Cinta ... dengan banyak arti dari segala ungkapan perasaan yang dirasakan oleh dan untuk seseorang. Sekalipun hal itu menyakitkan, bahkan menghancurkannya hingga berkeping-keping.
Namun, rasa sayang tetap tersisa di antara puing-puing yang berserakan. Sekalipun kau mencoba menolak agar tidak menjadi lebih hancur, agar tidak merasa sakit lagi, tetap saja ... hati selalu punya pilihan dan jalannya sendiri.
Meski Alice sudah menghancurkan harapannya untuk menjalin ikatan resmi. Namun hati ini tidak bisa melepasnya begitu saja. Atau mungkin memang karena ia sudah terbiasa, terbiasa mencintainya, terbiasa menyayanginya. Terdengar bodoh tapi memang seperti itu lah kenyataan. Nicholas tidak bisa mengontrol untuk berhenti memikirkan Alice.
Dan saat keluarga Nicholas mengetahui pengkhianatan yang dilakukam Alice mengkhianatiku, kedua orang tuanya mulai menjodohkan putra tunggal mereka. Lebih tepatnya memaksa Nicholas bersanding dengan Celine.
Dia sempat bertanya-tanya, dari mana dan bagaimana bisa orang tuanya mengenal Celine. Gadis itu bahkan tidak ada seujung kuku nya Alice.
Namun, kejadian di apartemen waktu itu, mulai menggelapkan mata Nicholas atau mungkin hanya karena pengaruh alkohol.
Nicholas menikmati guyuran air yang meluncur dari shower membasahi tubuh berototnya. Dia tersenyum mengingat kejadian yang lalu saat ia hampir saja 'memakan' Celine.
Ya, saat itu ... saat Nicholas memindahkan Celine yang kedinginan dengan menggotongnya ke tempat tidur. Secara mendadak pria itu terpikat untuk menikmati bibir Celine, dan entah setan apa yang melintas di benaknya ia mulai kecanduan oleh kekenyalan bibir mungil gadis itu. Celine mengerang kecil, membuatnya berhenti melakukan aksinya sesaat.
Akan tetapi perasaan panas di dalam serta tubuh Nicholas seolah menuntut lebih. Hingga akhirnya melucuti dasi yang mengikat di leher Nicholas dalam sekali tarikan kasar, lalu melempar jasnya asal sebelum membuka kancing kemejanya satu per satu.
Ketika ia sudah menanggalkan pakaiannya, ia menuju Celine yang masih dalam mimpi indah. Nicholas kembali menciumi wajah tunangannya itu, matanya, hidungnya, pipinya, terutama bibirnya. Dan cumbuan itu semakin liar ketika ia mulai menjelajahi leher Celine, Nicholas menenggelamkan wajahnya pada lekukan leher Celine lalu menghirup kuat aroma semanis madu tersebut. Napasnya memburu tatkala sebuah erangan kecil lolos dari bibir Celine. Dari situ Nicholas menyadari bahwa tubuh ini begitu responsif terhadap sentuhannya.
Gairah Nicholas kian membakar dirinya. Ia seolah tak bisa berhenti, tangan besarnya mulai bergeriliya menelusuri tubuh gadis itu. Nicholas sudah merasa satu bagian dirinya mengeras dan sesak.
Tidak! Tidak bisa!
Nicholas seakan sadar dia tidak bisa melakukan hal itu pada Celine. Sekoyong-konyong, ia bergerak duduk di sisi ranjang, menarik rambutnya secara frustasi menyadari apa yang sudah dan akan ia lakukan. Setelah beberapa menit Nicholas merasa lebih dingin, ia mengangkat leher Celine untuk menaruhnya dengan benar di atas bantal agar lebih nyaman, ia akan menaruh kepala gadis itu jika saja pikiran jahil tidak tiba-tiba muncul di benaknya yakni meninggalkan sebuah tanda persis di bawa dagu Celine. Kemudian dengan lembut Nicholas menyelimuti tubuh gadis itu dan beranjak ke kamar mandi mendinginkan bara gairah yang tersisa, lalu kembali tidur dengan memeluk Celine sepanjang malam.
Well... alkohol memang berbahaya. Sekalipun Celine bukan tipe idamannya tapi dengan gila Nicholas menikmati diam-diam.
Jujur saja, kenangan malam itu masih membuat Nicholas yang kini tengah selesai berpakaian tersenyum setiap mengingatnya. Ia menuruni tangga menuju meja makan dengan langkah tegap. Jas hitam yang dibuat khusus membalut bentuk tubuh sempurna Nicholas. Dasi biru yang melingkar di leher pun tak luput menambah penampilan luar biasa Nicholas di pagi hari.
Pria itu bergabung dengan ayah dan ibunya yang sudah lebih dulu berada di ruang makan. Duduk di salah satu dari enan belas kursi makan tersebut. Sudah menjadi hal rutin keluarga Bagaskara dengan menyempatkan waktu setidaknya sepekan sekali untuk makan bersama. Nyonya Jane sibuk dengan butiknya, tuan besar Rendra lebih sering di luar negeri untuk menggait investor asing, dan Nicholas mengurusi perusahaan pusat.
Acara sarapan tersebut terasa khidmat karena hanya terdengar dentingan sendok yang beradu dengan piring smmpai ketika sang ayah membuka suara.
"Papi dengar kau memecat Grace?"
"Ya," jawab Nicholas singkat tanpa repot-repot menoleh pada ayahnya.
"Kenapa?"
"Aku tidak suka w************n seperti itu"
"Jaga kata-katamu! Dia itu anak dari sahabat Papi. Apa yang harus papi katakan pada ayahnya?"
Nicholas menarik satu sudut bibirnya. "Aku tidak peduli, hati dan perasaan tunanganku lebih penting. Kecuali Papi memang berniat mendengar berita bahwa anak papi sama seperti ayahnya."
"Nicholas!" Jane memeperingatkan anaknya untuk tidak mengungkit kesalahan sang Ayah di masa lalu.
"Tidak apa." Rendra menggenggam tangan istrinya menenangkan. Nicholas mendengus halus menatap genggaman itu.
Ibunya berdehem sebelum berusaha mencairkan kembali suasana pagi. "Ngomong-ngomong Celine, kau sudah lama tidak mengajaknya kemari?"
Memang, sejak beberapa hari berlalu Nicholas tidak lagi bertemu dengan Celine sebagaimana keinginan gadis itu. Terakhir ketikania mengantarnya pulang dari kampus. "Dia sibuk dengan tugas kuliahnya, Mi."
"Harusnya kau lebih memperhatikannya, dia pasti sedang pusing dan butuh refresing."
"Pekan depan ajak tunanganmu ke Denpasar!" Rendra memerintah.
Nicholas berhenti mengunyah makanannya dan menatap kedua orang tuanya. "Kenapa?"
Jane menjawab, "Paman dan bibi mu disana akan mengadakan acara tujuh bulanan putra kedua mereka. Apa kau lupa? Itu alasan mereka tidak bisa menghadiri pertunangan kalian"
"Apakah harus?" tanya Nicholas malas.
"Sayang ... Celine itu calon istrimu dan calon menantu kami, dia akan menjadi bagian dari keluarga kita dan tentu semua keluarga harus mengenalnya." Jane menyesap teh hijau sejenak.
"Mami dan Papi tidak mau mendengar penolakan. Kau harus mengosongkan jadwalmu beberapa hari, menginaplah disana dan pastikan membawa Celine!" tegas Jane tidak terbantah lagi.
"Ya, akan kulakukan."
"Pastikan kau membawa pengaman," gurau Rendra.
*****
Nicholas memasuki gedung kantornya, beberapa karyawan menunduk sopan saat dia melintas. Ia berjalan menuju lift, di dalam kotak besi tersebut ia memikirkan bagaimana cara mengajak Celine ke Denpasar.
Haruskah ia menelponnya? Atau menemuinya saja? Bukankah gadis itu memintanya untuk tidak mendekatinya?
"Ferdy," panggil Nicholas pada asistennya yang berjalan di belakang.
"Ya, Pak?"
Nicholas menimbang pertanyaan yang ingin ia ucapkan. Keduanya terdiam, Ferdy yang masih menunggu Nicholas, sementara bosnya masih menghela napas.
"Bagaimana caramu membujuk seorang wanita?" tanya Nicholas dengan nada rendah.
Ferdy mengerjap sesaat, memproses pertanyaan yang tidak jelas suaranya. "Mmm ... Anda bisa datang langsung menemuinya, mengajak makan atau nonton, lalu mengatakan maksud dan tujuan Anda mengajaknya berpergian."
"Tapi sebelumnya dia memintamu menjauh?" Oh, ini terdengar memalukan bagi Nicholas. Meminta pendapat konyol untuk membujuk gadis labil seperti Celine yang ia sendiri tak mengerti mengapa perempuan itu terlihat merajuk di akhir pertemuan mereka.
"Jika begitu Anda bisa memberinya kejutan dengan mengirimkan hadiah."
Nicholas menggerutu, "Kenapa semua wanita selalu mempunyai hobi membuat lelaki menebak-nebak keinginan mereka?"
Pada akhirnya Nicholas memutuskan untuk menemui Celine sekaligus mengajak gadis itu membeli pakaian yang sesuai.
"Apa jadwal agendaku hari ini?"
"Sebentar lagi anda akan rapat dengan dewan direksi, siangnya anda akan bertemu dengan klien untuk membahas rekonstruksi di Ternate, lalu akan ada beberapa tim yang akan melakukan presentasi untuk proyek kita selanjutnya, juga--"
Ferdy menghentikan ucapannya saat Nicholas mengangkat tangan.
"Hm...." Nicholas berpikir sejenak. Ia sedang menimbang kapan akan mengajak gadis itu.
"Batalkan semua janjiku besok."
"Tapi, Pak...."
Nicholas menatap Ferdy. Hampir semua karyawan memahami tatapan itu, bahwa tidak boleh lagi ada bantahamln.
"Baik akan saya lakukan," ucap Ferdi
Senyuman kembali mengembang di wajah pria itu. Pintu lift berdenting, Nicholas melangkah menuju ruangannya. Namun sedetik sebelum ia membuka pintu, Nicholas kembali memanggil Ferdy.
"Tolong kau kosongkan jadwalku beberapa hari juga mulai dari pekan depan."
"Baik, ada lagi pak?"
"Ah, belikan aku bunga juga."
"Ke alamat yang sama seperti kemarin?"
"Ya, persis seperti kemarin." Alice slalu menyukai Bunga Tulip.
---------------------------
To be continue
Thank you for reading
Don't forget tap love & coment