Bab 7: Rantai kebencian.

1039 Words
Aira melangkahkan kakinya dengan gontai memasuki rumah tanpa memperdulikan Rico yang tengah duduk di ruang tamu sembari membaca koran. "Sayang? Kok sudah pulang?" tanya Rico melirik sesaat jam tangannya. Aira menghentikan langkahnya sesaat dan berkata, "aku kurang enak badan yah." lalu ia kembali berjalan menuju kamarnya. Rico meletakkan koran diatas meja, lalu menyusul Aira ke kamar. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Aira yang tak biasanya. Sesampainya di kamar, Rico melihat putrinya tengah membereskan semua alat alat lukis milik mendiang Layla ke dalam dus. "Mau di kemanakan semua barang ibumu, sayang?" tanya Rico heran. "Dibuang," jawab Aira ketus. "Tapi kenapa? Ada masalah apa?" tanya Rico semakin bingung dengan sikap Aira. "Tidak ada apa apa," jawab Aira malas untuk membahasnya dengan sang ayah. Kemudian Aira berjalan ke arah pintu dan memanggil mbok Karsih. "Mbok!" seru Aira, lalu ia kembali berjalan ke arah Rico. "Kau tidak boleh membuang semua barang milik ibumu, Aira."  "Ayah, aku tidak mau lagi mendengar nama ibu, ataupun ayah menceritakan tentang pribadi ibu lagi di depanku," ucap Aira. "Tapi Aira..kenapa?" tanya Rico lagi, ia masih belum mengerti dengan sikap Aira yang berubah begitu saja. "Cukup yah!" seru Aira. "Aira?" ucap Rico bingung. "Ada apa neng?" tanya mbok Karsih dari arah pintu. Aira menoleh ke arah mbok Karsih. "Mbok, tolong buang semua dus ini ke tong sampah," ucap Aira. "Baik neng," jawab mbok Karsih. Lalu ia berjalan mendekat dan mengangkat dus itu. Namun Rico mencegahnya. "Tunggu dulu mbok, biar saya yang melakukannya."  "Baik pak," jawab mbok Karsih, lalu ia kembali berjalan keluar kamar. Sementara Aira hanya diam. Ia memilih pergi ke tempat tidur dan berbaring di atas tempat tidur. Rico menghela napas panjang lalu ia mengangkat semua dus itu dan di letakkan di kamar pribadinya. Aira terdiam menatap Rico dari balik selimut, "jika benar ibu seperti itu, aku tidak pernah mau mengakuinya sebagai ibuku," ucap Aira pelan. "Aku hanya punya satu ayah..ayah Rico." Samar samar Aira mendengar suara Jasmine dan Aditya dari dari dalam kamar, lalu ia bangun dan berjalan ke arah pintu dan membukanya. Dua sahabatnya telah berdiri di depan pintu dengan tatapan kesal. "Ya ampun Aira..kami mencafimu sepanjang jalan," ucap Jasmine sambil menepuk keningnya sendiri. "Maaf.." kata Aira "Maaf..maaf..kebiasaan kalau lagi marah suka begitu," gerutu Aditya menatap kesal Aira. Aira menepuk bahu Aditya sembari berkata, "kau juga kebiasaan makan terus." Aira tertawa kecil lalu mempersilahkan dua sahabatnya masuk ke dalam kamar, dan berbincang bincang di balkon. "Kau jangan buru buru percaya ucapan si May!" seru Aditya. "Betul Aira, belum tentu apa yang di katakan si May itu benar. Kau tahu sendiri bukan? May itu seperti apa?" timpal Jasmine  Aira terdiam sesaat, "sudahlah..kita bicarakan hal lain. Aku lagi malas bahas itu."  "Terserah kau, Aira," sungut Aditya. "Kalian mau minum apa?" tanya Aira. "Terserah kau juga, Aira," potong Jasmine. Aira mengerutkan dahi, menatap jengah kedua sahabatnya. Lalu ia berdiri melangkahkan kakinya menuju dapur. Saat Aira tengah membuatkan minuman, Rico mendekati Jasmine dan Aditya. "Kalian tentu tahu apa yang terjadi dengan Aira?" tanya Rico menatap kefua sahabat Aira. Jasmine dan Aditya saling tatap sesaat lalu menganggukkan kepala "Ada apa? Bisa kalian ceritakan pada Om?" tanya Rico lagi. Jasmine akhirnya yang betcerita kepada Rico, ia menceritakan semua kejadian di sekolah dan kata kata May tadi pagi yang membuat Aira bolos sekolah. "Jadi? May putra Kei..juga sekolah di sana?" tanya Rico sedikit terkejut. Selama ini ia tidak tahu sama sekali kalau Aira sering di buly oleh putri Kei, padahal jelas sekali kalau mereka adalah saudara satu ayah beda ibu. "Jadi hal ini yang membuat Aira marah dan sedih?" ucap Rico pelan nyaris tak terdengar Jasmine dan Aditya. Mereka hanya menatap Rico tak mengerti yang di ucapkannya. "Terima kasih, kalian sudah memberitahu informasi ini," Rico tersenyum menatap keduanya. "Sama sama, om," jawab mereka serempak. Tak lama kemudian, Aira datang dengan membawa minuman dan cemilan. Lalu ia letakkan di atas meja. "Kalian sedang membicarakan apa?" tanya Aira menatap mereka satu persatu, karena tiba tiba hening saat Aira datang. "Tidak sayang, ayaj hanya bertanya tebtang kegiatan sekolah," ucap Rico. "Kalau begitu, kalian silahkan ngobrol..ayah mau ada urusan sebentar." Rico balik badan beranjak pergi meninggalkan mereka. "Ayo di minum, kalian pasti haus.." ucap Aira. Jasmine dan Aditya langsung mengambil minuman segar di atas meja dan menyecapnya perlahan. "Terima kasih," kata Jasmine. "Iya, sama sama," jawab Aira tersenyum. Kemudian mereka bercanda dan tertawa bersama, hingga Aira melupakan kesedihannya sejenak. Hari telah berganti sore, Jasmine dan Aditya krmudian berpamitan pulang. *** Sementara itu di rumah Clara, Samuel melaporkan semua perbuatan May pada Ayahnya, Kei. "May, apa yang sudah kau lakukan?!" tanya Kei menatap tajam ke arah May. "Apakah selama ini papa mengajarimu untuk bersikap buruk terhadap orang lain?!" bentak Kei. "Pa..aku tidak berbohong, aku berbicara sesuai fakta," jawab May. "May!" seru Kei. "Aku tidak berbohong, aku mendengar sendiri papa dan mama tiap hari bertengkar mempermasalahkan nama Layla si pelakor itu!" "Plakk! Saking geramnya, Kek menampar pipi putrinya itu. May menatap kei dengan air mata berlinang membasahi pipinya, " papa jahat! Apa salah May!" jerit May sembari memegang pipinya. "Selama ini kalian ribut tiap hari, apa aku salah jika menginginkan keluarga ini damai?" ucap May, lalu ia berlari keluar kamar, di depan pintu May berpas pasan dengan Clara yang memperhatikan sejak dari tadi. May sempat berhenti melangkah lalu ia kembali berlari menuju kamarnya. "Apa yang sudah kulakukan?" gumam Kei menatap telapak tangannya sendiri. Ia sangat menyesal telah lepas kontrol hingga menampar putrinya sendiri. "May masih anak anak, dia belum mengerti apa apa," ucap Clara berjalan mendekati Kei. "Ini semua salahmu, karena tidak bisa mendidik putrimu sendiri," jawab Kej tak mau kalah. "Cukup! pekik Clara. " Kau terus menyalahkan aku..tapi apa kau tahu kesalahnmu sendiri Kei?!  Kei terdiam sesaat, "aku tahu betul kesalahanku, tapi tidak sepantasnya kau memberikan pengaruh buruk pada May!"  "Pa..Ma..bisa tidak? Kalian bicara daru hati ke hati..tidak hanya mengandalkan emosi?!" potong Samuel ikut merasa kesal. "Diam kau!" bentak Clara. "Bukannya belain adikmu, tapi kau malah membela gadis itu!" ucap Clara, ia menatap tajam ke arah Samuel dan Kei. Lalu ia balim badan berlalu begitu saja meninggalkan mereka. "Kapan kebenciannya terhadap Layla akan berakhir," gumam Kei. "Sudahlah pa..sebaiknya papa istirahat," ucap Samuel. "Nanfi juga May akan biasa lagi."  "Tapi papa sudah jahat terhadap May, Sam." "Pa, sekali kali May harus di perhatikan dengan keras. Selama ini dia memang sudah sangat keterlaluan..tiap hari Aira di buly, di hina dan seringkali May berbuat jahat terhadap Aira..Aku malu pa..malu punya adik tapi sikapnya buruk sekali," jelas Samuel panjang lebar. "Benarkah?" tanya Kei. "Iya pa.." jawab Samuel. Kemudian Samuel beranjak pergi meninggalkan Kei yang terdiam di kamarnya. Samuel tidak ingin menambah kekacauan di dalam rumah itu. Ia memilih pergi keluar rumah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD