CASE V : DOLOFONÍA

2339 Words
Setiap aliansi yang tujuannya tidak bermaksud untuk berperang adalah tidak masuk akal dan tak berguna. -Baron Prudens- *** "Hei! Kau tidak apa?" Mortis mencoba membantu Mater untuk memperoleh kembali kesadarannya. Mater yang masih terengah-engah terlihat sangat shock dengan apa yang baru saja terjadi dengannya. Seolah ia baru saja lari dari kejaran seseorang. Mortis yang melihat itu hanya memasang wajah kebingungan, ia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi di rumah itu. Melihat Mater yang mulai sempoyongan dan tak berdaya, Mortis dengan sigap berinisiatif membantunya untuk duduk. Mortis kemudian memberikannya minum untuk menenangkan Mater yang terlihat tengah panik itu. "Tarik napas, dan cobalah untuk tenang. Hanya ada kau dan aku di sini, tenanglah." Mortis mencoba menenangkan Mater semampunya. Ia baru kali ini melihat atasannya itu sangat ketakutan seperti sekarang. "A–aku... T–tadi..." Mater mencoba menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya walaupun ia masih kesulitan untuk berbicara. Namun Mortis mencegahnya dan menyuruh Mater untuk tenang. "Hei, hei, hei! Tenanglah. Buat dirimu tenang terlebih dahulu. Lalu kau bisa menceritakan padaku apa yang terjadi." Mater hanya mengangguk sebagai respon atas perkataan Mortis. Tangannya masih gemetar hebat, tatapannya kosong seolah saat ini yang ada bersama Mortis hanyalah sebuah tubuh kosong tanpa jiwa di dalamnya. Setelah ia mulai tenang, Mater menceritakan kejadian yang ia alami. Mulai dari dia diikat, penjelasan mengenai siapa T dan R serta tempat di mana ia disekap, hingga akhirnya ia harus bertarung melawan R yang berniat untuk membunuhnya. "Bertarung? Yang aku lihat kau berusaha melukai dirimu sendiri sekaligus menahannya. Apa itu yang kau maksud dengan "bertarung"?" Memang benar apa yang dikatakan Mortis kepada Mater. Yang ia lihat bukanlah seperti yang Mater ceritakan, malahan Mater terlihat seperti sedang bertarung dengan dirinya sendiri. "Apa kau tidak mempercayaiku?!" Mater masih bersikukuh dengan argumennya. "Tentu saja! Apa kau bodoh akan mempercayai hal yang bahkan kejadiannya berbeda dengan apa yang aku lihat?!" Mortis pun juga tak mau kalah dengan pendapatnya. Mater kembali mengingat kejadian yang telah ia alami. Ia teringat ketika ia sadar setelah mendapat pukulan dari Mortis, ia merasakan aliran darah mengalir dari lehernya dan juga ia memegang sebuah pisau ditangannya. "Lalu, apa maksudmu dengan mengatakan bahwa makhluk yang kau temui itu ada roh? Apa kau yakin kalau kau tidak sedang halusinasi? Atau menjadi gila?" tanya Mortis. Ia keheranan setelah mendengar perkataan Mater. Roh atau apalah itu, apakah mereka memang nyata adanya? Kenapa mereka muncul dalam mimpi Mater bahkan berusaha melukainya? Mortis bergidik ngeri jikalau ada makhluk yang bahkan bisa mengendalikan orang lain untuk bunuh diri. "Aku yakin setelah kau mendengarkan ceritaku tadi, kau tidak mempercayaiku." Mater terlihat sedih ketika melihat wajah tak percaya Mortis. Mater pun sadar cerita yang ia sampaikan memang sangat tidak masuk akal. Roh, makhluk spiritual, jembatan alam mimpi, semua itu seolah hanya ada dalam buku cerita anak-anak atau novel fantasi. Sebenarnya, Mater pun ingin tidak mempercayai hal itu, namun apa yang ia alami dan apa yang ia dengar seolah tidak ada celah untuk menyangkalnya. "Menurut logikamu, siapa yang akan percaya mengenai hal-hal fantasi yang kau ceritakan itu? Yang ada, kau akan dikira orang gila, stress efek kerja berat sebagai agen," ucap Mortis. Mater menyetujui perkataan Mortis. Dia beruntung, orang yang mendengarkan ceritanya adalah kawan terbaiknya sekaligus bawahan paling setianya. Jika yang mendengar ceritanya adalah orang lain, mungkin saja apa yang Mortis pikirkan benar-benar terjadi, Mater si polisi gila. "Kau tahu, aku sedang memikirkan sesuatu." Mater melihat Mortis yang tengah berpikir dan ingin mengatakan sesuatu. Mater diam dan menunggu Mortis mengatakan apa yang ingin ia katakan. "Daripada itu dikatakan sebagai roh atau apalah itu hal yang tidak jelas, bukankah lebih masuk akal kalau itu adalah jiwamu yang lain?" Mortis mengernyit, ia tidak paham apa yang dimaksud oleh Mortis. "Yang aku maksud, bukankah lebih masuk akal jika orang yang kau temui dalam mimpimu, mengoceh tentang mengambil alih tubuhmu, merupakan bagian dari Multiple Personality Disorder?" Apa yang dikatakan Mortis terkesan lebih masuk akal dibanding menceritakan bahwa telah bertemu sejumlah roh yang ingin mengambil alih tubuh seseorang. Multiple Personality Disorder atau MPD adalah kelainan saat seseorang memiliki lebih dari satu identitas dalam satu tubuh. Saat satu identitas alternatif tengah menguasai tubuh seseorang, identitas alternatif ini yang memegang kendali penuh terhadap tubuh seutuhnya dalam beberapa waktu ke depan. Namun setelah itu, pemilik asli dari tubuh itu akan melupakan kejadian yang baru saja ia lakukan. Mater merasa kesal mendengar vonis dari kawannya itu. "Jadi, kau mengira aku memiliki kelainan?!" "Bukankah itu lebih masuk akal? Aku menyarankanmu untuk datang ke psikiater. Jika itu bukan MPD, berarti kau hanya lelah. Tapi jika itu memang MPD, apa yang aku lihat ketika kau berusaha membunuh dirimu sendiri itu adalah fakta." Mater kembali memikirkan perkataan Mortis tentang penyakit MPD itu. Ia mengingat perkataan T kepada R bahwa jika ia membunuh Mater, maka mereka berdua akan ikut mati. Itu berarti mereka bukanlah roh yang memerlukan inang, tapi memang alternatif dirinya sendirilah yang berusaha untuk mengambil alih tubuhnya dan membunuh kepribadian asli dari Mater. Namun Mater masih tidak mempercayai itu. Jika ia memang memiliki alternatif dirinya sebagai eksekutif The Six, itu berarti dirinya juga merupakan seorang kriminal. Itu yang Mater tidak bisa terima dari dirinya. Selama ini dia hidup di jalan kebenaran miliknya, namun jika memang kenyataannya begitu, berarti selama ini Mater berjalan di dua jalur yang saling bertentangan. "Terserah apa yang kau katakan, Mort. Aku baik-baik saja dan apa yang aku lihat di mimpiku hanyalah imajinasiku atau memang mereka adalah roh dari orang yang sudah mati." Benar. Mater menyaksikan sendiri bahwa mereka berdua sudah mati. Kalau memang mereka adalah dirinya, tidak mungkin saat ini ia berada di sini bersama Mortis. Sungguh tidak masuk akal lagi jika ia berhasil hidup setelah mengalami dua kali kematian yang tragis. Mortis hanya menghela napas mendengarkan pernyataan dari Mater. Saat ini ia hanya bisa mendukung apa yang Mater katakan padanya. Semakin dirinya mencoba untuk meyakinkan Mater, maka pasti hasilnya tidak akan semakin baik. Ia tidak mau hubungan antara dia dan patner sekaligus bosnya itu rusak hanya karena sebuah mimpi yang tidak jelas asal usulnya dan hanya tampak seperti imajinasi seseorang belaka. *** Keesokan paginya, Mater dan Mortis kembali bekerja seperti biasa. Mereka tidak mengungkit kejadian semalam kepada orang lain. Seolah, apa yang terjadi malam itu sebenarnya tidak pernah terjadi dan hanya cerita creepypasta antara Mater dan Mortis. "Mat, Mort, kalian diminta untuk datang ke ruangan Tuan Baron, sekarang." Seorang petugas yang bertemu dengan Mater dan Mortis menyampaikan pesan itu kepada mereka. Mater dan Mortis mengangguk sebagai tanda jawaban. Mereka berdua bergegas ke ruangan bos besar mereka. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi dengan mereka, yang pasti hal itu tidak akan jauh-jauh dari sebuah tugas agen kepolisian. "Lapor, Mater dan Mortis datang menghadap." Mereka berdua memberikan salam dan penghormatan kepada bos besar mereka. Baron yang tengah duduk membelakangi mereka memutar kursinya dan menghadap mereka berdua. "Bagaimana perkembangan penyelidikanmu terhadap para eksekutif dari organisasi b***t itu?" tanya Baron kepada Mater. Mater pun menjawab hasil temuannya kepada atasannya itu. "Sejauh ini saya hanya mengetahui beberapa informasi terkait para eksekutif itu. Mereka disebut sebagai The Six yang merupakan pilar sekaligus petinggi di organisasi Criminal City. Dari apa yang dikatakan oleh Ed waktu itu, mereka memiliki enam anggota." Mortis dan Baron memperhatikan dengan seksama apa yang dijelaskan oleh Mater. Baron memiliki dendam yang sama untuk menumpas mereka. Bagi baron, organisasi mereka sudah seperti tumor ganas yang suatu saat nanti bisa menjadi sangat mematikan. "Dua orang dari anggota The Six sudah diketahui dengan julukan T dan R. Mereka berdua telah tewas dalam insiden Bloody Party karena bom bunuh diri dan insiden penangkapan Gray, R dibunuh oleh Gray karena terjadi cek-cok di antara keduanya. Dari apa yang dikatakan Gray, R mencoba untuk membujuk Gray bergabung bersama mereka namun ditolak. Gray juga sempat mendengar bahwa R memiliki seorang Tuan sebagai atasannya." "Itu berarti?" Baron bertanya kepada Mater. "Itu berarti pernyataan Ed tentang pemimpin dari Criminal City adalah The Six belum bisa dipastikan kebenarannya. Jika apa yang dikatakan Ed itu adalah kebenaran, maka dapat diasumsikan bawa Tuan yang dimaksud R dalam cerita Gray adalah orang yang memiliki peringkat lebih tinggi, atau bisa jadi R yang ditemui oleh Gray bukanlah R yang asli. Sehingga orang itu secara tidak sengaja menyebut kata "Tuan" yang merujuk pada tuannya yang asli yaitu Eksekutif R." Baron tampak berpikir sejenak sebelum ia kembali bertanya kepada Mater. "Apa hanya itu?" Mater kembali menjelaskan temuannya yang terbaru. "Beberapa waktu lalu saya mendapat informasi dari orang yang tidak dikenal. Ia mengirimi saya sebuah surat yang berisikan informasi bahwa di dalam The Six memiliki sistem seperti peringkat dan T memiliki peringkat lebih tinggi daripada R." Baron menunjukkan wajah yang tampak keheranan dengan informasi itu. "Jika saya asumsikan informasi itu benar, maka dalam The Six memiliki enam peringkat dengan peringkat pertama adalah kemungkinan dari Tuan mereka jika kita mengikuti perkataan dari Gray dan untuk peringkat selanjutnya tidak dapat dikonfirmasi namun pastinya T memiliki peringkat di atas R. Jika mengasumsikan pernyataan Gray terkait R di mana orang yang ditemuinya adalah bawahan R, maka bisa saja T adalah sosok pemegang peringkat pertama itu." "Mat, apa kau mendapatkan informasi itu dari orang yang tidak memiliki identitas?" "Benar." "Apa kau tidak mengkonfirmasi kejelasan dari pengirimnya?" "Sayang sekali tidak, surat itu sangat bersih dan hanya ada sidik jari saya ketika saya memegang surat itu." Baron merasa sedikit janggal dalam cerita Mater mengenai surat itu. Seolah ada yang aneh tapi ia tidak menemukannya. Tentu informasi surat itu adalah kebohongan yang Mater buat. Fakta tentang peringkat adalah informasi yang ia dapat dari mimpi delusinya. Sungguh tidak mungkin jika ia mengatakan bahwa informasi itu bersumber dari mimpinya. "Baiklah. Itu informasi yang cukup berguna untuk kita. Selanjutnya, kalian mendapat tugas baru untuk menyelidiki sebuah kasus," ucap baron. Baron memberikan sebuah file kasus kepada Mater. Mater dan Mortis kemudian mencoba memahami file tersebut. "Kasus ini merupakan kasus pembunuhan, korbannya adalah salah satu anggota dewan, Royyan van Briggs. Salah satu anggota dewan yang korup namun selalu lolos dari perhatian polisi. b******n itu selalu cerdas dalam menutupi kebusukannya." Mater dan Mortis hanya manggut-manggut mendengar penjelasan dari Baron. "Walaupun aku mendukung apa yang dilakukan kriminal itu, tapi kita tidak bisa memihak sebuah tindakan yang salah. Ah, kasus itu terjadi sekitar malam tadi." "Lalu, siapa dugaan pelaku dari aksi ini?" tanya Mater. "Ronald Reagan, salah satu pesaing politiknya." "Bukankah itu berarti ini hanya kasus persaingan saling menjatuhkan lawan?" "Semua orang berpikir seperti itu. Namun jika kau melihat apa yang ada pada halaman terakhir dari berkas itu, kau akan mengerti kenapa kasus ini aku berikan padamu." Karena penasaran, Mater pun membuka halaman terakhir dari berkas itu. Alangkah terkejutnya dia ketika apa yang ada dihalaman terakhir dari berkas itu adalah dua buah foto yang menunjukkan gambar dua buah topeng berbeda. Topeng huruf R dan topeng huruf E. ■■■■■ Mater dan Mortis akhirnya sampai di rumah Royyan yang menjadi tempat kejadian perkara kasus pembunuhan tersebut. "Hah, akhirnya aku merasakan penyelidikan di tempat yang sangat layak ini," ucap Mortis dengan semangat. "Kau benar! Aku berharap kalian para anggota dewan sering-sering mati saja supaya kami bisa menyelidiki kasus kalian ditempat yang nyaman." Mater menyetujui apa yang dikatakan oleh Mortis. Segera setelah mereka mengagumi tempat itu dari luar, mereka segera memasuki rumah tersebut. Mereka sangat takjub dengan kondisi ruangan dari rumah mewah tersebut. Benar-benar menggambarkan seorang yang sangat kaya dan memiliki banyak uang. "Sungguh luar biasa! Namun sayangnya ada mayat yang tergeletak di sini yang mengurangi nilai estetika dari tempat ini," ucap Mater setelah memasuki ruang tamu dari rumah mewah tersebut. Mater dan Mortis mulai melakukan penyelidikan. Mater mulai dengan ruangan tempat di mana ditemukannya dua topeng yang ia lihat tadi. Mortis mencoba menyisir tiap benda yang ada di rumah itu, mencoba mencari adakah indikasi bahwa ini adalah kasus pencurian atau tidak. Mater kembali memperhatikan kondisi dari mayat Royyan yang tergeletak di tengah ruang tamu. Ia tewas setelah menerima beberapa tusukan di tubuhnya. Sungguh aksi yang brutal namun sangat pantas untuk diterimanya. "Sepetinya ini merupakan aksi perampokan, ketika pelaku ketahuan, ia membunuh saksi yang kebetulan itu adalah Tuan Rumahnya sendiri." Mortis memberikan pendapatnya setelah memeriksa tempat tersebut. "Kenapa kau berpikir seperti itu, Mort?" "Aku baru saja menemukan beberapa keanehan dari benda-benda yang ada di rumah ini. Aku menemukan sebuah jejak dari foto yang terlihat tidak sesuai dengan posisi foto yang saat itu aku lihat. Ketika aku melepas foto itu, di sana terlihat ada sebuah brangkas dan banyak sekali bekas congkelan dari brangkas itu. Kedua ketika aku memeriksa setiap laci yang ada di kamar, banyak sekali kotak perhiasan yang kosong dan tidak tertutup, beberapa di antaranya bahkan kehilangan pengaitnya. Itu terlihat seperti orang yang terburu-buru untuk mengambil benda berharga itu." Pendapat Mortis terkesan sangat masuk akal. Namun sepertinya Mater memiliki hipotesa lain. "Aku juga telah memeriksa tempat-tempat yang kau sebutkan tadi. Jika mengacu pada berkas tadi, korban tewas sekitar malam tadi, namun jejak di brangkas dan tempat lain seperti dibuat oleh seseorang beberapa saat lalu. Kemudian jika memang ini perampokan, ia harusnya tidak melupakan jam tangan ini. Jam tangan ini bahkan mampu membelikan kita sebuah mobil jika kau menjualnya." Mater mengatakan itu sembari mengangkat tangan korban yang mengenakan sebuah jam tangan emas. "Selian itu, jejak pembunuhan sangat bersih bahkan sangat sulit diketahui apakah ada orang lain yang membunuhnya. Tapi kenapa jejak dari pencurian terlihat sangat jelas. Jika aku menyimpulkan dari apa yang kita lihat, di rumah ini terjadi dua kasus yang berbeda. Pertama adalah pembunuhan oleh orang yang sangat profesional dan aku yakin itu pasti ulah para b******n organisasi itu, dan kedua adalah pencuri amatir yang sudah mengetahui tempat ini dan mengenal korban dengan baik." Mortis mengangguk menyetujui hipotesa dari Mortis. Mater berpikir, jika memang ini dilakukan dua orang berbeda, kemungkinan terbesar pelaku pencurian adalah Ronald, pesain politik si korban. Mungkin saja ia melihat pelaku dari pembunuhan ini. "Baiklah, Mort. Sepertinya kasus hari ini akan selesai dengan cepat. Mari kita kembali ke kantor dan kita lakukan interogasi dengan pelaku pencuriannya." Mater dan Mortis memutuskan kembali ke kantor setelah melakukan penyelidikan dan mengambil beberapa gambar dari lokasi kejadian. Harapan Mater kali ini adalah pelaku pencurian itu melihat siapa orang yang telah membunuh Royyan di rumahnya. Jika mereka adalah salah satu dari Criminal City, maka itu adalah informasi yang sangat berguna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD