BAB 6
Raffa terkejut mendengar suara cempreng Amel. Ia tiba-tiba tersenyum membayangkan gadis itu menjadi istrinya. Baru saja hendak menelepon lagi, sang sekertaris memberitahu jadwal mendadak.
Lelaki tersebut bergegas pergi karna akan bertemu klien.
"Kenapa kasih taunya mendadak sih!" geram Raffa melonggarkan dasi kala kendaraan roda empat tersebut tengah melaju.
"Maaf, Pak, saya lupa," balas sekertarisnya itu, membuat Raffa mendengkus.
"Lebih cepat bawanya, saya juga ada acara sesuatu nanti malam," perintah Raffa yang dibalas anggukan sang sekertaris.
"Lain kali jangan teledor, bisa!" geram Raffa masih menumpahkan kekesalannya.
"Maafkan, saya Pak. Anak saya lagi sakit soalnya, jadi saya kurang fokus," sahut sekertaris itu, membuat Raffa mengembuskan napas lalu memijat keningnya.
"Pokok bawa mobilnya, jangan banyak pikiran!" seru Raffa, lalu lelaki itu memejamkan mata karna kelelahan di perusahaan miliknya.
Raffa benar-benar sibuk, lelaki itu bahkan tak sadar jika kini jam sudah menunjuk angka tujuh malam. Kala teringat dengan harusnya sekarang ia bersama Wulan untuk melamar Amel. Bergegas berpamitan dan meminta sang sekertaris agar melajukan mobil lebih cepat.
"Aduh, macet Pak," lapor sang sekertaris membuat ia frustasi, apalagi handphonenya mati.
"Sial! Segala macet lagi," pekik Raffa kesal, ia akhirnya melirik jam tangan dan membulatkan mata.
"Kamu bawa aja mobil saya ke rumahmu, nanti paginya harus jemput saya. Sekarang saya keluar cari ojek, udah telat banget soalnya," papar Raffa belum sang sekertaris menjawab lelaki itu telah keluar dan mulai mencari ojek.
"Eh, Pak! Tolong anterin saya aja, waktunya udah telat banget nih," ucap Raffa kala melihat seorang ojek hendak pergi mengantarkan pelanggannya.
"Mas, ini apaan sih! Gak lihat saya banyak banget bawa belanjaan. Mas, malah nyerobot aja minta Mas duluan yang dianterin, emang gak kasian sama saya," omel penumpang yang masih di atas motor itu.
"Aduh, Mbak, mendingan Mbak naik taksi aja nih. Tolong saya, saya udah telat, saya mau ngelamar cewek saya. Tolong Mbak, ngertiin saya," pinta Raffa lalu mengambil beberapa lembar uang lalu memberikan pada wanita itu.
"Mas bener nih, ikhlas ngasih uang segini sama saya. Mas malah mau naik ojek bukan taksi," lontar wanita itu yang membuat Raffa geram.
"Serius saya ikhlas, Mbak, saya punya mobil Mbak ngapain pake taksi segala! Karna macet mendingan pake ojek kan, sekalian si Bapak ini biar cari jalan pintas, kalau pake mobil kan susah," jelas Raffa lalu wanita itu mengangguk kepala, ia turun dari motor dan Raffa membantu menurunkan barang-barang perempuan tersebut.
"Ya udah kalau gitu makasih ya, Mas uangnya," ucap perempuan itu lalu bergegas menenteng belanjaan dan mulai mencari taksi.
Sedangkan Raffa langsung naik ke motor. Ia meminta tukang ojeknya agar mencari jalan pintas ke kediaman kala dia menyebutkan alamat rumah. Pria itu mengangguk paham, karna setiap hari selalu mengantarkan penumpang kebanyakan ke daerah tersebut.
"Pak, ini bener jalannya, kan?" tanya Raffa yang dibalas anggukan sang ojek, lelaki itu sesekali melirik jam.
***
"Udah ditelepon belum Kakakmu, itu!" ucap Wulan dengan nada khawatir membuat Shilla ikut kacau.
"Udah, Mah. Kayanya handphone Kakak lowbet deh," sahut Shilla, gadis itu menjatuhkan bokongnya.
"Mama segala ngapaian, mau lamar kok dadakan gini, emang tahu bulat apa," gerutu Shilla yang kini memijat keningnya yang tiba-tiba pening kala mendengar sang Mama beneran mau melamar Amel.
BAB 7
"Beda lah, tahu bulat itu enak walau dadakan. Kalau lamaran ini kan gak enak kalau sampe telat, udah dadakan telat lagi," dumel Wulan, wanita itu pun ikut berusaha menelepon sang anak.
"Mama ini kok malah ngelawak! Lagi genting juga," omel Shilla membuat Wulan mendengkus.
"Siapa yang ngelawak sih, La! Kalau Mama mau ngelawak mendingan ke acara opera van java aja," balas Wulan.
"Ngapaian punya handphone kalau ditelepon aja gak diangkat sih," gerutu Wulan lagi membuat Shilla geleng-geleng kepala, ia sudah bilang seperti handphone sang kakak baterainya habis.
"Mama ini apaan sih, itumah acara udah lama banget tau, lho. Lagian ngapain jadi bahas itu sih, ini kita lagi ketar-ketir lho," ucap Shilla akhirnya kedua wanita itu malah berdebat.
Sedangkan di kediaman Amel, gadis itu sudah tersenyum sumringah karna yang mau melamar belum datang. Bahkan sang Ibu kini tengah cemas menunggu kedatangan keluarga Raffa, padahal rumah mereka cuma berjarak beberapa langkah. Sedangkan Bagas, Kakaknya Amel sudah ada di sini. Lelaki itu menyempatkan diri datang ke acara sang adik.
"Ibu mendingan tenang aja, jangan gelisah. Coba Ibu duduk di sofa, mungkin si Raffa lagi dijalan, di kantornya lagi sibuk kali," tutur Bagas, menarik lengan wanita yang melahirkannya dan menyuruh duduk di kursi.
"Tapi ini udah terlalu lama, Gas. Semua orang juga udah nunggu dari tadi lho," sahut sang Ibu, membuat Amel yang melihatnya menjadi sedih.
"Udah, Bu. Bener kata, Mas Bagas, mungkin di jalan lagi macet, mungkin Om Duda sekarang lagi berusaha agar cepet-cepet pulang ke rumahnya," timpal Amel, akhirnya gadis itu mendekati sang Ibu dan menggenggam jemari wanita yang melahirkannya itu.
"Semoga aja dia cepat datang ya," kata itu keluar dari bibir Sekar yang diaminin gadis itu.
Jam terus berputar kini, menunjuk angka delapan malam. Suara deru motor membuat beberapa orang bahkan Wulan dan Shilla keluar melihat ke halaman rumah. Senyuman lega terukir kala melihat Raffa, yang berlari setelah membayar ongkos ojek.
"Mas! Ini kebanyakan uangnya," ucap tukang ojek itu, membuat Raffa menoleh.
"Itu buat Bapak aja, rezeki sedikit buat keluarga Bapak. Karena Bapak udah berusaha mengantarkan saya secepatnya ke rumah," balas Raffa lalu lelaki itu melangkah segera duduk di kursi saat sampai, Wulan langsung mendekat ke tempat anaknya.
"Allhamdulillah, makasih ya, Mas! Semoga acaranya lancar bahkan sampe hari pernikahan nanti," ujar tukang ojek itu lalu memasukan uang ke dompet dan bergegas untuk pulang.
"Kamu kok pulangnya naik ojek, Raf, kemana mobilmu?" tanya sang Mama membuat Raffa menoleh lalu merampas minuman adiknya dan meneguk hingga tandas.
"Ihh ... Kakak! Apa-apaan sih, main rampas-rampas aja, emang Kakak jamret apa," sembur Shilla dengan nada kesal, Raffa hanya melirik adiknya dengan malas.
"Udah, ayo mendingan kita langsung ke rumah Amel. Ini udah telat kebangetan, semuanya udah siap kan?" tutur Raffa sekaligus melempar pertanyaan pada Mamanya.
"Udah beres semua, Raf. Seserahan juga udah beres, ayo semua bantu bawain semuanya," ujar Wulan lalu pamit terlebih dahulu untuk mengambil tas.
"Kakak gak mandi dulu gitu? Keringat lho, udah berantakan lagi, minimal ganti baju kalau enggak keburu mandi," lontar sang adik memandang Kakaknya yang biasa rapi.
"Udah gak ada waktu, La," jawab Raffa lalu lelaki itu berkaca dan mulai sedikit merapikan baju dan rambutnya.