bc

My Brother Is Psychopath

book_age18+
43
FOLLOW
1K
READ
drama
tragedy
twisted
sweet
mystery
like
intro-logo
Blurb

Selena Morry, menemukan kecurigaan aneh terhadap kakak tirinya Simon abigail, si playboy dingin yang handal. Ketika satu persatu wanita yang dibawa pulang kakaknya menghilang entah kemana dan bercak darah di dinding seperti orang terseret membuat Selena akhirnya menyelidiki sang kakak secara diam-diam.

Ketika Sang kakak yang tampan menyimpan berbagai rahasia di kamarnya, dan caranya melihat adiknya sendiri kian membuat nyali selena ciut.

Cara Simon memandang, kata-katanya, dan auranya... semuanya mengadung sebuah makna dan ada sesuatu yang menakutkan disana!

chap-preview
Free preview
Kakakku di Malam Hari
Aku mengenal kakakku. Kami bertemu ketika sama2 belum mengerti apapun, belum mengerti sepahit apa kehidupan yang sebenarnya. Orang tua kami menikah sehingga membuat kami menjadi saudara. Awalnya aku dan kakakku adalah teman baik, dia adalah anak kecil dari kota yang langsung menjadi pusat perhatian hanya dalam beberapa menit setibanya di desa. Dia tampan dan baik meskipun sedikit angkuh seperti kebanyakan anak cowok keren dari kota pada umumnya Ketika kecil aku pernah punya mimpi, mimpi masa depan yang kini membeleggu hidupku dengan nyata. Aku bermimpi menjadi wanita milik Simon Abigail yang terkenal. Namun mimpi itu terkubur seperti tulang dalam tanah longsor yang hitam. Menghilang dan tidak berbekas. Aku sendiri yang menguburkannya karena kutahu dia sudah bergelar sebagai kakakku yang sah. Aku tidak punya mimpi untuk menikah dengan kakakku sendiri. Itu gila. Dan disinilah aku sekarang. Dirumah besar yang kesepian. Hanya ada kami berdua, tanpa saudara bahkan pembantu. Kakakku membenci keramaian sesudah orang tua kami meninggal. Sejujurnya dia sedikit berubah dan menjadi pendiam. Dia juga cuek padaku. Dan berbicara hanya beberapa patah kata ketika di perlukan. Dia adalah orang seperti itu. Bertolak belakang denganku yang menyukai keramaian dan sapaan hangat dari orang-orang. "Kak, aku membuat kue. Berhentilah dulu melukisnya, dia tidak akan rusak hanya karena kau meninggalkannya beberapa menit." Aku berusaha mengalihkan fokusnya padaku, namun suaraku seperti hilang di telan udara disiang bolong. Dia bahkan tidak menoleh sedikitpun. Selalu seperti ini. Rumah yang sepi dan kakak yang hidup dalam dunianya sendiri. "Baiklah, akan kuletakkan disini. Kau harus makan oke, " kataku dengan sabar, menatap punggungnya dan menghilang dari pintu depan. Aku harus berangkat ke kampus. Ini adalah semester ke 3, aku perlu nilai yang banyak agar bisa lulus dengan cepat. Mendapatkan pekerjaan tetap dan terlepas dari kakakku yang dingin. Begitulah hari-hari ku. Hari yang membosankan. Aku membencinya namun tidak ada cara lain. Hanya dia satu-satunya yang kupunya. Dia adalah tombakku untuk hidup. Tetap bersamanya atau mati kelaparan di jalan. Dan malam ini juga masih sama seperti malam-malam biasanya. Dia membawa pulang wanita sesukanya kerumah dan bersama mereka hingga pagi. Aku membenci itu, aku yang notabene nya tidak pernah pacaran punya kakak yang gonta-ganti pacar seperti itu rasanya benar-benar memuakkan. Kakakku seperti bungkusan permen yang terlihat menggiurkan dari luar namun kau akan lari ketakutan ketika membuka isinya. Entah kenapa aku merasa dia seperti itu. Wanita-wanita itu tidak pernah sadar bahwa mereka baru saja bersama pria tak tau diri yang angkuh sejagat dengan besi tajam pada tangannya yang tersembunyi. Dia akan mencampakkan mereka dengan mudah. Benar, dia hanya memakai mereka semalam. Benar-benar miris. Namun ada yang aneh, wanita-wanita itu selalu menghilang secara misterius keesokan harinya. Ketika kutanya kau tau apa jawaban kakakku, dia mengatakan bahwa wanita itu mencampakkannya hanya beberapa menit setelah mereka bersama. Aku tidak pernah percaya kata-kata kakakku, akan aneh jika mereka menolak pria sepertinya. Pria tampan dan jenius dengan kulit pucat yang menjadi lebih pucat ketika musim salju tiba. Jika aku menjadi mereka pun mungkin aku akan mengekorinya dari belakang seperti penguntit. Namun sayang nya aku bukan mereka, aku masih cukup waras sekarang. Dan malam ini seperti biasa, wanita-wanita itu sudah di duduk di pangkuan kakakku ketika pintu depan kubuka. Aku lelah baru saja dari kampus dan menghadapi pria tak tau diri yang menembakku di depan semua orang. Membawa bunga dan sok romantis. Pria yang kutahu selalu meletakkan camera di kamar mandi cewek. Aku memergokinya beberapa kali dan sudah pernah menendangnya berulang-ulang kali. Namun pria itu menembakku hari ini. Bukankah itu menyebalkan! Dan lebih menyebalkan karena melihat pemandangan menjijikkan di depanku sekarang. Aku membencinya dan memburamkan mata ketika melihat kakakku yang menatap dari dari bulu matanya. "Dia siapa?" Selalu pertanyaan itu yang keluar dari setiap wanita yang pernah datang kesini. "Dia adikku, adik tiriku." Kakakku yang bersuara. Dia melihat dari lampu yang membayang. Aku menutup pintu dari belakang dan menatap muak padanya ketika tangan wanita itu memainkan rambutnya. "Kukira dia pacarmu. Kau membuatku lega." Aku mencibir mendengar suara wanita itu yang sengaja di serak-serakkan dan menjadi kasian dalam waktu bersamaan karena nasib mereka yang tragis. Mereka akan di campakkan oleh kakakku beberapa jam kemudian. Aku ingin pergi namun dia tiba-tiba saja bersuara. "Kau ingin bergabung?" Aku berpaling, menatapnya dengan datar. Melihat wanita disampingnya yang sexy seperi model hot itu. aku merasa mau muntah. "Tidak." Kataku memaniskan wajah dan masuk ke kamarku di lantai dua. Dan entah bagaimana aku merasa kakakku menatapku hingga ke lorong terakhir. Dan aku selalu menggigil setiap kali menyadari itu terjadi. Dia selalu seperti itu, angkuh dan terkadang menjadi perhatian dengan cara yang aneh. Aku menutup kamarku dengan tangan dingin di kenop pintu dan merebahkan diri di kasur. Suara wanita dan kakakku terdengar di bawah, mereka akan seperti itu hingga pagi. Arrgghh aku tidak bisa tidur gara2 mereka. Aku menjambak rambutku sendiri sekarang dengan frustasi dan mulai tertidur di bawah lampu yang meremang. *** Aku bangun, ini pagi. Aku berjalan menuruni tangga menuju dapur dengan rambut acak-acakan seperti kuntilanak. Aku tidak perduli, tidak ada yang melihat selain kakakku yang sedingin es itu. Bahkan jika aku tidak mandi pun tidak masalah menurutku. Itu cuma dia, bukan Song Jong Ki atau sebagainya. Kakakku belum bangun, dia pasti masih bersama wanita itu dan menyusupkannya kembali dari pintu belakang tanpa ketahuan. Benar, aku memang tidak pernah tau entah bagaimana wanita-wanita itu bisa menghilang. Aku mengangkat bahu ingin masuk ke dapur namun berhenti ketika melihat bekas cakaran di dinding seperti orang terseret. Nafasku membeku dan entah kenapa perasaan ngeri melandaku seperti tersiram air kolam beracun. Otak serasa tersengat dan tiba-tiba entah kenapa aku merasa ingin tau lebih banyak, tidak sekedar medengarkan kata-katanya yang tidak masuk akal. Kakiku mengikuti seretan tangan di dinding, bentuknya aneh seakan tangan itu mengatakan 'tolonglah aku'. Pandanganku menatap tajam ke depan dan berhenti di pintu terakhir dari rumah. Pintu kamar kedua milik kakakku. Dia tidak mengijinkanku memasuki kamarnya. Dia mengguncinya setiap waktu. Entah apa yang merasukukku, namun hari ini aku dengan lantang membukanya. Kakakku pernah bertitah, jangan pernah sekalipun menyentuh kamarnya bahkan sekedar melihat bentuk gordennya. Tapi hari ini aku tidak peduli lagi. Mataku sudah siap-siap menyaksikan hal mengerikan yang akan kulihat sebentar lagi. Kamar kakakku gelap dan hanya disinari jendela kecil yang terpalang pada dinding. Ranjang besar berlapis kain satin warna gelap hingga sofa dan lemari bahkan pakaian yang menggantung. Jika aku serba terang berbeda halnya dengan kakakku yang dari ujung kaki hingga ujung rambut mencolok dengan hitam. Mataku memeriksa sudut kamar dan ada sesuatu yang menarik perhatianku. Sebuah lukisan yang bertumpuk milik kakakku yang tercampakkan begitu saja di sudut kamar, bersusun-susun namun berantakan. Aku mendekat, jendela yang tertutup gorden dan ruang tanpa peneran membuatku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Namun kengerian mendadak menjalar ketengkukku saat Lukisan itu bisa kulihat jelas. Itu adalah Lukisan Wajahku. Nafasku berhenti di udara dan otakku terguncang ketika melihat setiap detail kanvas yang dia torehkan membentuk dagu, mata, bulu mata hitam pekat yang panjang dan wajah oval lancip milikku disana. Bukan hanya satu namun hampir berpuluh-puluh lukisan wajahku disana, wajahku yang menatapnya dengan galak, aku yang sedang berada di dapur dengan rambut acak-acakan, senyumanku ketika bersama teman-teman dikampus, dan diriku yang sedang tertidur di atas ranjang. Dikamarku sendiri. Tenggorokanku terasa kering sekarang. " Hello sister, ngomong-ngomong kenapa kau berada di kamarku?." Kegelapan membanjir otakku ketika mendengar suara milik kakakku di ambang pintu. Aku berbalik dan membeku. Senyumnya mengembang, bukan jenis senyuman yang biasa kulihat melainkan senyuman dingin dengan mata membara seperti lidah api. Tanganku meraba tiang penyangga tempat tidur tanpa sengaja. Aku baru saja dipergok memasuki kamarnya tanpa ijin. Kupikir aku akan mati hari ini!. " Aku..." rasanya tenggorokanku menjadi kering. Otakku seakan berhenti bekerja dan kepalaku serasa penuh kabut berasap. Itu terasa ketika mataku tidak sengaja menangkap matanya yang kelam, seolah menerawang pada hati terdalamku. Terasa seperti menelan pahit empedu beracun. " Apa kau mencurigai sesuatu adik?." Sebenarnya caranya bertanya membuatku merinding dan terintimadasi, namun bukan aku namanya bila seseorang bisa menjatuhkan mentalku dengan mudah. Preman di jalan saja akan ku tendang ke got jika berani bertanya hal memuakkan apatah lagi kakakku yang bisa kupatahkan tulangnya dalam satu hantaman, tapi aku tidak ingin mengambil resiko mematikan sekarang. Salah-salah aku akan di tendang dari rumah ini dan biaya kuliahku akan di tarik. Bersiap-siaplah jadi pengagguran putus sekolah. Oh tidak ! Aku mencoba tersenyum semanis gula padanya. "Kenapa aku harus mencurigai kakakku sendiri. oppa bercanda." Gigiku sengaja kutampakkan dengan kesan polos seolah aku adalah kertas putih yang hampa, tanpa tau apapun yang ada di pikiran pria ini. benar, aku belum menemukan letak kesalahannya. Kenapa lukisanku ada dikamarnya dan bagaimana caranya dia menyusup kekamarku pada malam-malam hampa sementara pintu ku kunci dari dalam. Entah firasatku benar atau tidak namun satu hal, dia tidak pernah seperti yang terlihat selama ini. Dia seperti menyimpan rahasia gelap mematikan. Lalu haruskah aku menjadi manusia bodoh yang tidak tau apa-apa. Aku seorang mahasiswi, rugi aku kuliah jika aku bisa di bodohkan dengan mudah. Aku berjanji akan membongkar ini hingga ke akarnya. " Sejujurnya aku bahkan tidak yakin kau menganggapku sebagai kakakmu selama ini Adik. Kau tau, dirimu mudah sekali dibaca." Damm!! Kata-kata itu mengena tepat sasaran. Tidak sepenuhnya benar, namun ada saat dimana aku tidak menginginkan dia sebagai kakakku, aku membenci suasana yang dingin dan rumah yang mati seperti kuburan. Kehidupanku akan hangat jika aku mempunyai kakak yang lebih baik. Tumbuh seperti keluarga kebanyakan, bercanda pada sore akhir pekan di bawah pohon mahoni dengan tawa renyah kakakku karena celotehan ku yang tidak pernah berhenti. Hanya sesederhana itu impianku. Sejujurnya. Dan kakakku jauh dari kesan itu semua. " Kau saja yang berpikir seperti itu." Kataku berusaha tenang. " Ngomong-ngomong kamarmu bagus, tempat tidurnya lebih besar dan ruang lemari khusus yang elegan. Calon istrimu pasti akan langsung jatuh cinta jika melihatnya, aku yakin dia akan betah tinggal di rumah ini kelak," kataku mengalihkan pembicaraan. Dia tersenyum. Namun aku punya firasat kata-kataku terasa seperti lelucon baginya. "Bagaimana ini, semuanya sudah terbongkar, dia tidak akan terkejut lagi dong" Dia memasukkan tangannya ke kantong celana, bahasa non verbal sok santai itu ternyata juga melekat padanya. Aku mengerutkan kening. Tidak mengerti. "Memang apa pengaruhnya denganku?" Aku tidak mengerti kenapa apa yang kulihat menjadi penting untuknya. Dia berjalan dari pintu menujuku dengan langkah pelan, tanpa suara seolah gerakan itu terkendali dan di latih dengan baik. Aku tidak pernah melihat kakakku olahraga di pagi hari tapi kenapa gerakannya tidak pernah kaku sekalipun? Kami hanya berjarak beberapa centi. Dia berdiri terlalu dekat denganku, membuatku merasa tidak nyaman. "Tentu saja ada pengaruhnya. Kau tidak akan tau sebanyak apa kejutan untuk calon istriku tersayang kelak." Aku menelan rasa ingin mual ketika mendengar nada bicaranya, yang entah sengaja mengundang perhatian. Sebenarnya aku ingin pergi dari sini. Haruskah aku berpura-pura sakit perut sekarang agar bisa lolos?. "Kau berpikir sesuatu adik?." Senyumnya melengkung dan anehnya aku menangkap kilatan pada matanya. Udara dingin merayap melalui satu-satunya jendela besi yang tersegel dalam kamar. Aku terbatuk. " Tidak!." Jawabku setelah sekian lama. Tengkukku terasa beku sedingin es "Aku rasa aku harus ke kampus, aku ada ujian pagi ini."Aku berbohong, instingku meminta untuk meloloskan diri sekarang. Sengaja membungkuk hormat agar terlihat sesantai mungkin di depannya, meskipun aku tau dan was-was dengan mata itu yang masih memandangkan bahkan ketika tubuhku sudah akan menghilang dari pintu. "Kupikir Ujianmu nanti siang." Langkahku terhenti, seperti tertimpa es batu bertubi-tubi,terasa beku hingga ke tulang. Aku tertangkap basah, oh matilah aku!!. " Ha ha, sepertinya aku mulai amnesia," kataku menunjukkan senyum lebar padanya. sejujurnya aku berharap menunjukkan ekpresi yang lebih meyakinkan, namun sudah terlambat untuk meralatnya. ini seperti kau berada di pengadilan dan hakim sedang memutuskan kehidupanmu sebagai pelaku kejahatan. Kakakku yang memengang palu sang pengadilan yang sewenang-wenang. Dia sedang memikirkan apakah akan melepaskanku atau mengecamku hidup-hidup sebagai seorang pembohong tak profesional. Nasibku sungguh buruk pagi ini. Dia tersenyum dan anehnya mengambil sesuatu dalam laci, melemparkannya padaku. Aku melihat botol itu, warna putih yang mendominasi dan berbagai komposisi yang tidak kumengerti, namun aku tau satu hal ini botol obat. "Apa ini Kak ?." "Obat imsomnia. Bukankah persediaannya sudah habis di kamarmu." Gigilan langsung merayap kembali padaku, aku melihat botol itu dan langkahnya yang berjalan melewatiku dengan misterius. Dia menuju dapur. Otakku berpikir, bagaimana dia bisa tau persedian obatku sudah habis? aku mengingat meletakkan obat ini di kotak pribadi yang kuncinya hampir sepanjang waktu kusembunyikan di bawah kasur tidur, juga tidak ada yang tau aku menderita imsomnia sejak 2 tahun yang lalu. Mataku melebar dan kakiku berlari masuk ke kamar seperti orang kesetanan, mengguncinya dengan aman dan memeriksa setiap sudut kamar. Apa dia memasang cctv disini. Untuk memataiku? Aku sangat kesal dan resah dengan semua kejadian pagi ini, jika semua yang kupikirkan benar hidupku sedang dalam bahaya. Mataku lagi-lagi memeriksa setiap sudut dinding dan loteng hingga jendela terluar. Bahkan baju yang semula rapi dan seprai tempat tidur kini ikut berantakan karena kubongkar. Bawah laci, sela-sela lampu tidur terbaru hadiah ulang tahun dari mantan Kakakku hingga atas lemari yang penuh debu. Tidak ada apa-apa. Rasanya lelah, Keringat menetes dari keningku. Terjatuh duduk di atas tempat tidur dengan lutut yang melemas. Sebenarnya apa yang kupikirkan, mana mungkin kakakku berani memata-matai ku dengan camera Cctv yang entah berantah diletakkan dimana. Aku yakin kakakku masih punya banyak pekerjaan lain yang harus di uruskan ketimbang mengotak-atik kamar pribadiku. "Dasar kakak gila. Kakak sok keren, sok terkendali, sok tampan, sok pintar, sok cool, sok-sok semuanya!!." Aku mengumpat dengan suara keras, membalas dendam untuknya karena membuat jantungku hampir masuk jurang. Aku begitu kesal padanya. gara-gara dia kamarku berantakan dan aku kelelahan di tambah aku tidak akan bisa konsentrasi belajar. Ini semua kesalahannya! Tapi bukankah aku yang membuat tubuhku sendiri menderita? Siapa suruh aku menanggapi? Siapa suruh aku menjadi was-was, siapa suruh aku membongkar isi lemariku sendiri? Kupikir justru aku yang tidak waras disini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.5K
bc

TERNODA

read
198.2K
bc

Troublemaker Secret Agent

read
58.5K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
187.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.3K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
29.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook