Menuntut pertanggungjawaban

1864 Words
Selamat membaca! Berada di bawah pengaruh alkohol sungguh membuat Amanda lupa diri, hingga wanita itu tak keberatan saat Tama mulai menyentuh bagian tubuh intinya walau masih ada kain penutup yang melingkar membalut bukit kembarnya. Tama yang mendapat lampu hijau dari Amanda, ia segera merebahkan tubuhnya di samping tubuh wanita berparas cantik itu, kedua tangannya mulai bekerja untuk membuka kain penutup buah d**a Amanda yang tampak sintal dan sangat montok. Kedua mata Tama terbuka lebar saat melihat lekukan seksi tubuh wanita yang baru dikenalnya beberapa saat lalu, membuat pria itu jadi tidak sabar untuk segera menikmati tubuh Amanda. Namun, sebelum melakukan semua itu, Tama mencium bibir tipis Amanda lebih dulu untuk memberikan pemanasan. Satu, dua menit berlalu, ciuman itu semakin bertaut dalam saat Amanda membalas ciuman yang Tama berikan. Tak sampai berhenti di sana, kedua tangan pria itu meremas bukit kembar Amanda hingga membuat wanita yang berada di bawah kungkungannya melenguh menyebut nama Stefan, mantan kekasihnya. Mendengar wanita itu menyebut nama pria lain, Tama pun segera enyah dari atas tubuh Amanda. "Oh sial! Pantas saja dia tidak menolak, ternyata dia menganggap aku ini adalah Stefan!" batin Tama di kedalaman hatinya yang tengah merasa kesal dan kecewa karena akhirnya ia tidak dapat melanjutkan aktivitas bercintanya dengan Amanda yang tak menginginkannya. Tama dengan cepat menutup tubuh Amanda yang sudah bertelanjang d**a dengan bad cover agar tidak terus membuatnya tergoda untuk tetap melanjutkan hal yang tidak seharusnya ia lakukan. Setelah selesai, ia pun memilih untuk segera beranjak bangkit dari ranjang dan melenggang pergi menuju bathroom untuk merendam tubuhnya di dalam bathub. "Ternyata Amanda begitu mencintai Stefan, hingga di bawah alam sadarnya sekali pun dia terus memanggil nama pria itu. Kasihan Manda, apakah aku harus membantunya agar dia bisa kembali bersama Stefan?" tanya Tama dengan wajah yang tampak lusuh karena tidak dapat melampiaskan hasratnya malam ini. Pria itu segera masuk ke dalam bathtub yang sudah terisi setengah air hangat buntuk merendam tubuhnya yang semula berhasrat. Entah mengapa pertemuan pertamanya bersama wanita cantik yang bernama Amanda Olivia, begitu berkesan untuk Tama hingga membuatnya terus memikirkan tentang wanita itu. "Oh Tuhan, kenapa aku merasa hatiku jadi sering bergetar setelah bertemu dengan Amanda di klub tadi? Padahal ada banyak wanita yang aku temui di sana, tapi kenapa kali ini rasanya sangat berbeda?" gumam Dave yang masih terus bertanya-tanya karena penasaran dengan Amanda. Tanpa ingin berlama-lama merendam tubuhnya saat tengah malam, pria itu pun beranjak bangkit dari bathub lalu membalut tubuhnya dengan bathrobe. Kemudian ia melangkah keluar meninggalkan bathroom dan kedua matanya langsung tertuju ke arah wanita yang tengah tertidur pulas di atas ranjangnya dengan selimut yang sudah tersingkap hingga kembali menampakkan setiap lekukan tubuhnya yang seksi. Tama terlihat menggelengkan kepalanya beberapa kali, ia merasa tak kuasa menyaksikan tubuh polos Amanda bila tidak dapat disentuh olehnya. Pria itu pun menutup kedua matanya dengan sebelah telapak tangan, lalu kembali memakaikan selimut yang tersingkap untuk menutupi lagi tubuh polos wanita yang ikut menginap bersamanya malam ini. "Lama-lama aku bisa gila bila terlalu lama berada sekamar dengannya! Aduh, bagaimana ya caranya memakaikan bra untuk menutupi dadanya agar dia berhenti menggodaku?" gumam Tama yang kini mulai meraih bra pink milik Amanda yang semula teronggok di dasar lantai setelah ia membukanya. Tama pun akhirnya berusaha bertanggung jawab untuk memakaikan apa yang telah dibukanya. Ia segera duduk di bibir ranjang dan membuka selimut tebal yang menutupi tubuh bagian atas Amanda untuk mulai memakaikan bra yang berada dalam genggamannya saat ini. "Tahan, Tama, tahan!" batin pria itu sampai harus menahan napas agar dapat mencegah hasrat yang sewaktu-waktu bisa kembali bergejolak seperti beberapa saat lalu. Setelah berusaha dengan membolak-balikkan tubuh Amanda, akhirnya tugas Tama selesai untuk melakukan pertanggungjawaban. "Oh Tuhan, cobaan sekali bertemu dengan wanita ini!" batinnya sambil menyeka keringat yang membasahi dahinya setelah berkerja cukup keras. Tama yang merasa tubuhnya begitu lelah, ia pun kembali bangkit dari posisi duduknya dan memutuskan untuk tidur di sofa yang berada di seberang ranjang demi menjaga jarak dan agar tidak terjadi hal-hal aneh malam ini bila tidur seranjang dengan Amanda. Namun, pria itu tidak tega membiarkan Amanda tidur tanpa berpakaian karena cuaca di luar sedang hujan deras, ditambah suhu pendingin ruangan di dalam kamar hotelnya saja membuat ia sangat kedinginan. Pria berwajah tampan itu mulai meraih pakaian Amanda yang ternyata terasa lembab karena keringat. Akhirnya Tama mengambil kemeja kerjanya di dalam almari untuk dipakaikan pada Amanda. Tanpa berlama-lama, Amanda pun kini sudah terlihat cocok mengenakan kemeja milik Tama yang memang selalu tersedia di dalam almari hotel mengingat dirinya sering bermalam di sana. "Nah, begini 'kan nyaman dipandangnya, jadi enggak buat darah aku berdesir terus. Ya sudah, sekarang kamu tidur yang nyenyak ya, semoga mimpi indah!" ucap Tama yang jelas tak mendapatkan jawaban apapun karena wanita yang diajaknya mengobrol sudah pulas tertidur hingga tidak sadar bahwa Tama telah merubah penampilannya. Pria itu mengusap pucuk kepala Amanda dengan lembut sebelum beranjak pergi menuju ke arah sofa, lalu ia menghempaskan tubuhnya di sana dan mulai memejamkan kedua matanya yang terasa berat karena menahan rasa kantuk. Dalam hitungan detik, Tama pun kini mulai terlelap tidur dan bertemu dengan wanita yang selama beberapa jam belakangan menggangu pikirannya di alam mimpi. * * * Sinar matahari yang membias kaca jendela kamar hotel yang ditempati oleh Amanda dan Tama berusaha menyentuh kelopak mata keduanya yang masih terpejam, hingga membuat sang pemilik mata mulai terganggu akan silau cahayanya. Amanda mengerjapkan kedua matanya lebih dulu dan langsung melihat ke arah jarum pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Namun, seketika Amanda terlonjak kaget saat menyadari dirinya bangun dari tidur bukan di kamarnya, melainkan di sebuah tempat asing yang tidak ia kenali. "Oh my God! Dimana aku? Kenapa aku ada di tempat ini sih?" tanya Amanda pada dirinya sendiri sambil meremas rambutnya erat-erat untuk mencoba mengingat kenapa ia bisa sampai di tempat ini. Kedua bola mata wanita itu mulai mengedarkan pandangan ke area sekeliling, hingga sorot matanya terhenti saat menatap sesosok pria yang sedang terlelap tidur di atas sofa. "Ya Tuhan, siapa dia? Kenapa aku bisa tidur satu kamar dengan seorang pria di tempat yang sama sekali tidak aku kenali? Sebenarnya apa yang terjadi semalam, kenapa aku tidak bisa mengingat apapun?" batin Amanda dengan rasa takut yang mulai menyelinap masuk dalam pikirannya. Amanda tidak punya pilihan lain, selain ia harus mencari tahu semuanya sendirian mengenai hal yang mengganjal pikirannya saat itu tentang kejadian semalam yang tidak dapat dirinya ingat. "Ya Tuhan, aku sangat berharap semalam itu tidak terjadi apapun padaku, walau kemungkinannya sangat kecil ketika seorang wanita dan pria tidur satu kamar tapi tidak melakukan hal-hal aneh!" batin Amanda yang terus berharap di kedalaman hatinya dengan bibir yang tampak bergetar. Dan akhirnya wanita itu pun segera bangkit dari ranjang setelah berhasil mengumpulkan keberaniannya, kemudian ia mulai melangkah dengan mengendap-endap untuk menghampiri pria yang memilih posisi tidur dengan cara membelakanginya, hingga membuat Amanda kesulitan untuk menatap wajah pria tersebut. Begitu langkah Amanda terhenti tepat di samping sofa yang menjadi tempat tidur pria itu, ia pun segera menyentuh bahu sosok misterius tersebut yang membuat jantung Amanda berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Seketika kedua bola mata Amanda membulat sempurna setelah berhasil menatap wajah sosok pria itu yang ternyata adalah Pratama Wirayuda, pria yang semalam berkenalan dengannya di klub. "Oh my God! Ternyata dia punya niat yang buruk padaku, makanya semalam itu dia terlihat sangat berusaha untuk mengajakku berkenalan, lalu mendekatiku dan mentraktirku minum-minum. Ke-kemudian... yang terakhir dia membawaku ke hotel untuk melecehkanku di tempat ini..." Amanda begitu menyesali kejadian semalam saat ia dengan mudahnya dekat dengan orang asing, wanita itu pun mulai menangis sejadi-jadinya karena mengira Tama telah merenggut kesuciannya ketika semalam Amanda sedang mabuk berat. Suara tangisan Amanda yang begitu memekakkan telinga Tama, membuat pria itu terjaga dari tidurnya secara paksa. Ia begitu terkejut melihat Amanda yang menangis di sampingnya, hingga membuat Tama segera bangkit dan berdiri berhadapan dengan wanita itu. "Hei, kenapa kamu menangis sepagi ini? Apa kepalamu sakit, atau ada kabar duka dari keluargamu?" tanya Tama dengan suaranya yang terdengar sangat parau. Pria itu menangkup kedua lengan Amanda untuk berusaha menenangkan tangisannya. Amanda yang sedang terjebak dalam kesalahpahaman hingga membuatnya merasa begitu kesal dan tak dapat menahan emosinya lagi, ia pun segera mendaratkan sebuah tamparan keras yang mengenai pipi kanan Tama sampai wajah pria itu terhuyung ke arah sebaliknya. "Dasar pria b*jingan! Aku enggak mau tau ya, pokoknya kamu harus tanggung jawab dan nikahin aku secepatnya!" Perkataan yang terlontar dari mulut Amanda sungguh membuat Tama terkejut, dan masih tak menyangka karena ada seorang wanita yang berani menamparnya dengan keras. Pria itu langsung mengusap pipinya yang terasa perih, kedua matanya menatap tajam wajah Amanda yang sedang menatapnya juga penuh selidik. "Heh, kenapa kamu diam saja? Jawab aku, sialan!" ucap Amanda dengan suaranya yang lantang nyaris berteriak, bahkan ia dengan berani memukul d**a bidang Tama bertubi-tubi tanpa rasa takut sedikit pun. Sedangkan sampai detik ini Tama masih tidak mengerti akan maksud perkataan Amanda yang meminta pertanggungjawaban darinya, akibat nyawanya yang belum terkumpul dengan baik setelah terbangun dari tidurnya semalam. "Pertama Wirayuda! Jawab perkataan aku, jangan diam saja dong!" protes Amanda yang semakin mengeraskan pukulannya hingga membuat Tama mengaduh kesakitan. "Kamu tanggung jawab atau aku akan melaporkanmu pada polisi?!" ancam Amanda yang sudah merasa gila saat dirinya terus mengoceh tanpa mendapat sahutan dari pria yang ia ajak bicara. Amanda begitu frustasi karena melihat Tama tak merespon setiap perkataannya, seolah-olah pria itu akan lari dari tanggung jawab setelah merenggut kehormatannya. Hingga akhirnya Amanda pun semakin mengeraskan suara tangisannya setelah ia menghempaskan tubuhnya untuk duduk di sofa, lalu kedua tangannya mulai menjambaki rambutnya sendiri. "Sial, sial, sial! Aku menyesal semalam bertemu denganmu dan sempat menganggap kamu itu pria baik-baik! Dasar b*jingan, kamu lihat saja ya aku akan segera pergi ke kantor polisi dan melaporkan perbuatan bejatmu pada mereka supaya kamu dipenjara lalu dihukum mati, aku tidak akan membiarkanmu hidup bebas dan berkeliaran!" Ancaman Amanda kali ini membuat Tama mulai mengerti akan maksud kemana arah tujuan pembicaraan wanita itu. Tama yang merasa lucu mendengar setiap kalimat yang diucapkan oleh Amanda, membuat pria itu malah terkekeh bahkan sampai tertawa terbahak-bahak. Dahi Amanda mengerut dalam melihat sikap Tama yang benar-benar seperti mempermainkannya. Ia pun kembali bangkit dan mendorong tubuh pria itu hingga mundur beberapa langkah. "Kenapa kamu tertawa? Di sini tidak ada kejadian lucu jadi berhentilah tertawa. Lebih baik sekarang cepat kamu putuskan, mau bertanggung jawab atau mau akan laporkan pada pihak yang berwajib?" tanya Amanda dengan wajahnya yang kini mulai memerah karena menahan amarah yang membuncah. Tama pun berusaha menghentikan suara tawanya yang terjadi karena merasa sikap Amanda begitu menggelitiknya untuk tertawa. "Ya, oke. Kamu ingin saya menikahimu?" tanya Tama dengan wajah yang kini tampak begitu serius sambil menautkan kedua alisnya. "Seharusnya kalau kamu memang pria sejati yang punya harga diri, kamu tidak perlu bertanya pertanyaan konyol seperti ini karena kamu sudah melakukannya maka kamu juga harus berani bertanggung jawab untuk menikahi wanita yang telah kamu renggut mahkotanya!" jawab Amanda dengan kedua mata yang menatap wajah Tama sangat tajam dan berani. "Baiklah, saya akan menikahimu kalau kamu mau melakukan satu hal untukku!" "Apa yang kamu inginkan?" tanya Amanda dengan suaranya yang terdengar dingin. Tama tampak menaikkan sebelah alisnya sebelum berucap. "Sial, kalau sampai dia menyanggupi keinginanku itu artinya aku harus menikahi dia, lalu bagaimana dengan Nathalie?" batin pria itu yang tampak ragu-ragu saat hendak membuka mulut. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD