BAB 8 - 9

1056 Words
BAB 8 Akhirnya acara itu selesai, mereka mulai menentukan kapan pernikahan terjadi. Wulan meminta agar secepatnya. Dua minggu lagi akad dan repsesi akan dilaksanakan. Kala semua sudah pulang, kini rumah Amel telah sepi. "Allhamdulillah, semuanya akhirnya berjalan lancar." Sekar mengucapkan syukur, wanita itu kini duduk lesehan di karpet. "Kan, sudah Bagas bilang, pasti Raffa terlambat karna macet, Bu. Lihat dia aja abis pulang langsung ke sini, gak mandi atau ganti baju dulu," timpal Bagas yang dibalas anggukan Sekar. "Amel mau ke kamar dulu ya, capek. Mau istirahat," pamit gadis itu pada Ibunya yang langsung dibalas anggukan Sekar. "Sana istirahat, biar Mas yang rapihin ini semua. Sekalian Ibu juga istirahat," lontar Bagas pada perempuan yang ia sayangi. Amel langsung berlalu dengan lesu ke kamar. Ia menghempaskan b****g ke kasur, lalu memukul-mukul bantal untuk melampiaskan kekesalannya. "Aku harus telepon Om Duda," kata Amel lalu mencari handphone, ia mengembuskan napas kasar karna ternyata baterai ponsel itu habis. "Pake habis lagi," dumel Amel lalu ia segera mengecas benda pipih itu, lalu memilih ke kamar mandi untuk berendam dan merilekskan tubuhnya. Sedangkan di kediaman Raffa, lelaki itu kini baru saja selesai membersihkan diri. Kala keluar dari bilik mandi, ia dikejutkan oleh sang adik yang berada di kamarnya. Terlihat gadis tersebut tengah berbaring di kasur sambil memainkan ponsel. "Ngapain kamu disini, La?" tanya Raffa, beruntung lelaki itu sudah berpakaian kala keluar kamar mandi. Shilla langsung menoleh memandang Raffa, ia bangkit dan memasukan handphone ke saku. Gadis itu mendekat lalu bersidekap di hadapan sang Kakak. Tatapan tajam dilayangkan perempuan tersebut, membuat Raffa mengeryitkan alis bingung karna tingkah adiknya ini. "Ada apa sih! Gak usah gaya-gayaan sangar gitu napa," omel Raffa karna kesal dengan tatapan adiknya, lalu menoyor kening Shilla. "Kakak ini! Gak usah noyor juga kali. Nanti yang ada Amel pas jadi istri Kakak kalau minta cerai gara-gara KDRT," dumel Shilla yang mengusap-usap keningnya. "Kagak ada hubungannya ke situ, kamu ngapain masuk ke kamar Kakak! Gak sopan banget sih, maen nyelonong masuk aja, bisa gak ketuk pintu dulu dan tunggu Kakak buka!" sembur Raffa balik mengomeli adiknya, yang disambut seringai Shilla. "Biasanya juga gitu ah, Ka! Oh iya, aku mau ngomong sesuatu sama Kakak, tolong jangan alihkan topik deh," ujar Shilla yang membuat Raffa mengeryitkan alisnya lalu memilih duduk di kasur. "Ayo cepat! Mau ngomong apa? Kakak lagi sibuk nih," cecar Raffa yang malah mengambil laptop dan mulai mengetik ini itu. "Kakak! Aku mau ngomong serius lho! Tolong dengerin tanpa Kakak kerja dulu, bisa!" geram Shilla lalu merebut laptop Raffa dan menaruh di meja kerja lelaki itu. "Oke! Ini Kakak udah gak ngapa-ngapain. Sekarang kamu mau ngomong apa, cepet dong! Kakak banyak kerjaan nih," seru Raffa kesal dengan Shilla yang merebut laptopnya. "Kakak ini! Udah mau punya istri juga, jangan terlalu gila kerja lah Ka. Kasian nanti sahabat aku, mulai sekarang tolong berusaha ngurangin gila kerjanya," omel Shilla, dengan gaya bertolak pinggang. "Oh iya, Kakak beneran kan, Sayang sama Amel. Jangan cuma karna mau balas dendam sama dia gara-gara manggil Kakak, Om Duda, jadi Kakak marah dan melampiaskan dengan begini," lanjut Shilla lagi membuat Raffa bangkit lalu mendekati adiknya. BAB 9 "Udah merasa dewasa ya, nasehatin Kakaknya," sinis Raffa dengan bertolak pinggang, membuat nyali Shilla menciut gadis itu langsung menundukan kepalanya. "Eummm ... bukan gitu, Kakak. Maksudku ...," ucapan Shilla terhenti karna ia terkejut kala tangan sang Kakak tiba-tiba memegang bahunya. "Udah, Kakak ngerti kok. Kamu khawatir kan sama sahabatmu itu, tenang aja! Kakak gak main-main kalau soal pernikahan, Sayang. Mungkin memang dia jodoh Kakak, doakan yang terbaik aja ya," tutur Raffa membuat Shilla mendongak lalu memeluk lelaki itu. "Ahhh ... aku doain memang kalian berjodoh, Ka. Aku sayang banget sama kalian," lontar Shilla yang dibalas anggukan Raffa, setelah itu ia melepaskan pelukkan pada Kakaknya. "Ya udah, sana pergi! Kakak banyak kerjaan tau. Biar nanti pas hari akad tiba, Kakak bisa istirahat, makanya Kakak sekarang bener-bener usahain agar tak mengabaikan sahabatmu itu, eh bukan deh. Calon Kakak iparmu," ujar Raffa membuat Shilla yang tadinya cemberut lalu terkekeh mendengar ucapan terakhir Raffa. "Maaf udah berburuk sangka sama Kakak, semangat ya, Ka!" kata itu keluar dari bibir Shilla seraya menggerakan tangannya ke atas dan jemari terkepal yang dibalas anggukan Raffa. "Tapi ya ... jangan ngusir juga kali, aku tersinggung nih," lanjut Shilla tetapi diabaikan Raffa, lelaki itu menggerakan tangannya mengusir. "Ahh ... punya Kakak rese banget sih, moga aja si Amel kagak bosen dah liat kelakuan Kakak," dumel Shilla kala melangkah keluar dan menutup pintu kamar Raffa. *** Kini matahari telah bersinar sangat tinggi, tapi seorang gadis masih bergelung dengan selimut. Suara ketukan pintu tak membuat ia terganggu, membikin yang mengetuk geram lalu semakin kencang melakukan itu. "Ishhh ... bentar-bentar," teriak Amel pada akhirnya, ia berusaha membuka mata lalu melangkah mendekat pintu dan membukanya. "Lo gimana sih! Jam segini masih tidur, ayo cepat mandi! Kita bakal ke kantor Kak Raffa," seru Shilla menarik lengan sahabatnya itu lalu mengambilkan handuk dan mendorong Amel agar masuk ke bilik mandi. "Apaan sih, La! Gue masih ngantuk tau, biarin gue tidur lagi," pinta Amel hendak keluar dari ruangan itu, tetapi menghentikan langkahnya kala melihat sang Ibu. "Kenapa kamu belum mandi, Mel. Ayo cepet mandi! Kamu harus anterin makanan buat calon suamimu," omel Sekar membuat Amel menghela napas lalu menutup pintu kamar mandi dengan kencang, Shilla bener-bener ingin tertawa tetapi ia tahan. "Ayo keluar, La. Kamu udah makan belum?" ajak Sekar sembari bertanya dan wanita itu keluar bersamaan dengan Shilla. "Kalau nasi belum, Tante," sahut Shilla seraya memamerkan giginya, membuat Sekar gemas lalu mencubit pipi gadis itu. "Kalau gitu ayo ikut makan bareng Amel," ujar Sekar yang dibalas anggukan gadis itu. Akhirnya mereka berbincang ngalor-ngidul. Sedangkan Amel terus mendumel gara-gara tidurnya terganggu. Setelah selesai, gadis itu keluar dari kamar dan melihat Sekar dan Shilla yang sangat akrab. "Kalian akrab banget sih, jangan-jangan aku dan Shilla adalah putri tertukar," celetuk Amel yang baru saja mendaratkan b****g di kursi, lalu mulai melahap makanan yang dihidangkan. "Kamu ngomong apaan sih! Jangan ngelantur deh. Masa kalian putri yang tertukar, sedangkan kamu lebih tua dari Shilla," sembur Sekar, ia menjitak kening anaknya membuat Amel mengaduh. "Ihh ... Ibu jahat banget sih, maen jitak-jitak aja," keluh Amel yang menggosok keningnya. "Jangan digosok terus itu kening, emang teko ajaib apa yang nanti kalau digosok keluar jin yang bisa mengabulkan permintaan," celetuk Shilla yang langsung menyeringai kala di tatap sinis Amel sedangkan Sekar tertawa mendengar celotehan gadis itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD