Gagal Move On

2086 Words
Selamat membaca! Melihat keterdiaman Tama yang masih belum menjawab pertanyaannya, membuat Amanda kembali meninju d**a bidang pria itu dengan keras. "Hei, cepat katakan! Jangan membuang waktuku!" ucap Amanda dengan raut wajah yang masih terlihat kesal. "Lupakan semuanya, Amanda. Kamu salah paham, saya tidak melakukan hal-hal aneh padamu semalam, jadi tidak perlu ada pernikahan di antara kita. Saya membawa kamu ke hotel ini karena tidak tega bila meninggalkan kamu di klub sendirian. Semalam itu saya berniat mau antar kamu pulang, tapi saya tidak tahu dimana alamat kamu tinggal, maka dari itu saya putuskan membawa kamu menginap di sini tadi malam agar dirimu aman sampai sadar dari pengaruh alkohol!" Penjelasan Tama membuat Amanda menjadi salah tingkah karena dugaan dan pikiran buruknya tidak benar-benar terjadi. "Be--benarkah? Kamu ti-tidak melakukannya padaku?" tanya wanita itu yang masih harus memastikan bahwa Tama tidak sedang menipunya. "Benar, Manda. Saya tidak mungkin tega merampas kesucianmu bila kamu tidak menginginkannya. Kalau kamu masih ragu, saya akan antar kamu ke rumah sakit sekarang untuk melakukan pemeriksaan agar kamu percaya bahwa saya tidak melakukan apapun tadi malam." Amanda mengigit bibirnya kuat-kuat karena ternyata dirinya sudah salah paham terhadap Tama yang hanya berniat untuk menolongnya ketika sedang mabuk. "Hmm, kalau gitu aku minta maaf ya!" ucap Amanda seraya mengulurkan tangannya ke hadapan Tama, ia mengatakan maaf penuh rasa gengsi karena begitu malu sudah salah menuduh. Tama tersenyum mendengar kalimat permintaan maaf yang Amanda katakan. Ia pun segera menjabat uluran tangan wanita itu lalu menggenggamnya dengan erat hingga jarak keduanya begitu dekat. "Maaf untuk yang mana?" tanya Tama yang bermaksud untuk menggoda wanita yang begitu berani telah menampar bahkan sampai memukulinya. Berada dengan jarak sedekat ini membuat Tama semakin terpesona akan kecantikan Amanda, apalagi semalam ia begitu terbuai saat pertama kali melihat wanita itu menari di klub, seketika bayangan semalam saat Amanda melepas pakaian di depan matanya kini mulai menari-nari dalam benak pria itu dan membuat otaknya menjadi traveling jauh ke angkasa. "Baru kali ini aku melihat ada wanita yang begitu berani seperti dia, dan mungkin hanya dia satu-satunya wanita yang tidak terpesona padaku, sampai dia sangat tega menampar bahkan menghajarku berulang kali. Tapi entah kenapa, melihat dia berbeda dari wanita kebanyakan membuatku jadi tertarik untuk mengenalnya lebih jauh lagi," batin Tama yang menatap kagum wajah cantik Amanda dengan jarak yang begitu dekat. Amanda menelan salivanya dengan kasar saat merasakan jantungnya semakin berpacu tak karuan, bahkan tak terkendali ketika pandangan keduanya bertaut dalam. "Maaf karena aku sudah berpikir yang tidak-tidak tentangmu dan maaf juga untuk pukulan yang tadi. Sebagai gantinya, katakan kamu butuh berapa juta untuk mengganti rugi atas rasa sakit yang kamu rasakan?" ucap Amanda dan diakhiri dengan sebuah pertanyaan yang terlontar. Tama tersenyum sinis mendengar pertanyaan Amanda yang mencoba menawarkan uang padanya. "Kamu tidak bisa mengganti rugi dengan uangmu, Amanda." "Lalu kamu mau aku menggantinya dengan apa, Tama? Lagipula aku 'kan memukulmu karena refleks melihat kita tidur di kamar yang sama, jadi wajar dong kalau aku berpikir buruk tentangmu!" tanya Amanda dengan dahi yang mengerut dalam sambil mengerucutkan bibirnya karena merasa kesal. "Sebagai ganti ruginya kamu harus menjadi sekretarisku di perusahaan! Tidak boleh menolak apalagi melakukan tawar menawar atau saya akan pergi ke rumah sakit untuk divisum lalu hasilnya saya bawa ke kantor polisi, kemudian kamu akan dipenjara karena kasus penganiayaan!" ancam Tama yang entah mengapa merasa begitu nyaman bila dekat dengan Amanda, hingga pria itu mencari kesempatan dalam kesempitan dengan menjadikan wanita itu berkerja di perusahaannya agar mereka bisa lebih sering bertemu di hari kerja. "Lho, kamu kok sekarang malah mengancamku dan memaksa aku supaya bekerja di perusahaanmu tanpa boleh menolak? Ini namanya pemaksaan, aku enggak mau jadi sekretaris cowok nyebelin kaya kamu!" bantah Amanda sambil kembali melayangkan beberapa pukulan tepat mengenai d**a Tama. Pria itu dengan cepat menahan kedua tangan Amanda yang tidak akan berhenti memukul bila ia terus membiarkannya. Tama menggenggam erat pergelangan tangan wanita itu hingga jarak keduanya semakin rapat tanpa spasi. "Sudah ya, jangan buang-buang tenagamu untuk terus menghajarku. Kalau kamu tidak setuju dengan syarat yang aku ajukan, lebih baik cepat ganti pakaianmu dan ikut bersamaku ke rumah sakit untuk melakukan visum!" titah Tama dengan suaranya yang terdengar mengintimidasi. Kali ini Amanda merasa takut dengan ancaman Tama yang terdengar tidak main-main. Hal itu membuat bulu kuduknya berdiri saat membayangkan dirinya harus mendekam di balik jeruji besi dan akan mencoreng nama baik sang Ayah yang tak bersalah. "Oke, aku mau jadi sekretaris kamu! Puas!!" Akhirnya Amanda pun menyetujui tawaran yang Tama berikan sebagai ganti rugi atas kesalahannya karena telah menghajar pria itu. "Anak pintar! Ya sudah, kalau begitu cepat ganti pakaianmu lalu saya akan mengantar kamu pulang, karena mulai besok kamu akan mulai bekerja di perusahaanku sebagai sekretaris seorang Pratama Wirayuda, jadi kamu tidak boleh datang terlambat apalagi sampai bolos bekerja!" titah Tama yang mulai mengurangi genggamannya dari pergelangan tangan Amanda. Perkataan Tama sungguh membuat Amanda kesal bukan kepalang, bahkan untuk melampiaskan rasa kesalnya membuat wanita itu mengacak rambutnya sendiri sambil berdesis kasar. "Syukurlah dia menerima tawaran dariku walau dengan sangat terpaksa. Setidaknya dengan begitu aku bisa jadi lebih dekat dalam mengenal sosok Amanda!" batin Tama sambil menampilkan seulas senyuman penuh kemenangan karena berhasil mengintimidasi Amanda hingga membuat wanita itu bersedia menjadi sekretarisnya. Sambil melangkah menuju bathroom, terdengar Amanda mengumpat beberapa kali sambil meninju udara sekeras-kerasnya, hal itu menjadi pemandangan indah di pagi hari bagi seorang pria yang saat ini sedang berusaha untuk menahan gelak tawanya rapat-rapat, agar tak semakin memancing kemarahan Amanda yang kini mulai menghilang dari pandangan matanya setelah wanita itu masuk ke dalam bathroom dengan membawa sejuta kemarahan. Tama pun tak tinggal diam, ia bergegas meraih ponselnya yang berada di atas nakas untuk menghubungi Michael agar menjemputnya di lobi hotel dalam beberapa saat lagi. Begitu selesai mengganti pakaiannya di dalam bathroom tanpa berminat untuk membersihkan diri terlebih dulu walau tubuhnya terasa lengket karena keringat yang bercucuran akibat mabuk semalam, Amanda pun segera keluar sambil menghentakkan kakinya dengan kasar. Wanita itu mulai mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Tama yang tak terlihat di sekitaran tempat ia berada. "Kemana sih perginya cowok sialan itu? Tadi dia menyuruhku untuk buru-buru, sekarang malah menghilang. Buat kesal aja deh!" umpat Amanda seraya menghempaskan tubuhnya untuk duduk di atas sofa yang semalam menjadi tempat tidur Tama. Setelah menunggu selama sepuluh menit dengan rasa kesal dan gelisah, akhirnya Tama kembali masuk ke kamar setelah ia pergi ke Restaurant untuk memilih menu sarapannya bersama Amanda sebelum pergi meninggalkan hotel. Pria itu datang sambil mendorong troli makanan untuk memudahkannya membawa menu sarapan yang cukup banyak dari lantai dasar tempat Restaurant berlokasi. Sorot mata Amanda menatap tajam ke arah Tama yang saat ini sedang menghidangkan beberapa menu makanan di atas meja yang berada di sudut kamar. Mencium aroma wangi makanan yang tersaji membuat wanita itu seketika merasa lapar. "Ya ampun, wangi banget sih makanannya. Aku jadi lapar deh, kira-kira dia beliin buat aku sekalian enggak ya?" batin Amanda sambil mengusap perutnya yang keroncongan. Namun, ia merasa malu jika harus meminta. Tama yang sesekali mencuri pandang ke arah Amanda dapat melihat gerak tubuh wanita itu yang tampak begitu kelaparan. Wajar saja, karena hari sudah hampir siang tapi wanita itu belum mengisi perutnya dengan apapun sejak dirinya diputuskan oleh Stefan yang mengajaknya bertemu di salah satu mall di Jakarta. "Amanda, ayo kita sarapan dulu sebelum pulang. Saya sengaja bawa banyak macam menu sarapan untuk makan berdua denganmu. Semoga saja kamu suka dengan menu yang saya bawa ini!" ajak Tama sambil melambaikan tangannya. Amanda tersenyum semringah begitu tahu bahwa pria yang telah membuatnya kesal ternyata menyediakan makanan juga untuknya. Ia pun segera bangkit dari posisinya dan melangkah menuju meja makan dan langsung duduk berhadapan dengan Tama tanpa rasa malu yang semula begitu menguasai pikirannya. "Buat aku yang mana?" tanya Amanda sambil menatap satu persatu menu yang tersaji di atas meja. "Terserah, kamu boleh pilih yang kamu suka." Tama menjawab dengan begitu santai, ia pun mulai meraih semangkuk sup iga dan sepiring nasi sebagai menu sarapannya. Amanda bergegas meraih sepiring nasi goreng seafood, nasi putih biasa, semangkuk soto daging Betawi dan lauk pauk seperti ayam geprek, cumi asam manis, juga udang crispy. Ia sengaja menyusunnya dekat dari jangkauannya sebagai tanpa kepemilikan agar tidak disentuh oleh Tama. Lalu wanita itu pun memulai aktivitas olah raga mulutnya dimulai dengan menyantap nasi goreng seafood dan udang goreng crispy. Sesekali ia juga menyicipi cumi dan juga ayam. Tama menatap heran ke arah Amanda yang terlihat begitu rakus. "Ya ampun, baru kali ini aku melihat ada wanita cantik makan se-rakus dia tanpa jaga image. Apa dia tidak makan selama seminggu ya sampai-sampai dia langsung menguasai banyak menu tanpa menyisakan untuk aku. Ah, untung saja aku mengambil sop iga ini duluan, kalau tidak bisa-bisa diembat juga sama dia!" batin pria itu sambil mengulas senyuman tipisnya melihat kelakuan wanita yang berada di hadapannya. "Manda, apa kamu mau nambah? Saya bisa pesankan kalau kamu mau." Tama mencoba menawarkan untuk membuka obrolan dengan wanita yang begitu acuh padanya dan malah fokus dengan aktivitas makannya. "Tidak perlu, aku rasa yang ini saja sudah cukup untuk membuatku kenyang," jawab Amanda dengan singkat, seperti tidak suka diajak berbincang oleh pria yang telah mengancam juga memaksanya. "Baiklah kalau begitu. Oh ya, apa boleh saya bertanya sesuatu?" Tama kembali mengajukan pertanyaan agar wanita itu mau menatap ke arahnya lebih lama lagi. "Tanya saja, tidak perlu meminta izin segala seperti saat tadi kamu memaksaku untuk bekerja di perusahaanmu!" jawab Amanda terdengar ketus. Pratama tidak merasa bersalah sedikitpun karena telah memaksa wanita itu, ia malah merasa terhibur melihat amarah Amanda yang meletup-letup membuat kecantikan wanita itu bertambah dua kali lipat. "Kalau kamu tidak bekerja di perusahaan saya, dimana rencananya kamu akan bekerja?" tanya Tama yang kini telah menyelesaikan aktivitas makannya. "Tidak tahu, tapi beberapa hari yang lalu Daddy memintaku untuk membantunya mengurus perusahaan. Tapi karena kamu memaksaku, ya mau bagaimana lagi? Mungkin aku akan bilang pada Daddy aku dapat panggilan kerja setelah iseng-iseng melamar pekerjaan di perusahaanmu." "Ide bagus. Lalu, apakah kamu bisa berkerja secara profesional walau pikiranmu hingga saat ini masih dipenuhi tentang Stefan yang sudah mengakhiri hubungannya denganmu?" pertanyaan Tama kali ini membuat Amanda menatap kedua matanya lebih lama tidak seperti sebelumnya. Saat Amanda kembali mendengar nama Stefan, membuat wanita itu seketika hilang selera makan, ia pun langsung menjatuhkan sendok dan garpu yang semula berada dalam cengkeramannya begitu saja hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Kepala Amanda kembali terasa berdenyut hebat setiap kali ia teringat tentang sosok pria yang begitu ia cintai, hingga Amanda pun mulai memijat dahinya dengan perlahan. "Aku sudah kenyang. Bisa kita pulang sekarang?" tanya Amanda yang bersiap untuk beranjak dari tempat duduknya. "Tapi makananmu belum habis, lebih baik kamu menghabiskan semuanya sebelum kamu pulang, Manda." "Aku sudah kenyang. Kamu jadi mau antar aku pulang tidak, kalau tidak bilang dari sekarang biar aku pulang naik taksi?!" tanya Amanda kembali dengan nada suaranya yang tinggi. Wanita itu pun kini sudah bangkit dari posisinya, ia berdiri menunggu jawaban yang terlontar dari mulut Tama. "Hei, tenanglah. Saya benar-benar minta maaf bila pertanyaan saya tadi malah menyinggung perasaanmu. Saya pasti jadi mengantarmu pulang, tapi tolong jangan dalam keadaan saat kamu sedang dikuasi emosi seperti ini." "Oke, aku anggap kamu tidak mau mengantarku pulang!" jawab Amanda dengan kedua mata yang tampak memerah karena menahan kesedihan yang ia rasakan bila teringat tentang Stefan, dan wanita itu pun bergegas melangkah untuk mengambil tas miliknya yang berada di atas nakas. Setelah menyandang tas-nya, Amanda melenggang pergi untuk keluar dari kamar hotel. Namun, begitu ia melintasi Tama untuk menuju pintu keluar tiba-tiba saja tangannya digenggam erat oleh Tama hingga membuat langkah Amanda terhenti seketika. "Amanda, pulanglah bersamaku. Tapi, kalau sekarang kamu ingin menangis untuk meluapkan rasa sedih yang begitu menyesakkan dadamu, menangislah di sini, jangan bawa pulang kesedihanmu jika kamu tidak ingin membuat kedua orang tuamu merasa cemas dan jatuh sakit karena mengkhawatirkan keadaanmu yang pulang dalam kondisi tidak baik-baik saja!" ucap Tama yang tak 'kan membiarkan Amanda pulang seorang diri. Mendengar perkataan Pratama yang mengandung makna kebaikan, ternyata dapat dicerna dengan baik oleh Amanda. Ia pun tak kuasa untuk membendung kesedihannya lagi karena bayangan hubungannya yang harus kandas terhalang restu orang tua. Amanda pun menangis untuk meringankan beban yang begitu memberatkan punggungnya, saat ia membutuhkan sandaran untuk menumpahkan segala macam kesedihan, Amanda memilih d**a Tama sebagai sandarannya. Ketika Amanda menangis dalam pelukannya, kedua tangan Tama mulai mengusap punggung wanita itu dengan perlahan. "Menangislah Amanda, jika itu dapat meringankan beban pikiranmu. Jangan takut akan takdir yang saat ini sedang kamu jalani, kamu tidak akan sendirian karena saya akan selalu aku untukmu." Kalimat itu terucap begitu saja dari mulut Pratama, hingga membuat Amanda berpikir sesaat bahwa pria yang saat ini tengah memeluknya begitu perhatian dengannya. Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD