Sholat Jenazah

979 Words
Krista terperanjat. Rasanya seperti sebuah batu besar menghantam tubuhnya, rasa sakitnya sampai membuat ia tak sanggup lagi berdiri. "Te-tewas? Bagaimana bisa?" Tanyanya tidak percaya. 'Kris... Ahmad tewas tertembak dan sekarang masih dalam penyelidikan,' Krista menutup mulutnya. "Tidak mungkin." 'Kris tabahlah. Aku tahu ini-' Kedua orang tua angkatnya tidak tahu apa yang terjadi sampai Krista panik seperti orang kesetanan sambil menangis mengemasi barangnya ke dalam tas. "Kris? Ada apa? Sesuatu terjadi?" Tanya George sang ayah. Krista menggigit bibirnya. "Apa aku boleh meminjam mobil? Aku harus ke kantor sekarang." Dunianya hancur. Ahmad tewas tertembak dan ia tidak tahu harus melakukan apa. Ia ingin melihatnya. Ia ingin melihatnya sendiri dan memastikan ia tidak sedang dijahili. "Aku akan mengantarmu." Malam itu, George mengantar Krista menuju kantornya. Ia terus menangis selama perjalanan sembari menggenggam lipatan kertas dari Ahmad. Krista bukan seorang umat yang taat. Ia tidak pernah datang ke gereja untuk berdoa, bahkan sekedar mengingat tuhan pun tidak. Tetapi, keegoisan itu terputus. Ia memanjatkan doa untuk keselamatan Ahmad dan berharap semua itu hanya berita bohong dan orang-orang akan tertawa melihatnya bercucuran air mata ketika datang ke kantor. Dan itu semua sungguh terjadi. Krista datang dan ia melihat Amanda dan Bella menunggu kedatangannya di kantor polisi. Cukup dramatis sampai banyak orang memeluknya memberikan semangat. "Dimana Ahmad? Kalian bercanda? Oh ayolah! Aku sudah disini dan bercucuran air mata, kalian masih ingin mengerjaiku?" Ucap Krista dengan keras. Amanda menggelengkan kepala dan kembali memeluk Krista. "Kris... Jangan seperti ini." Dan malam itu Krista diantar menuju rumah sakit bersama Amanda dan juga Bella. Mereka tidak kuasa menahan tangis saat melihat Krista menangis dalam diam. Ia tidak berteriak dan mengamuk ketika menatap jasad Ahmad yang masih terbalut seragam kepolisiannya dengan bagian kepala yang berlubang karena peluru. Wajahnya terlihat damai dalam tidur panjangnya. Apakah dia sudah masuk ke alam mimpi abadi? Krista meraih tangan dingin Ahmad. "Kenapa... Takdirmu sial sekali..." Gumam Krista masih menatap wajah Ahmad. "Dingin, kau selalu bersikap dingin jika aku berusaha menyentuh atau mendekatimu. Dan aku sudah berhasil menyentuh tanganmu... Ternyata sama dinginnya." Ucapnya parau. Dan untuk terakhir kalinya Krista melihat Ahmad, ia berjalan mundur dan melepaskan genggaman tangannya. Ia sedikit tahu tentang agama yang Ahmad anut. Pria muslim tidak bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan pasangannya atau saudaranya. Krista tahu itu. Itu sebabnya ia tidak masalah dengan tingka laku Ahmad yang mendekatinya dengan syair dan puisi cinta yang diberikan padanya. Itu hanya secarik kertas yang berharga bagi Krista. Catatan terakhir dari Ahmad, sosok pengagum pria yang membuat Krista jatuh hati padanya. Sikapnya dan tutur katanya yang baik. "Polisi sudah mengabari pihak keluarga Ahmad di Yordania. Mereka sedang dalam perjalanan kemari," Krista hanya diam. Dalam satu malam, dunia yang warna-warni itu hilang dalam sekejap. Catatan kosong itu kembali memudar setelah warna abu-abu menguasai dan nyaris tertutup gelapnya hati. Krista termenung ketika melihat Ustman, kakak lelaki Ali yang tiba tanpa ada raut wajah sedih sedikit pun. Betapa tabahnya mereka, tidak seperti dirinya yang frustasi sampai hampir ingin bunuh diri. "Karena Ahmad sudah menjadi warga negara ini, aku tidak bisa membawanya pulang. Aku sudah menghubungi orang tuaku dan mereka setuju untuk memakamkan Ali segera disini. Dimana masjid terdekat?" Barnard, bosnya itu mengangguk dan segera membawa Ustman untuk pergi ke sebuah masjid di Los Angeles, Masjid Gabriel. Disana masjid yang juga memiliki cemetery khusus untuk muslim. Setelah menghubungi pengelola masjid, mereka semua berangkat menuju Masjid dengan iring-iringan mobil kepolisian. Termasuk Krista yang ikut hadir disana. Ustman langsung membawa jasad adiknya ke dalam masjid setelah melakukan berbagai prosesi memandikan mayat dan kemudian mereka beribadah di dalam masjid dengan para pengurusnya. Krista tidak tahu jika memakamkan seorang muslim bisa semudah ini. Dimana mayat harus dimandikan dan kemudian dibungkus dengan kain putih bersih dan kemudian diletakkan di tengah-tengah ruangan. Lalu terdiri dari tiga orang pria yang mulai beribadah di samping mayat Ahmad. Krista menatap Ahmad yang sudah terbungkus rapi dari luar jendela. Amanda dan Bella tampak mendampinginya dengan setia sembari memperhatikan ibadah mereka. "Sepertinya Islam sangat mudah ya." Amanda berbisik pelan pada Bella dan dijawab dengan anggukan kepala. "Ya, kakaknya tidak meneteskan air mata setetes pun bahkan ketika ia memimpin prosesi ibadah untuk adiknya." Ucap Bella tanpa melepaskan perhatian dari setiap gerakan ibadah mereka. "Tidak ada patung? Apa yang mereka sembah?" Tanya Bella pada akhirnya dan dibalas gelengan kepala oleh Amanda. "Tuhan mereka di langit. Ibadah mereka dinamakan Sholat. Mereka menyembah Allah dan mungkin... Mereka sedang memohon ampunan dosa-dosa Ahmad pada Allah." Ucap Krista menjelaskan pada kedua sahabatnya. Setelah prosesi itu, akhirnya Ahmad dibawa ke cemetery khusus muslim terdekat. Disana hanya pemakaman padang rumput yang hanya ditandai sebuah batu yang bertuliskan nama dari pemilik kuburan. Sejauh mata memandang, Krista tidak melihat satu pun kuburan yang dihiasi dengan bunga dan ucapan bahkan beda kenang-kenangan dari orang yang telah meninggal dunia. Semua prosesi berjalan lancar. Sampai ketika Ahmad telah dikebumikan, barulah pecah tangis Utsman yang ternyata ia tahan dengan sekuat tenaga. Krista menundukkan kepalanya. Disinilah tempat peristirahatan terakhir Muhamad Bin Ja'far. Ahmad tenang di dalam sana. Satu per satu mereka meninggalkan area cemetery dan meninggalkan Ahmad yang kini telah kembali kepada tuhannya. ### Siang itu, kepolisian dan beserta tim pasukan khusus langsung melaksanakan rapat penting mengenai kasus kematian Ahmad yang menggemparkan jagat maya. Kasus yang menimpa Ahmad ini terjadi saat ia bersama timnya menerima tugas langsung ketika salah satu warga menghubungi dan membutuhkan bantuan polisi karena ada segerombolan pencuri di rumahnya. Awalnya Krista tidak habis pikir dengan apa yang di sampaikan Johan yang bersaksi bahwa Ahmad tewas karena berusaha melindungi korban seorang anak kecil berumur tujuh tahun. Sangat disayangkan jika tembakan peluru yang diluncurkan oleh perampok itu terlalu dekat dan menembus kepala Ahmad saat ia menjadi tameng bocah malang itu. Sampai saat ini masih belum didapatkan hasil olah TKP yang menyebabkan bocah na'as itu kritis dan hampir tak tertolong ketika dilarikan ke rumah sakit. "Apa sudah ada perkembangan untuk menangkap perampok sialan ini?" Bernard menggebrak meja dengan kuat karena emosi. Seandainya ia menyuruh satu tim lagi untuk menyusul Ahmad, semua ini pasti tidak akan terjadi
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD