2. Memutuskan poligami

1378 Words
Kailin akhirnya sampai di rumah. Ia segera mandi dan menunaikan solat dengan terburu-buru, ia bahkan memacu motornya dengan kecepatan tinggi agar segera sampai di rumah sebelum waktu maghrib habis.   "Tumben Mas, pulang jam segini. Toko rame, ya?" tanya Kani sambil menyiapkan makan malam sang suami.    Selesai solat, Kailin langsung menghampiri Kaira dan menggendongnya menuju meja makan. "Iya, maafin Ayah ya, Sayang. Kaira nungguin Ayah, ya?" Kailin mencubit pipi putrinya, lirih saja.   Kaira mengangguk. "Ayah, Ayah, Ira mau beli boneka bebek." Dengan ucapannya yang masih cedal, Kaira bersikap manja pada ayahnya. Kailin tersenyum lalu mengangguk. "Iya, besok kita beli ya."   Tanpa curiga, Kani senang melihat sikap Kailin yang selalu memanjakan anak mereka. Suaminya memang tak pernah bersikap romantis padanya. Namun, melihat Kailin yang sayang pada Kaira, membuat wanita itu bahagia dan bersyukur memiliki suami seperti Kailin.   Malam ini Kailin tak kembali ke toko. Setelah makan malam, ia menghabiskan waktunya bermain bersama Kaira, menebus rasa bersalahnya karena tak bisa pulang tadi sore.   Setelah Kaira tidur, Kani membuatkan teh untuk suaminya itu. "Ini Mas tehnya." Kani meletakkan segelas teh panas di meja teras. Suaminya itu memang tengah duduk di teras, menikmati udara malam yang terasa dingin.   "Terima kasih," ucap Kailin tanpa melihat Kani. Istrinya itu duduk di bangku yang tak jauh dari bangku yang Kailin duduki. "Kenapa, Mas? Ada masalah?" tanya Kani setelah melihat Kailin yang tampak murung.   Kailin tersenyum, lalu menggeleng. Tentu saja ia berbohong, pria itu sedang memikirkan cinta pertamanya.  . Malam berlalu, pagi ini seperti biasa Kailin sarapan bersama anak dan istrinya sebelum berangkat ke toko. Pria tampak lelah, matanya bahkan berkantung karena semalaman ia tak bisa tidur dengan nyenyak.   "Kalau capek, nggak usah ke toko aja, Mas. Nanti Kani ke sana kalau udah pulang dari TK." Kani khawatir melihat sang suami yang tampak murung.   Kailin menggeleng. "Aku nggak apa-apa, aku ke toko dulu." Pria itu pergi setelah mencium kening putrinya. Ia bahkan tak membiarkan istrinya mencium punggung tangannya seperti biasa.   Sesampainya di toko, Kailin mencoba menyibukkan dirinya. Ia tak mau terus-menerus memikirkan Vero. Tapi usahanya sia-sia, karena bayangan wajah Vero selalu membayanginya. "Aku udah susah payah lupain kamu, bahkan sampai detik ini belum berhasil. Tapi sekarang kamu muncul dan buat hatiku goyah, Ve."   Ponsel Kailin berdering, sebuah nomor tak dikenal tampil di layar ponselnya. Nomor itu adalah nomor Vero, Kailin memang belum menyimpannya, namun dia masih ingat. Dengan ragu pria itu mengangkat panggilan telepon Vero. "Iya, Ve. Kenapa?" Kailin sama sekali tak bisa mengabaikan cinta pertamanya itu.   "Aku mau ngomong sama kamu. Bisa kita ketemu siang ini? Kita bisa makan siang bareng sekalian."    Kailin menyetujui, keduanya lalu bertemu di rumah makan yang tak jauh dari toko milik Kailin.   "Kamu cantik banget hari ini, Ve." Kailin memuji penampilan Vero yang sengaja merias wajahnya demi terlihat sempurna di mata suami Kani itu.   Vero tersenyum, membuatnya semakin terlihat lebih mempesona. "Demi kamu, Kai."    Kailin terkejut, ia tak menyangka kalau Vero akan mengucapkan hal itu. Secara tidak langsung, Vero menyatakan ketertarikannya pada Kailin. Pria itu bertanya-tanya, apakah mantan kekasihnya itu memiliki perasaan yang sama dengan apa yang ia rasakan. "Maksud kamu?" tanya Kailin gagap.   "Aku akan jujur sama kamu, Kai. Aku masih sayang sama kamu, dan aku mau kita kembali seperti dulu."   Kailin membulatkan matanya. Entah perasaan apa yang ia rasakan saat ini. Senang? Tentu saja, ia sendiri masih mencintai Vero. Tapi, tak ia pungkiri kalau perasaan senang itu tak sendirian. Ada perasaan bersalah yang bersemayam di dadanya, pria itu merasa bersalah pada Kani, istri sahnya saat ini.   "Aku tahu aku salah, Kai. Nggak seharusnya aku menyimpan perasaan sama suami orang. Tapi aku nggak bisa bohong sama diri aku sendiri. Setelah ketemu sama kamu lagi, aku sadar kalau perasaanku ke kamu masih ada. Aku masih cinta Kai, sama kamu." Vero mulai berbicara dengan nada tinggi. Ia bahkan tak peduli dengan makan siangnya yang sudah ada di depan mata.   Kailin memejamkan matanya. Ia bingung, bingung pada perasaanya sendiri. Ia begitu tersiksa karena rasa cintanya pada Vero, ia selalu memikirkan cinta pertamanya itu. Namun, ia juga tak ingin melepas Kani. Wanita itu terlalu baik untuk dilepaskan. Istri penurut, istri penyayang, istri penyabar, istri baik hati, dan masih banyak lagi sebutan lainnya yang sering ia dengar untuk sang istri. Kani memang baik, hingga banyak orang yang memujinya.   "Aku juga masih cinta sama kamu, Ve. Tapi, ... aku nggak bisa ceraiin istri aku." Kailin jujur, membuat Ve merasa sakit hati.   Keduanya lalu terdiam, membisu dan sibuk dengan pikirannya masing-masing. Mencintai tak semudah itu, ada banyak hati yang mungkin akan terluka jika tak berhati-hati.   "Nikahi aku, Kai. Aku rela dipoligami sama kamu. Nikahi aku, mau kamu minta ijin istri kamu atau enggak, aku mau jadi istri kedua kamu, Kai." Vero menggila, ia sudah tak bisa lagi menahan perasaannya. Menjanda selama 2 tahun membuatnya merasa haus akan kasih sayang seorang pria. Dan pertemuannya kembali dengan Kailin, membangkitkan kembali rasa cintanya yang memang belum padam.   Kailin menatap Vero dengan lekat, matanya tak berkedip. Ia mulai memikirkan apa yang baru saja ia dengar. Ya, poligami. Sebagai pria, ia bisa menikahi lebih dari satu wanita.    "Apa kamu siap berbagi? Aku punya istri dan anak yang juga butuh nafkah dariku, selamanya."     Vero mengangguk dengan ragu, matanya mulai berkaca-kaca. Ia sebenarnya tak ingin berbagi, namun ia nekat meminta Kailin menikahinya. "Aku akan buat kamu menceraikan wanita itu, kelak." Vero membatin.   "Asal bisa menjadi istrimu, aku akan berusaha melakukan apapun, Kai." Vero berbohong. Ia sama sekali tak berniat berbagi, jangankan hati, harta saja tak ingin ia bagi-bagi.   Kailin menunduk lagi, berpikir keras tentang langkah apa yang akan ia ambil.    "Baiklah, aku akan menikahimu. Dengan syarat, jangan temui anak dan istri aku. Aku akan menjelaskan sama mereka nanti, jika sudah tiba saatnya." Kailin menyerah pada kebingungannya. Ia memilih menikahi Vero dari pada harus berhubungan tanpa status dengan janda beranak satu. Bagaimanapun, ia dan mantan kekasihnya itu masih saling mencintai, demi mencegah dosa, ia memilih menikahinya saja.   Vero tersenyum senang, ia mendekat ke Kailin dan ingin memeluk pria itu. Sayangnya, Kailin mundur. "Jangan, kita belum halal. Tunggu sampai aku mengucap ijab kabul untukmu."   Vero mundur, namun ia senang karena bagaimanapun ia akan segera menikah dengan Kailin.   "Terus, kapan kita akan halal? Kamu mau sembunyiin pernikahan kita dari istri kamu?" tanya Vero lirih.   "Aku akan mengurus itu, kamu nggak perlu khawatir. Yang aku minta, kamu jangan temui istriku untuk sementara waktu. Aku nggak mau melukai perasaannya."   Vero mengangguk. "Aku akan menghubungimu kalau aku udah siapin semuanya. Apa orang tua kamu nggak masalah dengan pernikahan kita?" tanya Kailin.   Vero menggeleng. "Aku udah tanya sama Ayah sama Ibu, mereka nggak keberatan kok." Wanita itu berbohong. Ia sama sekali belum menceritakan niatannya yang ingin menikah dengan Kailin.   Kailin tersenyum, ia senang karena ia bisa menikah dengan cinta pertamanya. Yang harus ia lakukan sekarang adalah meminta ijin dari sang istri-Kani. Ia tahu kalau istrinya itu baik, penurut dan penyabar, ia berharap istrinya akan menyetujui niatannya untuk menikahi Vero.   Sebagai pria yang memiliki penghasilan yang di atas rata-rata, Kailin memang tak akan kesulitan untuk memberikan nafkah lahir bagi kedua istrinya kelak. Namun, ia juga harus bisa memberikan nafkah batin, itu pun harus adil, untuk istri pertama dan istri kedua.  . Sore ini, Kailin pulang dan mendapati istrinya yang berdiri di depan gerbang rumah mereka. "Ada apa?" tanya Kailin.   "Itu, Bu Sri, tadi pergi dari rumah. Pak Juki menikah lagi dan Bu Sri nggak terima." Kailin kaget bukan kepalang. Ia menoleh ke arah rumah tetangganya, yang ia kenal rukun selama ini. Ia tak menyangka kalau tetangganya akan berakhir seperti itu. "Gimana kalau Kani pergi saat tahu aku akan menikah lagi? Aku nggak mau, aku udah sayang dan cinta sama dia." Kailin membatin sambil menatap wajah ayu Kani.   Wanita itu jarang memoles wajahnya, namun tetap cantik apa adanya. Tak hanya cantik dari luar, Kani adalah wanita yang cantik luar dan dalam. Kailin tak ingin berpisah dari istrinya itu. Niatannya untuk mengaku jujur dan meminta ijin dari istrinya untuk menikah lagi pupus sudah. Ia memilih diam dan menyembunyikan fakta kalau ia akan menikahi wanita lain.   "Maafin aku, Kani. Aku berjanji akan bersikap adil untuk kalian," batin Kailin.   "Ayo, Mas, masuk. Nggak enak juga kita berdiri di sini, dilihatin Pak Juki dari rumahnya." Kani berjalan masuk ke dalam rumah.   Sementara Kailin menatap istrinya dengan tatapan sendu. "Aku nggak bisa berbohong. Dia cinta pertamaku dan kamu istri pertamaku. Aku ingin kalian jadi milikku." Kailin membatin.   Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD