Bab 6: Fitnah

2397 Words
"Aira bangun sayang, sudah siang," Rico menepuk pipi Aira yang masih bergelung dalam selimut. Aira menggeliat, ia perlahan membuka matanya, "pagi yah," sapa Aira tersenyum menatap Rico. "Pagi sayang, ayo bangun sudah siang." Rico mengusap pipi Aira lembut. "Ayah tunggu kau di meja makan." Aira bangun dan duduk di atas tempat tidur, "baik yah." "Cepat ya." Rico berdiri lalu ia beranjak pergi meninggalkan kamar Aira. "Ayah sepertinya kurang sehat," gumam Aira sembari menatap punggung Rico. Lalu ia turun dari atas tempat tidur menuju kamar mandi. Dua puluh menit kemudian, Aira telah selesai membersihkan diri dan berpakain seragam sekolah. Ia langsung menghampiri Rico di meja makan. "Ayah.." ucap Aira. Rico menoleh ke arah Aira, "duduk sayang." Aira duduk di samping Rico, ia mengambil s**u hangat di atas meja lalu menyecapnya perlahan, "ayah baik baik saja bukan?" tanya Aira sembari meletakkan gelas di atas meja. "Ayah baik baik saja sayang," jawab Rico, melirik sesaat ke arah Aira. "Syukurlah, tapi Ayah tidak bohongi Aira kan?" Rico menautkan kedua alisnya menatap Aira, "tidak sayang..memangnya ada apa?" Rico balik bertanya. Aira terdiam sesaat, akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya, "ayah..siapa Kek? Apakah aku boleh tahu?' tanya Aira. " Uhukk!" Rico terbatuk mendengar pertanyaan Aira. Hal yang di sembunyikan Rico selama belasan tahun, akhirnya Aira mempertanyakan juga. Aira langsung bangun dan mengambilkan air mineral di atas meja. Ia berikan pada Rico. "Diminum Yah," ucap Aira. Rico mengambil gelas di tangan Aira lalu meminumnya sampai habis, ia tepuk dadanya berkali kali untuk menghilangkan sesak di d**a. "Maafkan Aira, yah," ucap Aira menyesal telah bertanya sesuatu hal yang mengejutkan Rico. "Tidak apa apa sayang," jawab Rico sambil meletakkan gelas di atas meja. "Sebaiknya kau segera berangkat sekolah, nanti kau terlambat karena hari ini ayah tidak bisa mengantarkanmu." "Tidak apa apa yah, aku bisa naik angkutan umun," ucap Aira dengan tatapan sedih ke arah Rico. "Aku berangkat dulu yah." Ia mencium pipi Rico lalu ia balik badan beranjak pergi meninggalkan rumah menuju sekolah. "Maaf sayang, ayah tidak bisa memberitahumu. Ayah hanya takuf kehilanganmu, Nak." **** Sesampainya di dalam kelas, Aira langdung duduk di kursi. Tak lama kemudian Aditya dan Jasmine masuk dan langsung duduk di depan Aira. "Ra, tumben kau sudah sampai duluan, biasanya kau tslat datang," ucap Aditya. "Hu,um," Aira hanya mengangkat dua alisnya, sembari menatap layar ponsel miliknya. "Hai Aira.." sapa Gery. Aira tengadahkan wajahnya menatap Gery yang sudah berdiri di hadapannya. "Boleh aku duduk di-?" Gery tidak melanjutkan ucapannha karena terganggu oleh suara cempreng milik May. "Halo gaes! sela May tiba tiba saja berdiri di samping Gery. " Ada kabar baru loh tentang princes preman satu ini!" seru May di iringi tawa mencemooh menatap semua teman sekelasnya. Suasana kelas yang awalnya sepi berubah menjadi sangat berisik. "Kabar apa May! seru salah satu temannya. " lo gak usah sebar fitnah deh! sahut Aditya. "Diam lo!" bentak May menatap kesal pada Aditya."Kalian tahu tidak?kalau princes preman ini..ternyata Ibunya seorang pelakor!" seru May. "Huuuu! seru teman teman sekelas mereka dengan serempak. Aira yang sedari tadi diam dan terlihat acuh, akhirnya berdiri dan mendekati May. Ia merasa kalau sikap May sudah berlebihan dan tidak bisa di biarkan lagi. Aira langsung mencengkram kerah baju May dan berkata penuh dengan penekanan. " Jaga mulutmu, atau aku akan menampar bibirmu hingga kau tak mampu lagi bersuara." Aira menatap tajam wajah May. May berusaha menepis tangan Aira dari kerah bajunya, "aku tidak sedang bergosip, aku bicara sesuai fakta..kalau kau tidak percaya tanya Ayahmu! Dan sudah di pastikan dia akan mengatakan bahwa Ibumu seorang pelakor yang sudah menghancurkan rumah tangga Mamaku!" d**a May naik turun menahan emosi. Sementara Aira menggelengkan kepala, ia tidak percaya dengan apa yang di katakan May. Perlahan ia turunkan tangan dari kerah baju May. "May, cukup!" seru Samuel dari arah pintu kelas. May menoleh ke arah suara, "apalagi sih kak? Mau sampai kapan kau belain dia terus!" May menunjuk ke arah Aira. "Plakk!" Samuel melayangkan tangannya menampar pipi adiknya yang sudah keterlaluan. "Kakak?" ucap May lirih. "Kau lebih belain dia dari pada adikmu sendiri!" May langsung berlari keluar ruangan sembari memegang pipinya yang terasa panas "Huuuu!" seru teman teman May. "Diam! Bentak Samuel menatap semua teman sekelasnya, lalu ia beralih menatap Aira. " Aira..aku minta maaf atas sikap adikku," ucap May mendekati Aira. Namun Aira tidak menjawab permintaan maaf Samuel, ia langsung msraih tasnya dan berlari keluar kelas. "Aira!' seru Samuel. " Aira!" Jasmine dan Aditya langsung berdiri dan berlari menyusul Aira. Sementara Gery hanya mengangkat kedua bahunya, ia tidak mengerti dan tidak mau tahu. "Aira tunggu!" seru Jasmine sambil berlari, "kemana larinya Aira?" Jasmine menoleh ke belakang menatap Aditua yang coba mengatur napas. "Tidak tahu," jawab Adirya. "Terus? Bagaimana?" tanya Jasmine menatap ke sekitar luar gerbang sekolah. "Kita kembali ke kelas, nanti kita cari Aira sepulang sekolah," ucap Aditya. jasmine menganggukkan kepala, lalu mereka kembali ke kelas Sementara itu, Aira terus berlari hingga langkahnya terhenti di sebuah halte yang tak jauh dari sekolahnya. Ia seka air matanya mengggunakan telapak tangan. "Sekarang aku mengerti..kenapa di lukisan itu bukan nama ayah Rico..tapi nama pria selingkuhan ibu," ucap Aira terisak. "Pantas saja ayah tidak mau menceritakannya padaku..ternyata ibu seorang pengkhianat." Kebencian tumbub di hati Aira. Begitj mudah Aira percaya tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu. "Aira bangun sayang, sudah siang." Rico menepuk pipi Aira yang masih bergelung dalam selimut. " Aira..." Aira menggeliat, dan perlahan membuka matanya, "pagi Yah.." sapa Aira tersenyum menatap Rico. "Pagi sayang, ayo bangun sudah siang," jawab Rico. "Ayah tunggu di meja makan." Rico mengusap pipi Aira lembut, lalu ia berlalu meninggalkan Aira di kamar. Aira menganggukkan kepala, lalu ia bangun dan duduk di atas tempat tidur, menatap punggung Rico hingga hilang dari balik pintu kamar. "Ayah sepertinya kurang sehat," gumam Aira memperhatikan wajah Rico yang terlihat pucat. Aira turun dari tempat tidur, langsung menuju kamar mandi. Duapuluh menit berlalu, akhirnya Aira selesai dengan dirinya, dengan rambut terikat sembarangan, dengan seragam sekolah yang melekat di tubuhnya. "Ayah..." Rico menoleh menatap Aira, "Duduk sayang." Aira duduk di sebelah Rico, tangannya mengambil segelas s**u hangat di meja dan menyecapnya perlahan. "Ayah baik baik saja bukan?" tanya Aira sambil meketakkan helas di atas meja. "Ayah baik baik saja sayang," jawab Rico melirik sesaat ke arah Aira. "Syukurlah," Aira tersenyum, memperhatikan setiap garis wajah sang Ayah yang sudah tidak muda lagi. Rico menautkan kedua alisnya menatap Aira, "ada apa?" tanya Rico sambil mengunyah roti. Aira tertegun menatap Rico, ia tidak langsung menjawab pertanyaan Rico. Dengan ragu ragu Aira pun memberanikan diri bertanya, "siapa Kei?" "Uhukkk!!" Rico terbatuk mendengar pertanyaan Aira, hal yang di hindari Rico, akhirnya terjadi juga. Aira yang melihat Ayahnya terbatuk, langsung berdiri dan mengambilkan minum di atas meja, dan memberikannya pada Rico, "diminum Yah." Rico mengambil air mineral dalam gelas yang ada di tangan Aira, lalu meminumnya perlahan, setelah itu ia menepuk dadanya berkali kali. "Maafkan Aira Yah," ucap Aira menyesal telah bertanya sesuatu hal yang mungkin menurut Aira mengejutkan Ayahnya. "Tidak apa apa sayang," jawab Rico sambil meletakkan gelas di atas meja. "Sebaiknya kau berangkat ke kampus sayang, ini sudah siang dan Ayah tidak bisa antarkan kamu ke sekolah." "Tidak apa apa Yah, aku bisa naik angkutan umum," ucap Aira dengan tatapan sedih. "Aira berangkat dulu Yah." Aira mencium pipi Rico, lalu ia balik badan melangkahkan kakinya, Rico mengelus d**a menatap punggung Aira. "Maaf sayang, Ayah tidak bisa memberitahumu. Ayah hanya takut kehilanganmu." Rico menundukkan kepala, dadanya sesak bukan karena sakit yang di deritanya, tapi beban yang harus ia simpan sendiri. *** Sesampainya di ruang kelas, Aira langsung duduk di kursi. Tak lama kemudian Aditya dan Jasmine masuk dan langsung duduk di depan Aira, "Ra, tumben kau sudah ada sampai duluan, biasanya kau telat datang?" sapa Aditya. "Hu,um," Aira hanya mengangkat kedua alisnya, sembari menatap layar ponsel miliknya. "Hai Aira..." Aira tengadahkan wajah menatap seorang pria tampan di hadapannya, "Gery?" "Boleh aku duduk di-?" Gery tidak melanjutkan ucapannya. "Halo gaes!" potong May, tiba tiba saja berdiri di samping Gery. "Ada kabar baru loh, tentang princes preman satu ini!" seru May, tertawa kecil menatap semua teman teman kelasnya. Suasana kelas yang tadinya sepi, mendadak kisruh. Semua teman teman May berbisik dan berkata, " kabar apa May!" seru salah satu temannya. Aira, Gery dan dua sahabatnya menatap May dengan tatapan tidak suka. "Tahu gak gaes! kalau princes preman ini, Ibunya seorang pelakor! seru May. Di ikuti teriakan teman temannya. " Huuuuuu!!! Aira dari awal cuek, akhirnya berdiri dan mendekati May, ia merasa kalau sikap May sudah keterlaluan, Aira langsung mencengkram kerah baju May, "jaga mulutmu, atau aku akan menamparmu hingga kau tak mampu lagi bersuara," ucap Aira penuh penekanan. May menepis tangan Aira dari kerah bajunya, "aku tidak sedang bergosip, ini fakta yang harus kau tahu!" seru May sengaja menaikan nada suaranya, supaya teman sekelasnya tahu. "Kau tahu siapa yang menjadi korbannya?" May tersenyum miring, dengan kedua tangan ia silangkan di d**a. "May, cukup!" seru Samuel dari arah pintu langsung mendekati May. May menoleh ke arah suara, "apalagi sih kak? mau belain anak pelakor, yang sudah menghancurkan rumah tangga orang tua kita? iya begitu?!" "Plakkk!!" Samuel melayangkan tangan kanannya menampar pipi May, "kau sudah bicara yang tidak sesuai fakta May!" seru Samuel menahan malu, karena ulah adiknya. Namun May tetap bersikeras apa yang di katakannya benar. "Kau lebih belain anak pelakor dari pada adikmu sendiri!" rajuk May, ia memegang pipinya yang terasa panas, lalu ia berlari keluar kelas. "Huuuuu!" seru teman teman May. "Diam!" seru Samuel menatap seluruh teman temannya. "Aira, aku minta maaf atas sikap adikku, May," ucap Samuel mendekati Aira yang terduduk lemas di kursi. "Kau jangan dengarkan ucapan May, Aira." Namun Aira tidak menjawab ucapan Samuel, ia langsung berdiri dan meraih tasnya, berlari meninggalkan kelas. "Aira!" seru Samuel. "Aira!" Jasmine dan Aditya langsung berlari menyusul Aira, sementara Gery hanya mengangkat bahu, ia tidak mengerti dan tidak mau tahu soal apa yang di katakan May tentang Ibu Aira. "Aira tunggu!!" pekik Jasmine berusaha mengejar Aira, dan langkahnya terhenti di gerbang sekolah. "Kemana larinya si Aira?" tanya Aditya, napasnya tersengal sengal. Tubuhnya yang sedikit gendut tak mampu berlari cepat. Jasmine menoleh ke arah Aditya, "tidak tahu." "Terus, bagaimana kita?" tanya Aditya. "Kita kembali ke kelas, nanti kita cari Aira." Jasmine melangkahkan kakinya menuju kelas, di susul Aditya dari belakang dengan terengah engah. Sementara itu, Aira terus berlari hingga langkahnya terhenti di sebuah halte yang tak jauh dari sekolahnya, Aira menyeka air matanya. "Sekarang aku mengerti, kenapa di lukisan itu bukan Papa Rico, tapi pria selingkuhan Ibu," isak Aira. Jiwa anak mudanya bergolak, ia masih belum dewasa untuk bisa berpikir jernih. Mencari tahu kebenarannya sebelum memberikan penilaian akan seseuatu hal yang ia tidak tahu. "Pantas saja, Ayah tidak mau menceritakan tentang Ibu, ternyata Ibu sudah mengkhianati Ayah dengan pria yang bernama Kei." Aira berjalan perlahan dengan kepala tertunduk menyusuri tepi jalan, Aira merasa kecewa karena memiliki seorang Ibu yang telah mengkhianati Ayahnya. "Aahhk! seru Aira, kaki kanannya menendang kaleng bekas minuman. " Wussss! Kaleng itu terpental jauh, hingga mengenai kaca depan mobil yang sedang melintas di jalan raya. "Plentang!" Aira matanya melebar saat melihat kaleng yang ia tendang mengenai kaca mobil, "Ya Tuhan..." ucap Aira mendekap mulutnya sendiri. Aira melihat seorang pria keluar dari pintu mobil, pria itu sangat rupawan mengenakan setelan jas berwarna hitam sedang berjalan mendekatinya. Aira menurunkan tangannya dan membungkuk hormat, "maaf, aku tidak sengaja," ucap Aira menatap pria yang menggunakan kaca mata hitam. "Pria itu terdiam, dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celananya, " apa kua kurang kerjaan? atau kau memang sudah tidak waras?" ucap pria itu ketus. "Maf, sekali lagi maafkan aku.." Aira kembali membungkuk hormat. "Hah, maaf?" pria itu melepas kaca matanya, ia menundukkan kepala memasukkan kaca matanya di balik jas. "Kau tahu, berapa harganya untuk satu kaca mobilku?" "Iya Pak, mobil Bapak pasti mahal," jawab Aira menatap kaca mobil yang tidak lecet sedikitpun. Pria itu memalingkan wajahnya sesaat sambil tersenyum sinis, "kau tidak akan mampu mengganti jika kaca mobilku retak," ejek pria itu. Aira merasa kupingnya panas mendengar pernyataan pria itu, tapi ia berusaha untuk tetap tenang, "iya Pak, saya tahu itu." "Apa?" tanya pria itu memajukan wajahnya ke wajah Aira, "Pak, kau bilang?" pria itu mengulang panggilan Aira padanya. Aira tersenyum, dan menganggukkan kepala. "Iya, Pak." Aira memiringkan wajahnya menatap pria itu. "Apa aku terlihat tua?" tanya pria itu menarik wajahnya kembali. Aira menepuk dagunya berkali kali dengan jari telunjuk, sembari memperhatikan wajah pria itu, "tidak juga Pak," jawabnya nyengir kuda. Pria itu mengulurkan tangannya, ia sentuh kening Aira dengan jari telunjuknya dan mendorong kening Aira ke belakang , hingga Aira mundur beberapa langkah ke belakang supaya tidak jatuh. "Dasar gadis bodoh, gadis buta, tidak bisa membedakan mana yang sudah tua dan mana yang masih muda." Pria itu menarik tangannya kembali. "Bukankah aku sudah minta maaf?" ucap Aira. "Lagipula kaca mobilmu tidak rusak bukan?" "Memang," jawab pria itu. "Lalu masalahnya apalagi? kau tidak perlu menghinaku." Aira mulai kesal dengan sikap pria itu. "Kenapa kau yang marah?" tanya pria itu berjalan lebih dekat dengan Aira. "Aku tidak marah, kau lebih dulu menghinaku." Aira mendorong tubuh pria itu, dan berlalu begitu saja. Namun langkah Aira terhenti, pria itu mencengkal lengan Aira, "enak saja kau pergi begitu saja." Aira menepis tangan pria itu, dan menatap tajam wajah si pria. "Apalagi?" "Kau tetap harus membayar kerugian yang sudah kau buat," jawab pria itu. "Kerugian apa?" tanya Aira mengerutkan dahi. "Namamu siapa?" tanya pria itu. Aira mendekap mulutnya sambil tertawa, "modus lu!" seru Aira sambil berlari meninggalkan pria itu. Pria itu tersenyum, membiarkan Aira pergi begitu saja, "akhirnya aku menemukan putri pembunuh Papa," gumam pria itu menyipitkan matanya. "Aku akan membalaskan dendam dan sakit hati Mama." "Kak Rei!! sapa seseorang dari belakang. Pria yang di panggil namanya menoleh ke arah suara, "Gery?" ucap Rei pelan. "Kakak sedang apa di sini?" tanya Gery memperhatikan kakaknya. "Oh, aku sedang ada urusan di sini," jawabnya berbohong. "Kau tidak sekolah?" balik bertanya. "Ke sekah kak, tapi aku sedang mencari teman aku yang kabur dari kelas," ucap Gery. "Apa kakak lihat cewek yang rambutnya di ikat berantakan?" tanya Gery memberikan ciri ciri tentang Aira. Rei tertegun sesaat, "pasti gadis tadi temannya Gery, wah kebetulan sekali," ucapnya dalam hati. Gery mengibaskan tangannya di wajah Rei, "kak, kok bengong? lihat tidak?" tanyanya. "Ah, tidak," jawabnya. "Siapa nama temanmu itu?" tanya Rei. Gery mengerutkan dahi, "Aira," jawab Gery. "Oh, kakak tidak melihatnya," Rei mengusap tengkuknya. "Kakak masih ada urusan." Rei menepuk pundak Gery, dan melangkahkan kakinya memasuki mobil miliknya. Sementara Gery mengangkat kedua bahunya menatap Rei, "Aneh."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD