1.2

1578 Words
Amira Queensha Amzari sedang berjalan-jalan di sekolah barunya seperti seorang mandor yang tengah mengawasi para pekerjanya setelah pagi tadi merengek tidak mau sekolah pada kedua orang tuanya, anak baru BB itu sedang menyusuri semua lantai di gedung Utara setelah cabut di jam pertama, ia berjalan dengan kedua tangan berada di balik punggung.  Anak kesayangan Vanesha Biandra Mahardika tersebut mengangguk pelan setelah selesai mengunjungi semua kelas dan sekarang otw ke gedung Selatan, kembali ke kelasnya. Satu kesimpulan yang di dapatnya adalah dia beruntung ditempatkan di gedung Selatan karena cowok-cowok Selatan lebih semeriwing dibanding cowok Utara. Jam sudah menujukkan pukul setengah sepuluh pagi dan ini artinya Amira harus masuk kelas, ia sudah mulai mengantuk dan harus tidur. Biar saja telinganya dijewer guru di kelas nanti, karena tujuan Amira hanya satu yaitu membalas Ayah.  “Ups sori.” “...” “Apa?” tanya Amira pada siswi yang ditabraknya barusan. Kalau saja anak ini menyahut ucapan maafnya berusan tentu saja Amira sudah membantunya mengumpulkan buku-buku yang berserakan di lantai itu. Sayang sekali cewek ini hanya menatap Amira yang memang sangat cantik cukup lama lalu diam.  “.. “ Lagi-lagi hanya diam namun kali ini si pribumi Bina Bangsa hanya menggeleng. Merasa tidak ada lagi yang harus dikatakan, Amira segera menuju tangga zig-zag penghubung lantai satu gedung Selatan dengan kelasnya di lantai dua. “Ooiii..” ucap seseorang, entah kenapa Amira tau dirinyalah yang sedang di tegur. Astaga, apa Amira harus dihadapkan pada adegan sok heroik seorang cowok untuk kekasih hatinya? Amira baru jomblo selama tiga hari dan kalau orang ini berani menunjukkan adegan romantis atau semacamnya, Amira bersumpah akan membuat onar dengan melibatkan sepasang kekasih ini. “Gue tau lo denger!” ucap orang itu lagi yang membuat Amira pantang untuk pergi begitu saja. Mari kita lihat siapa yang berani menggertak cucunya Bu Tari, ucap Amira membatin. Begitu menoleh, mata Amira terpaku pada mata tajam seseorang. “Ckckck kebiasaan banget dah semua cewek BB, Selatan-Utara sama aja. Eh cewek! Gue yang manggil lo, woi.. malah liatin temen gue yang ganteng,” gerutu Vano melihat wajah  baru yang tidak pernah ia lihat sebelumnya itu tidak berkedip menatap temannya. Ia bahkan maju beberapa langkah kemudian mengoyang-goyangkan tangan di depan muka Amira. Menyadarkan cewek ini untuk tidak mulai berkhayal yang aneh-aneh karena sampai kapanpun tampaknya Danis akan terus menjomblo. “Singkirin tangan busuk lo dari wajah cantik gue, ga!” ancam Amira yang merasa diperlakukan seperti hewan. “Bu- busuk lo bilang?” pekik Vano tidak terima. Amira enggan memberikan komentar kemudian berjalan dengan dagu terangkat meninggalkan Vano, Rehan, Danis dan gadis yang ditabraknya tadi. Menyebalkan sekali, siapa betul memangnya cewek itu sampai harus dibela oleh tiga orang cowok tampan, maksudnya lumayan tampan, sekaligus? Lihat? Dunia sangat tidak adil, Amira yang hanya ingin punya satu pacar saja dipisahkan dengan  begitu kejam oleh Ayahnya, tapi lihat si cewek barusan. Selepas tangga zig-zag pertama, Amira berhenti kemudian memegang dadanya. Ia mendapat firasat bahwa ia tidak boleh terlibat hubungan dengan cowok mata pisau tadi. Dengan alasan yang tidak bisa Amira jelaskan, entah kenapa ia bisa merasakan bahwa cowok tadi sangat berpotensi menggantikan posisi Kevin di hatinya. Tapi kenapa? Kevin bahkan menguasai seluruh hatinya saat ini. Namun Begitu, Amira tidak akan mengabaikan firasatnya lagi karena terakhir kali mengabaikan tanda-tanda tidak baik mengenai Kevin, dirinya jadi terjebak di sekolah tempat Ayah dan Bundanya memadu kasih. Kalau saja ia tidak membiarkan Kevin mengambil hatinya pasti Amira masih bisa bersama teman-teman lamanya. Awas saja kalau sampai di sekolah ini pula ia harus mendapat jodoh, akan Amira usir semua jin penunggu Bina Bangsa kalau hal mengerikan itu terjadi. “k*****t banget itu cewek! Main kabur aja si sialan..  Dan, lo bantuin dia biar gue susulin itu cewek songong,” ucap Vano modus, kapan lagi kan membuat Danis dan calon makmum dunia-akhiratnya bertemu?  Begitu batin Vano. Namun usaha Vano hanya berakhir dengan cibiran oleh Rehan karena respon Danis adalah: “Lo aja yang bantu.. Gue ga ada urusan di sini.” Dan tentu saja semua itu dikatakannya tanpa menoleh sedikitpun pada cewek yang temannya maksud. Danis mengikuti jejak cewek yang kabur dengan dagu terangkat tinggi dari tanggung jawab tadi meninggalkan Vano dan Rehan yang tampaknya ingin berbaik hati membantu mengumpulkan buku-buku dan mungkin mereka akan mengantar cewek itu dengan selamat sentausa ke kelasnya. Siapa yang tau? Danis tidak peduli. Hal yang sangat dipedulikan oleh Danis saat ini adalah kenapa cewek tidak bertanggung jawab yang tiga menit lalu baru dilihatnya malah duduk di bangkunya?! Apa-apaan ini?! “Maaf, tapi ini bangkuku!” What the hell! Amira terbelalak melihat pria yang ingin ia hindari malah berada tepat di depannya dengan pandangan yang masih saja tajam. Dan apa-apaan ini? mereka baru bertemu dua kali, belum kenal satu sama lain dan aku - kamu? “Permisi!” “O.. o, sori!” >>>  Amira memijit kepalanya persis seperti bagaimana cara Ayahnya memijit kepala saat ia berulah. Gadis itu baru pulang bahkan masih mengenakan seragam barunya tapi sudah kembali berdebat dengan sang Ayah. Mereka kini berada di meja makan dengan Ayah yang protes kenapa Amira duduk bersebelahan dengan anak cowok. Katanya beliau baru lega Amira jauh dari mantan pacarnya eh datang lagi calon pacar yang lain. “Mana aku tau, Yah.. Lagian ‘kan Amir sudah bilang sama Ayah ga akan pacar pacaran lagi. Apa perlu Amir potong pendek ini rambut supaya Ayah bisa percaya?” Apa? Calon pacar kata ayahnya? Amira sudah tidak tertarik lagi pada cowok yang meng-aku-kamu-kan dirinya tadi. Dia yang Amira tidak tau namanya itu pasti berpikir sangat mudah untuk mendapatkan hatinya, Maaf, tapi ini bangkuku dan permisi??? Apa dia pikir dengan dua kali bicara saja cukup untuk menjadi pacar seorang Amira Queensha Amzari? Ke laut saja sana! Amira tidak pernah merasa hina seperti ini karena seseorang mengabaikannya saat ia bicara. Aku bukan bertanya apakah dia sudah punya pacar atau bahkan meminta nomor ponselnya, cih! Apa ada yang salah dengan sepasang teman sebangku yang berkenalan? Sialan sekali cowok yang sialan tampan itu! Mendengar ucapan putrinya, Ucup kembali mengaum. Belum cukup panggilan baru Amira yang sungguh membuat telinganya gatal, sekarang anaknya ingin memotong rambutnya??? Apa tidak sekalian operasi transgender sekalian, eh sayang? Biar Ayahmu ini mati mendadak saja, dan tidak perlu memikirkan kamu setiap detiknya? “Lelah dedek, Yah...  Dicurigai terus.” “Dedek? Kamu itu Kakak!” “Iya Kakak maksudnya,” ucap Amira mencibir, “Mumpung Ayah pulang cepat nih, kita ke Divy yuk, Yah..” “Sudah kangen lagi kamu?” Amira mengangguk antusias. “Tapi jangan sembunyikan nilai ulangan kamu lagi sama Divy lagi! Adikmu itu pasti sama sakit kepalanya sama Ayah pas lihat nilai-nilai kamu yang luar biasa itu.” “Amir belum ulangan apapun kok,” cibir Amira. Ucup mendengus mendengar cara bicara anaknya dan kemudian membuang muka.  Tak jauh dari keduanya Alif dan Imam yang sejak tengah hari datang mengungsi untuk mendapatkan makanan hanya memejamkan mata bosan. Abang ipar benar-benar menjadi sangat kekanakan akhir-akhir ini. Imam mengkode saudara kembarnya agar segera menjauhkan abang ipar pedoman hidup dan suri tauladannya Alif itu dari ponakan kesayangannya namun Alif bukanlah saudara yang lima belas tahun lalu akan menurut saja dengan Imam,  mentang-mentang Imam lahir duluan. Alif meninggalkan sofa dan menuju kolam renang tempat di mana kakaknya sedang melakukan yoga, membersihkan pikiran dari suami dan anaknya. Alifpun akan melakukan hal yang sama guna membersihkan pikirannya dari saudara kembarnya sendiri. Sementara di rumahnya sana,  Danis memainkan ponselnya sambil sesekali melamun.  Hal yang sedang diamati anak kesayangan Fay Alisha Rossalind itu adalah grup chat kelasnya yang hari ini memiliki anggota baru. Nama si anggota baru adalah Amir, orang yang sama yang duduk di sampingnya kemudian tidur sampai guru matematika menghardiknya. Si Amir ini bahkan tidak takut dengan guru yang sangat dihindari oleh pembuat onar Bina Bangsa sekalipun. Dan asal kalian tahu, kalimat yang membuat satu kelas melongo pada kelakuan ajaib teman baru mereka ini adalah : 'Jangan sok galak deh, Pak..  Bapak tahu Ibu Dian Lestari guru matematika BB yang sudah pensiun ‘kan? Nenek saya itu!!!!' Mendengar pengakuan Amira, Pak Fadli yang biasanya langsung mengamuk segera mendekati meja Danis dan menanyakan bagaimana kabar nenek si Amir, ia juga mengaku terilhami menjadi guru galak karena dulu Pak Fadli adalah murid kesayangan Bu Tari, kemudian dengan bangga Pak Fadli mengaku bahwa Nenek si Amir adalah guru favoritnya. Danis mengamati kembali chat selamat datang teman-temannya untuk Amir.  Sedetik kemudian dahinya berkerut, “Kenapa nama cewek ini Amir, eh? Tadi nama lengkapnya siapa ya???” gumamnya pelan. Masih seperti dulu, Danis masihlah anak sulung Fay yang sulit untuk fokus pada banyak hal. Tadi Amir menoelnya dan mengatakan nama lengkapnya namun Danis lebih memilih fokus pada pelajaran Pak Fadli. Fokus Danis baru teralih pada Amir kala Pak Fadli menegur teman sebangku barunya tersebut. “Ammar... Abi sudah manggil Abangnya dari tadi,” ucap Fay  sambil mengelus punggung anaknya, cara ampuh agar Ammar memecah konsentrasinya. Putra sulungnya tampak serius sekali dengan ponselnya sejak Fay berjalan masuk ke dalam kamar ini. “Abi mau ngajak ribut lagi kali, Ma” ucap Danis malas, meskipun Daffa Abizard Hardian selalu menjadikan dirinya suri tauladan namun ujung-ujungnya mereka selalu bertengkar. Kelakuan Abi yang memang bertolak belakang dengannya ditambah adikknya itu sama sekali tidak takut pada Papa mereka, membuat Danis selalu harus mengalah. “Abi mau minta diajari baca peta buta, nak.” “Lagi? Kenapa ga ngomong ke Ammar langsung?” “Karena pasti Abang kabur ke rumah Nada kesayangan Abang itu,” sahut Abi yang muncul di ambang pintu kamar sang Abang. Fay yang mendengar sindiran anak bungsunya tidak terlalu memberikan respon, ia malah duduk di samping Ammar, di atas ranjang,  kemudian menangkup dan megacak-acak pipi sang anak. Ia gemas karena anak yang ia dapatkan berkat permintaan ajaib kakek Hardian sudah beranjak remaja dan menjadi sangat tampan. Rasanya Fay menyesal memaksa Ammar bersekolah di Bina Bangsa, harusnya Ammar sekolah di sekolah khusus putra saja. Entah kenapa, Fay menjadi sangat tidak rela jika nanti Ammar-nya memiliki pujaan hati. “Ma..  Aku cemburu tau,” ucap Abi masuk ke kamar Abangnya dengan menghentak-hentakkan kaki.  Fay terkekeh kemudian menarik si bungsu dalam pelukannya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD