengan temannya itu.
"Hehehe ... santai aja napa Beb, lo tuh maen pukul-pukul aja," gerutu Shilla yang mengusap tangannya yang lumayan terasa nyeri akibat pukulan Amel.
"Masa Mama lo bilang mau nikahin gue ama Om Duda, apalagi Om Duda malah ikut nimpalin minta Mama lo lamarin gue," cerocos Amel membuat Shilla membulatkan mata memandang temannya itu.
"Mampus gue, kalau dia tau itu usulan gue gimana. Lagian ngapain Ka Raffa malah ikut-ikutan segala," batin Shilla berseru, ia menghela napas pelan lalu memandang Amel dan mencubit lengan temannya.
"Gak mungkin ah, masa Mama sama Kakak gue mau lamar lo. Mereka lagi bercanda mungkin dan mau jahilin lo yang mau wisuda," papar Shilla dengan nada gugup, membuat Amel mengeryitkan alisnya.
BAB 3
Di tempat Raffa, kini lelaki itu sangat sibuk. Bahkan ponselnya tertinggal di mobil, ia akhirnya mengembuskan napas kala ada waktu beristirahat. Dia bersandar di kursi, lalu merogoh saku dan tidak mendapatkan benda pipih.
"Huh, segala ketinggalan lagi," gerutu Raffa, lelaki itu bangkit dari kursi dan mulai berjalan menuju parkiran untuk mengambil ponselnya di kendaraan roda empat tersebut.
"Banyak banget telepon dari Shilla," gumam Raffa pelan, kala mengambil handphonenya lalu memilih melangkah terlebih dahulu menuju ruangannya.
"Pak, gak ke kantin buat maka?" tanya salah satu karyawatinya dengan senyuman di bibir.
Raffa hanya melirik sekilas lalu menggeleng. "Kalian saja yang makan siang, kalian harus menjaga kesehatan agar bisa terus bekerja dengan benar," balasnya lalu melangkah pergi lagi meninggalkan wanita itu.
"Ahhh ... Pak Raffa perhatian banget sih," ucap perempuan itu seraya memegang pipinya yang tersipu malu.
"Bukan cuma ke, lu, kali, itu juga ke kita-kita. Jangan kegeeran deh, mendingan ayo cepet kita isi perut," timpal seorang pria yang dibalas anggukan beberapa temannya lalu mereka lekas menuju kantin.
"Ke kita aja perhatian, apalagi ke istrinya nanti," celetuk perempuan itu yang disetujui teman wanitanya yang ikut melangkah menuju kantin.
"Padahal Pak Raffa sudah menduda lumayan lama, kapan dia nikah lagi ya," ucap salah satu dari mereka membuat ia menjadi pusat perhatian.
"Kalau gue jadi istrinya gak bakal di sia-siain deh, gak kaya mantan istrinya Pak Raffa," papar perempuan yang tadi tersipu itu yang dibalas anggukan semua.
"He! Udah jangan pada ngerumpi, mendingan kalian jalan cepetan deh. Lelet banget sih! Kita-kita lapar lho," omel salah satu lelaki membuat para wanita menoleh ke belakang.
"Dih! Sirik aja sih," sewot Mawar yang tadi tersipu.
"Siapa yang sirik sih," gerundel lelaki itu yang bernama Rehan lelaki yang tadi mengomel.
"Ayo ah, kita duluan aja, biarin mereka biar gak kebagian tempat duduk," seru Rehan lalu melangkah dengan langkah lebar dan menabrak pundak Mawar.
"Ihh ... apa-apaan sih!" geram Mawar hendak menjambak rambut Rehan tetapi teman disamping menghentikannya.
"Udah gak usah diladenin, dia caper doang suka kali sama kamu," ucap temannya membuat Rehan menoleh dan bergaya seperti hendak muntah.
"Gak sudi gue suka ama dia," sembur Rehan.
Sedangkan di ruangan Raffa, lelaki itu sudah duduk di kursi kebesarannya. Lalu lekas menelepon balik sang adik, kala sudah tersambung terdengar suara Shilla yang memanggilnya dengan nada keras membuat ia mengusap telinga.
"Apaan sih! Pelanin suara kamu deh, udah kaya toa masjid aja," dumel Raffa kala sudah menempelkan handphone di telinganya lagi.
"Kakak sih, nyebelin! Kok aku telepon gak diangkat-angkat udah kaya lirik lagu aja," cerocos Shilla membuat Raffa menghela napasnya.
"Udah deh, langsung ke topik aja. Kamu mau dibeliin apa? Emang nilaimu bagus?" cecar Raffa dengan beberapa pertanyaan.
"Iya dong, aku juara dua lho, pokoknya Kakak kudu tepat janji," balas Shilla yang membuat Raffa mengangguk.
"Iya-iya," sahut Raffa membuat Shilla mengulas senyum.
"Oh iya, Mama kasih tau aku suruh bilang Ka Raffa jangan terlalu malam pulangnya. Katanya pulang agak sorean aja, kan, Ka Raffa bos tuh," papar Shilla.
"Gak janji bakal pulang sore," sahut Raffa lalu terdengar Shilla bilang ke Mama mereka.
"Apa-apaan, kamu! Pokoknya pulang harus sore! Karna nanti malam kita mau ke rumah Amel buat ngelamar dia, titik! Gak ada kata membantah!" sembur Wulan membuat Shilla dan Raffa terkejut, bahkan lelaki itu tak tau jika sang Mama telah mematikan sambungan telepon.