Pertunangan

1710 Words
Suara riuh tepuk tangan terdengar begitu meriah di sebuah ballroom gedung serbaguna di kawasan elit Jakarta. Dekorasi pesta di sana tampak begitu mewah dan elegan di d******i warna merah maroon dan silver. Setidaknya ada lebih dari seratus tamu undangan yang hadir di sana menengok ruangan besar itu cukup penuh dipadati tamu dengan drescode biru safir. Hari ini adalah hari yang membahagiakan ketika : CELINE JOVANCA SADIE DAN  NICHOLAS ARKA BAGASKARA Melakukan pertukaran cincin. Ya, hari ini mereka telah resmi bertunangan. Aura kebahagiaan terpancar lewat senyuman di bibir keduanya. Bahkan tanpa malu-malu Nicholas mengecup kening Celine setelah wanita itu menyematkan cincin di jari manisnya Setelah ritual tukar cincin mereka pun seolah tak terpisahkan, bahkan Nicholas tampak tidak melepas tangan Celine barang sedetik pun. Tangan keduanya terus saling menggenggam, menyapa semua tamu yang hadir dengan gurat senyum bahagia. "Jadi kapan hari pernikahannya Nyonya Jane?" tanya salah satu tamu dengan kipas batik di tangannya. "Rencananya seminggu setelah Celine wisuda," jawab Jane dengan bangga. "Wah, Nicholas pandai memilih calon istri, ya," puji tamu lainnya. "Kau pasti sangat bahagia dan antusias menyiapkan pesta putramu." "Mami." Nicholas menghampiri ibunya, tentu saja bersama dengan Celine yang melingkarkan tangannya di lengan kekar lelaki itu. Kumpulan para ibu-ibu sosialita itu pun langsung menatap antusia keduanya, bahkan ada yang dengan semangat meminta foto bersama untuk dijadikan snapgram. "Sepertinya kami harus pulang lebih awal, Celine sudah tidak nyaman dengan high heelnya. Lagipula besok dia ada kuliah pagi. Aku takut dia kelelahan." Terang Nicholas penuh perhatian membuat ibu-ibu rumpi di sana tak tahan untuk tidak menggoda mereka. "Duh, calon penganten kayaknya kebelet pengen pacaran berdua, nih." "Oh, ya ampun ... mereka benar-benar terlihat sangat serasi." "Mereka membuatku teringat masa muda dulu." Ledekan itu membuat para ibu lain tergelak tawa. Jane memeluk Celine dan berpesan untuk berhati-hati di jalan. "Jika sampai anak ini bermain-main dengan kecepatan kendaraannya jangan ragu untuk memelintir kupingnya seperti ini ya!" Pesan Jane sekaligus memperagakan cara menjewer kuping anaknya. Nicholas yang meringis memegangi kupingnya sambil mengeluh. "Auw, mamiiiii ... aku ini bukan anak kecil, tentu saja aku juga akan menjaga dia dengan baik. Dia kan separuh hatiku." Tatapan penuh kelembutan Nicholas disusul elusan di pipi Celine kontan membuat ibu-ibu di sana kompak menjerit ria. "Oouuwwhh...." Menyoraki betapa manisnya mereka berdua. Celine yang tersenyum malu pun menyembunyikan kepalanya di balik bahu lebar Nicholas. Membuat ibu-ibu yang lain tak kalah gencar meledek mereka. Hingga akhirnya Jane pun meminta teman-temannya itu untuk berhenti. "Kasian calon menantuku, tidak lihat wajahnya sudah memerah? Sudah jalan sana!" "Oia, apa kalian sudah pamit pada Papi?" Langkah kaki Nicholas terhenti. Sepertinya ada yang salah dengan pertanyaan itu karena baik Jane mau pun Nicholas mendadak terdiam. "Eum ... Hati-hati, ya, calon manten!" ledek ibu yang lain yang tampaknya tidak menyadari suasana canggung sesaat tadi. Mereka berdua berjalan meninggalkan ballroom. Tampak keduanya memang begitu serasi. Nicholas dengan jas berwarna biru safir serta dasi lebih terang senada dengan dress selutut Celine berbahan brukat serta pundak terbuka. Begitu mereka keluar dari pintu utama dengan sigap Nicholas melampirkan jasnya kepundak Celine. Mereka masih bergandeng tangan saat menuruni undakan. Bahkan Nick dengan romantisnya membukakan pintu mobil untuk Celine. Lalu ia memutar menuju pintu kemudi, menjalankan mobil meninggalkan gedung tersebut. Terdengar radio di mobil tersebut menyiarkan lagu Noah berjudul separuh aku Dengar laraku.. Suara hati ini memanggil namamu.. Karna separuh a~ku Dirimu... Kedua orang yang berada di dalam mobil itu seketika berpandangan. Bukan tatapan seperti yang terlihat di dalam ballroom tadi, melainkan pandangan tajam yang bahkan mungkin bisa menusuk sampai ke ulu ati. "Separuh hatiku?" tanya Celine tak percaya, dengan tangan yang ia lipat di d**a dramatis. "Cih ... dari mana kau belajar kata-kata seperti itu? Dari lagu ini?" cibirnya. "Jangan terlalu percaya diri. Aku juga tidak seserius itu saat mengucapkannya. Dan siapa tadi yang menyandarkan kepala di bahuku?" sergah Nicholas tak kalah sengit, kemudian ia bergerak menepuk-nepuk pundaknya bekas sandaran Celine tadi seolah sedang membersihkan debu. Lelaki itu memperhatikan kaca spion serta jam tangan bergantian dengan gelisah. "Aku pikir sudah tidak ada yang mengawasi kita. Kau turun disini saja." "Apa kau gila?" Astaga.. jam segini? turun ditempat yang antah berantah ini? Dengan kemungkinan minim taxi yang lewat terlebih dengan pakaiannya seperti ini? Tentu saja itu membuat Celine protes keras. "Memangnya kenapa? Tidak akan ada yang tertarik padamu. Percayalah." Nicholas menepikan mobilnya Celine semakin mendengus kesal, ini benar-benar sebuah penghinaan. "Dengar Tuan Nicholas Bagaskara yang terhormat, di mana sopan santun anda sebagai lelaki? Menurunkan wanita di tengah jalan, tengah malam, tanpa tanggung jawab? Dan apa aku harus ingatkan tentang perjanjian kita? Tepat setelah pertunangan ini kau harus menyediakan tempat tinggal terpisah untukku!" "Tentu saja aku ingat, dan asal kau tahu tempat tinggal itu sudah aku persiapkan. Kau hanya perlu menyebutkan Grand Olympus Apartemen maka semua jenis taxi dan kendaraan di area Jakarta pasti tahu." "Sombong," dengus Celine melipat tangan. "Tenang lah, tempatnya sudah dekat. Kau lihat gedung itu?" Nicholas menunjuk salah satu bangunan tinggi disana. "Kamarmu di lantai 20 aku akan menelpon taksi agar menjemputmu di sini dan perihal kunci, kau tidak perlu khawatir. Standar di sana sudah tinggi jadi hanya perlu menggunakan sandi untuk membukanya. Sehingga tidak akan ada drama kehilangan kunci. Aku akan mengirimkan pesan ke ponselmu agar kau tidak lupa dengan password-nya." Seketika Nick meraih ponselnya dan memesan taksi untuk menjemput Celine. Setelah yakin pesanannya di accept ia menutup ponselnya dan menatap Celine. Celine tidak mengerti apa maksud tatapan itu sampai kemudian Nicholas keluar dan dengan "romantis" membukakan pintu. Ya, Celine tidak bodoh untuk menyadari bahwa Nicholas mengusirnya keluar tanpa menunggu kepastian kapan taksi untuknya tiba.Yang jelas tak membutuhkan waktu lama untuk Nicholas meluncur meninggakannya di jalan antah berantah ini sendirian. Nicholas memacu mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata menuju kawasan Jakarta Utara, sesekali ia melirik spion dan jam tangan. Kemudian dia memarkirkan mobilnya di salah satu bangunan mewah, lalu menuju lantai tiga. Di sana lah ia melihat beberapa model berjalan melenggak di atas catwork. Nicholas berada di acara fashion show salah satu designer kenamaan, meski tidak mendapat undangan, tapi barang tentu ia tidak kehabisan akal untuk mendapatkan syarat masuk tersebut dengan menggelontorkan beberapa uang bayaran. Dia bersandar duduk disalah satu kursi penonton di bagian belakang. Berikutnya, saat salah satu model berambut cokelar karamel bergelombang berlenggak mengenakan mini dress berwarna merah menyala dengan belahan rendah menantang, dipadu aksesoris lain. Nicholas langsung menegakan lunggung. Kaki yang jenjang, badan yang ramping serta kulit mulus itu memutar dan melewati sisi kiri spot panggung, sebelum berputar dengan anggun, lalu digantikan oleh model lain. Sekitar dua jam kemudian setelah acara  selesai, para model sudah sudah membaur dengan tamu untuk melanjutkan pesta. Nicholas menghampiri wanita tadi dan melampirkan jas nya untuk menutupi bagian punggung yang juga terekspose. "Kau pasti kedinginan." Namun di detik berikutnya jas tersebut tergolek di lantai. "Aku tidak membutuhkannya, Nick." Nicholas sudah membuka mulut, bersiap meluncurkan protes. Ia tidak suka tiap kali wanita ini memarkan tubuhnya. "Alice." Seorang lelaki menghampirinya memberikan seikat bunga mawar cantik yang besar sebelum kemudian memeluk, bahkan mencium Alice. Nicholas mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. "Siapa dia sayang?" tanya lelaki itu, tangannya masih melingkar di pinggang ramping Alice. "Dia mantanku, yang memergoki kita di ranjang apa kau lupa?" "Ah ... iya aku ingat. Saat itu kita belum sempat berkenalan. Hai aku Ethan, Ethan Roland." Dengan ramah, pria pemilik manik biru tersebut mengulurkan tangan tanpa raut berdosa. Alih-alih menjabat uluran tangan tersebut, Nicholas menampik dengan kasar. Jika saja ini bukan tempat umum mungkin ia sudah menghajar Ethan. Hal yang sudah sangat ia tahan sejak lama. Namun, tentu saja kejadian itu akan menjadi perbincangan yang beresiko terdengar oleh ayahnya. Maka, dengan hati yang panas menggebu, ia langsung berjalan pergi meninggalkan mereka. Nicholas menuju mobilnya. Ia masuk dan melempar jas ke kursi samping. Kemudian mengendarai mobil dengan ugal-ugalan, membelah jalanan di bilangan Jakarta pusat memasuki club kenamaan dan minum-minum di sana. Dia butuh banyak alkohol untuk meredakan amarah di d**a. "Long tea island," pintanya pada bartender. Dua jam berlalu, Nicholas masih menenggak gelasnya. Penampilannya sudah tidak karuan dengan lengan kemeja yang ia lipat di siku, serta dasi yang ia longgarkan dan sepertinya ia mulai sedikit mabuk. Beberapa kali wanita seksi menghampiri, tetapi hanya ada pengusiran dari yang halus hingga kasar dengan memasukan beberapa lembar uang pada sela p******a mereka sebelum mengibaskan tangan. "Jangan ganggu aku." Ia benar-benar membutuhkan waktu sendiri sekarang. Arlogi Audemars Piguet miliknya sudah menunjukan pukul tiga dini hari, ia pun meninggalkan club itu. Dengan berbekal setengah kesadaran, ia berjalan sempoyongan menuju mobilnya. Di balik kemudi ia mengambil jasnya dan terlihat di sana sebuah clutch silver. Otaknya mulai berpikir sedikit lebih lama mengingat ia sudah menenggak banyak minuman yang entah habis berapa gelas. Di detik ia teringat, di detik itu juga ia terkesiap. Clutch ini milik Celine. Nicholas membukanya, ada ponsel, uang, kartu tanda pengenal dan lainnya. Pria itu seakan langsung tersadar dari mabuknya. Itu artinya Celine tidak memegang ponsel dan dia tidak tahu pasword kamarnya. Ini juga sudah sangat malam, ia pasti tidak bisa kemana-mana tanpa uang di tangannya. Nicholas melajukan mobilnya dengan cepat, meski kesadarannya belum seratus persen kembali. Cemas, khawatir, dia benar-benar tidak bisa memikirkan hal lain selain menemukan Celine atau dia akan mati di tangan ayah ibunya. Dan ia bisa bernapas lega saat melihat gadis mungil itu tidur dengan posisi duduk dan sepatu silver yang tergeletak di sampingnya. Nicholas langsung membuka pintu. Mungkin ia sudah membangunkan Celine jika saja tidak merasa bersalah ketika merasakan lengan gadis itu sudah dingin. Akhirnya ia menggendong Celine dengan gaya bridal. Mungkin saat itu, tubuh Celine yang belum sadar merasakan kehangatan membungkus dirinya sehingga ia melingkarkan tangan di pinggang dan leher Nicholas, serta menenggelamkan kepalanya di d**a pria itu. Nicholas sempat terkejut sesaat, lalu ketika sudah mencapai kamar, ia menaruhnya dengan sangat hati-hati. Tak lupa ia juga menyelimuti gadis itu agar tidak kedinginan. Gadis ini pasti sangat kelelahan dan kedinginan. Nicholas menyibak sedikit helai rambut Celine yang menutupi wajah gadis itu. Diperhatikannya wajah Celine dengan teliti dan ia menyadari jika gadis ini sangat cantik saat tertidur, like a princess. Mungkin begini lah rasanya saat sang pangeran menemukan "sleeping beauty" Hidungnya yang mancung, bulu mata yang lentik, pipi yang merona serta bibir nan ranum menggoda. Entah mimpi apa, di saat yang bersamaan Celine tersenyum dalam tidurnya. Itu membuat jantung Nicholas tiba-tiba berdetak kencang. Tampa tahu kenapa, mendadak ia ingin sekali merasakan bibir mungil itu. Mungkin hanya mencuri satu kecupan tidak akan membuat Celine bangun, begitulah bisik hati Nicholas. Ia pun mengecup singkat bibir itu, tapi tunggu ... sepertinya ia merasa kurang, sedikit lebih lama mungkin cukup. Namun, nyatanya semakin ia melumat bibir itu semakin ia merasa tidak puas, terus dan terus Nicholas melumat bibir mungil itu dari sentuhan lembut menjadi hisapan liar yang membakar dadanya hingga pernapasannya seolah berat dan memburu. * * * * * * To be continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD