THE SIX : EFFE (E)

2368 Words
Paling menyakitkan ketika orang yang membuatmu merasa istimewa kemarin membuatmu merasa sangat tidak diinginkan hari ini. -Gray Mann- *** Ruang interogasi yang biasanya hanya beberapa orang yang ada di sana, kali ini terlihat ramai oleh orang-orang yang berkumpul. Tujuannya tetap sama, mereka ingin melihat bagaimana pelaku dari suatu kasus terkurung dalam ruangan kedap suara. Namun kali ini dalam kondisi yang berbeda, tersangka yang mereka saksikan memiliki kondisi yang mengenaskan dengan lubang di kepalanya. Keadaan itu membuat semua orang berbondong-bondong untuk datang ke ruang interogasi. Malam itu sungguh menjadi malam yang panjang bagi mereka semua. "Apa dia bunuh diri?" ucap salah satu anggota polisi di sana. "Sepertinya bukan. Kau tahu bukan bahwa sekali mereka masuk di sana, mereka bahkan tidak akan bisa keluar sebelum diizinkan." Menurut tim forensik, kematian Ronald diperkirakan terjadi sekitar pukul 7 malam hari. Ia dibunuh dengan sebuah handgun yang pelurunya berhasil menembus tulang tengkorak Ronald dan menghancurkan otaknya. Mereka juga tidak menemukan adanya bekas peluru mengarah ke tembok maupun dinding, padahal jelas sekali bahwa luka yang dibuat adalah sebuah lubang yang terhubung. Mater masih tak habis pikir. Jika memang ini adalah pembunuhan, maka ada kemungkinan mereka adalah orang yang ada di sekitar ruangan ini. Itu artinya bahwa semua anggota kepolisian dicurigai sebagai tersangka. Baron yang baru saja tiba langsung melihat bagaimana kondisi tempat kejadian perkara. Baron tampak terkejut ketika sampai dan melihat tubuh Ronald yang sudah tak bernyawa. "Siapa yang pertama kali menemukannya?" Baron menanyakannya kepada semua orang yang ada di ruangan itu. "Siap, Sir! Saya yang pertama kali melihat dan menemukan kondisi tubuh Ronald dalam keadaan seperti itu." Mater menghampiri atasannya itu dan mengatakan yang sebenarnya. "Apa kau melihat pelaku yang mondar-mandir di sekitar ruangan ini?" "Tidak, Sir. Saya menemukan mayat Ronald sekitar pukul delapan malam sedangkan menurut tim forensik, kematian Ronald diduga karena peluru merusak otaknya dan membuatnya harus tewas di tempat sekitar satu jam sebelumnya." "Baiklah. Semuanya! Jangan ada yang keluar dari kantor ini! Siapapun yang berani melanggar itu maka secara otomatis akan dianggap sebagai pelaku. Dan jangan sampai kejadian ini diketahui oleh publik. Semua orang yang ada di sini akan diperiksa oleh tim forensik, jadi aku mohon kerja sama kalian semua." Pengumuman itu pun disetujui oleh semua orang tanpa adanya pendapat yang menentang. Akhirnya, semua anggota kepolisian mulai dilakukan pemeriksaan. Mulai dari pemeriksaan tubuh, pakaian, ruangan, bahkan alibi masing-masing orang. "Mater, kau ikut denganku." Baron kemudian meninggalkan ruangan itu dan membiarkan tim forensik melakukan tugas mereka. Mater kemudian berjalan mengekor di belakang Baron. Mortis ia perintahkan untuk membantu pemeriksaan semua anggota kepolisian yang ada. "Sial! Kita kecolongan!" Baron yang emosi mengumpat di sepanjang jalan menuju ruangannya. Ketika sampai di ruang kerja milik Baron, mereka berdua duduk di sofa yang ada secara berhadapan. "Aku tahu kau mengetahui siapa orang yang ada balik kejadian ini." Sungguh insting yang mengerikan dari seorang Baron. Tanpa mengatakan apa-apa, Mater menyerahkan sebuah surat yang ia terima sebelumnya. Surat itu diterima oleh Baron. Baron merasa heran dengan maksud dari tingkah Mater saat ini. "Apa ini? Kenapa kau tiba-tiba memberiku sampah seperti ini?" ucap Baron yang masih heran dengan kertas yang ada di tangannya itu. "Buka dan bacalah. Kau akan tahu siapa pelaku dibalik kejadian di sini." Sesuai dengan perkataan Mater, Baron pun membaca isi dari surat itu. Wajah Baron terlihat marah, uratnya terlihat seolah ingin menyobek kulit-kulitnya. "Apa kau akan ke sana? Sendirian, Mater?" Mater menganggu sebagai jawaban atas pertanyaan yang diutarakan Baron. "Tentu. Surat itu ditujukan untukku, jadi aku harus datang bukan?" "Bukankah itu terlalu berbahaya? Dia telah membunuh Ronald. Aku tahu kau sering berhadapan dengan orang-orang seperti mereka, tapi kali ini berbeda. Itu seperti jebakan untuk memancingmu datang ke sana." Baron mencoba untuk mencegah Mater bertindak gegabah. Namun sepertinya usaha itu sia-sia. Mater bersikukuh untuk pergi menemui sosok bernama E itu sendirian di tempat yang sudah ditentukan. "Lalu kenapa jika itu jebakan? Akan semakin bagus menguak tentang kebusukan mereka jika kita berani mengambil resiko untuk mendatangi mereka." "Aku tahu itu, tapi seperti yang kau katakan itu terlalu berbahaya. Bagaimana jika keempat eksekutif yang lain berencana mengepungmu dan membunuhmu?" "Aku rasa meraka tak akan bisa membunuhku. Aku bisa pastikan itu." Tampak wajah Baron yang terlihat khawatir dengan keselamatan Mater. Ia tak ingin anak buah terbaiknya itu mati sia-sia di tangan para kriminal biadab. "Lalu, apa rencanamu untuk menemui mereka?" Baron kembali bertanya kepada Mater. Namun Mater hanya terdiam, bahkan tidak menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh Baron. "Seperti yang aku duga, sepertinya kau tidak memiliki rencana satu pun." Apa yang dipikirkan Baron memang benar adanya. Mater tidak memiliki rencana apapun untuk menemui sosok E nantinya. Yang ia pikirkan hanyalah bertemu dengannya dan mencoba mencari tahu sebanyak mungkin informasi darinya. Baron hanya menggelengkan kepalanya, ia kemudian menepuk pundak Mater dah berkata, "Semoga kau berhasil." Kemudian Baron meninggalkan Mater sendirian di ruangannya. Baron kembali ke ruang interogasi untuk membantu tim yang ada di sana. Sebelum memutuskan untuk pergi, Mater kembali mengingat informasi yang sudah ia miliki hingga sekarang. Kenyataan bahwa mereka membutuhkan tubuhnya adalah suatu yang sangat tidak masuk akal bagi Mater. Bagaimana bisa roh lain mengambil alih tubuh yang masih memiliki jiwa dan nyawa serta masih dinyatakan sebagai makhluk hidup. Pemikiran yang paling masuk akal adalah bahwa dirinya memiliki banyak kepribadian. Tapi dirinya tak pernah merasakan adanya kepribadian lain yang tidur dalam dirinya. Ia bahkan diam-diam mendatangi seorang psikiater sesuai dengan saran dari Mortis. Namun sama seperti yang ia pikirkan, menurut psikiater itu Mater tidak mengalami kelainan bipolar, atau bahkan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kepribadian lain. Selain informasi itu, ia juga menemukan bahwa mereka dipimpin oleh salah seorang yang dapat Mater katakan sebagai orang paling berkuasa dalam Criminal City. Tapi ia tidak dapat mengetahui siapa sosok dibalik pengaruh besarnya itu. "Sepertinya aku akan berpamitan dengan Mortis." Mater memutuskan untuk segera berangkat dan menemui Mortis untuk berpamitan. Namun belum sempat ia keluar dari ruangan Baron, Mater terkejut tiba-tiba saja Mortis sudah menunggunya di depan pintu ruangan. Melihat atasannya baru saja keluar, ia segera menghampirinya. "Apa yang kalian bicarakan?" tanya Mortis. "Aku akan menemui si pelaku." Mater menjawabnya dengan santai. "Apa kau gila?! Apa kau berencana bertemu sendirian?" "Bingo! Terkadang aku kagum dengan kecerdasanmu." Mortis mulai kesal karena candaan Mater di saat dirinya mengkhawatirkan keselamatan Mater. "Apa kau nekat datang ke sana sendirian?! Bagaimana jika di sana ada jeb—" "Ah! Aku sudah mendengar itu dari Baron. Jadi kau tak perlu mengulanginya aku sudah bosan." Mater memotong perkataan Mortis. Mortis yang sudah tak mampu lagi menahan emosinya, bersiap untuk memukul wajah Mater hingga pingsan. Namun hal itu ia urungkan setelah Mater tiba-tiba menyentuh pundaknya. "Aku akan baik-baik saja. Kau bantu saja Baron di sini. Biar aku yang menyelesaikannya. Doakan aku agar tetap kembali hidup-hidup." Setelah mengatakan itu, Mater pun pergi meninggalkan Mortis dan segera menuju ke alamat yang ada pada kertas yang ia terima. *** Akhirnya Mater sampai di lokasi yang sudah ditunjukkan dalam kertas yang ia terima. Walau begitu, ia masih tidak yakin apakah benar alamat yang ia terima merujuk ke tempat ini. Karena apa yang ia lihat bukanlah tempat yang tepat untuk sebuah pertemuan, walaupun itu dengan seorang kriminal sekalipun. Alamat itu merujuk ke tempat yang sangat tidak terduga. Itu adalah sebuah pekarangan dengan banyak nisa tergeletak tidak tertata dan dibiarkan sembarang begitu saja. Mater tidak mengetahui apakah itu bekas makan dari suatu keluarga, pemakaman umum, atau memang ada manusia yang dengan isengnya membuang bangkai nisan rusak di pekarangan ini. "Tempat macam ini ada di kota ini? Entah kenapa aku merasa ini seperti tempat pembuangan nisan. Kenapa juga b******n itu memilih tempat seperti ini untuk jadi tempat pertemuan. Apakah dia tidak ada rekomendasi lain yang lebih cocok dikatakan sebagai tempat bertemu? Seharusnya ia bertanya saja padaku, dasar orang gila!" Sebenarnya, Mater hanya berusaha untuk menghibur dirinya sendiri. Ia adalah orang yang paling kuat dan ditakuti oleh para kriminal, tapi tentu saja sebagai makhluk yang jauh dari kata sempurna, ia memiliki kelemahan yang bisa dikatakan sebagai sebuah aib yang berusaha ia tutupi. Yaitu ketakutannya pada hantu atau roh. Ia bukan takut karena mereka menyeramkan atau memiliki kemampuan untuk melukainya, yang ia takutkan adalah karena mereka semua tidak terlihat. Padahal mayoritas orang tidak memiliki rasa takut terhadap apapun yang tidak mereka lihat, hanya Mater saja yang berpikir sebaliknya. Suasana makin mencekam ketika kabut mulai menutupi daerah itu. Suara hewan-hewan malam juga mulai menghiasi tempat sunyi itu dengan kebisingan mereka. Mater yang sedari tadi menunggu, mulai kesal dan putus asa. Ia mulai berpikiran untuk pergi dari tempat itu dan akan mendatanginya lagi esok harinya. Bukan karena Mater tidak ingin segera menangkap pelaku yang telah melakukan pembunuhan di markas para polisi, hanya saja perasaannya saat ini semakin tidak enak ditambah ketakutannya dengan segala hal yang tidak bisa ia sentuh dan lihat. "b******n! Apa mungkin mereka mengerjaiku dan sengaja menjauhkanku dari kepolisian untuk memudahkan aksi mereka selanjutnya? Tapi kalau begitu, seharusnya mereka juga menyingkirkan Mortis dan terutama Baron. Ia lah yang seharusnya paling mereka hindari. Tapi kenapa?" Di tengah monolognya itu, Mater mendengar suara langkah kaki yang menginjak beberapa ranting pohon yang rapuh. Krak! Krak! Mater pun segera menoleh ke arah sumber suara itu. Ia hanya memperhatikan apa yang ada dibalik kabut itu. Ia berharap itu bukanlah sesuatu yang mungkin akan membahayakan dirinya. Krak! Krak! Krak! Lagi. Suara itu kembali tertangkap oleh telinga Mater. Mater dengan sigap menyiapkan dirinya dalam posisi siaga, tangannya sudah siap berada pada saku pistol di pinggangnya. Pandangannya mengedari tempat gelap dan berkabut itu. Tanpa ia sadari, sosok yang sedari tadi mendekati dirinya, sudah berdiri tepat dibelakangnya dan berhasil membungkam serta membius Mater dengan kain yang sudah dilumuri Chloroform cair. Seketika, Mater pun terjatuh tak sadarkan diri *** Mater perlahan membuka matanya. Ia mulai sadar dari pingsannya. Kepalanya terasa sedikit pusing akibat dari obat bius yang dengan paksa terhirup olehnya. Dengan pandangannya yang kabur masih berusaha untuk tetap memperhatikan apa yang sedang terjadi padanya. "Selamat datang, Shinigami." Terdengar suara seorang pria yang menyebut kode nama Mater. Mater yang masih belum sepenuhnya sadar mendengar seseorang menyebut namanya, ia kemudian mencari sosok itu walaupun sebenarnya ia bahkan masih belum mampu melihat sekitarnya dengan jelas. Mater mengerjapkan matanya berkali-kali untuk menormalkan pandangannya yang kabur. Setelah beberapa saat, akhirnya dia bisa sepenuhnya sadar dari pingsannya dan dengan keadaan terkejut, ia bangkit dan mulai berusaha mengambil pistol dari pinggangnya. Namun ketika ia mulai meraba pinggangnya, ia tidak merasakan adanya benda yang ia maksud. Bahkan semua senjata di tubuhnya sudah tidak ada. Mater benar-benar telah dilucuti. "Kau mencari ini?" Pria itu kemudian mengangkat beberapa senjata yang dibawa oleh Mater sebelumnya. Menyadari bahwa musuh di depannya ini sudah selangkah lebih cepat darinya, Mater hanya bisa pasrah dan mengaku kalah. "Baiklah, aku menyerah. Kau bisa membunuhku, tapi setelah aku mengajukan beberapa pertanyaan padamu." "Membunumu?" Pria itu hanya berjalan mendekati api unggun yang entah sejak kapan menyala di dekat situ. Bahkan Mater pun tidak menyadari adanya api unggun itu. "Tidak ada untungnya jika aku membunuhmu," ucap pria itu. "Jadi, apa yang ingin kau lakukan padaku?" Pria itu hanya mengarahkan pandangannya ke sosok Mater. Tidak ada yang tahu ekspresi apa yang dia buat, semua tertutup oleh sebuah topeng bertuliskan huruf E itu. "Aku hanya mengundangmu untuk bertemu denganmu, itu saja." "Bukankah caramu sedikit kasar untuk dikatakan sebagai "mengundang"? Dan lagi, di tempat apa kita sekarang berada?" Mater kembali mengedarkan pandangannya ke area sekitar. Tempat gelap yang bahkan tidak terlihat ujung dari tempat itu. Hal itu membuat Mater bernostalgia dengan beberapa mimpinya yang terasa begitu nyata dan sempat membuatnya hampir menjadi gila. Apa jangan-jangan, saat ini pun ia kembali masuk ke tempat yang disebut sebagai alam bawah sadarnya itu? Jadi, lagi-lagi ia bertemu dengan roh? Tapi, bukankah sebelumnya ia hanya pingsan dibius dan orang yang ada dihadapannya ini belum mati? Ia bertemu dengan R dan T setelah mereka berdua mati dan itu Mater saksikan sendiri, sehingga secara tidak sadar ia mampu membuat bayangan sosok R dan T sesuai dengan mayat yang dilihat oleh Mater. Namun untuk E, dia bahkan baru mengetahui nama itu setelah Ronald terbunuh, Mater belum pernah bertemu dengannya, apalagi melihat mayatnya. Lalu, bagaimana sosok yang tidak Mater ketahui bisa muncul dalam mimpinya? "Bukankah kau pernah bertemu R dan T juga di sini? Kenapa kau bertanya lagi tentang tempat ini. Dan lagi, caraku mengundangmu adalah cara paling sopan dibanding harus membunuhmu." Mater merasa curiga dengan tindakan yang dilakukan oleh sosok dihadapannya ini. Namun entah mengapa ia tak merasakan keinginan membunuh dari pria itu. "Hentikan tatapan curigamu itu. Aku tidak seperti yang lain, aku tidak terlalu menyukai pembunuhan atau memutilasimu." "Untuk seorang kriminal seperti kalian, kalimat barusan sangat sulit untuk dipercaya." "Terserah. Tujuanku hanya ingin berbincang denganmu." Walaupun Mater masih sedikit curiga dengan gerak-gerik kriminal satu itu, namun Mater berusaha menuruti perkataannya. Ia berjalan mendekat ke arah E dan kemudian duduk dihadapannya. "Apa kau ingin mencari informasi dariku?" tanya Mater. "Tidak, aku mengetahui semua rencanamu atau mungkin yang lain. Aku hanya ingin mengajakmu berbincang itu saja, bukankah kau sudah lelah menghadapi para kriminal di luar sana tanpa mengetahui alasan yang pasti?" Dia benar. Mater sudah merasakan lelah karena pekerjaannya. Ia tidak lagi memiliki sikap optimisme yang penuh seperti sebelumnya. Seolah, apapun usaha yang dilakukannya, kejahatan tidak akan pernah selesai dan hilang dari dunia. "Ah, kau boleh memanggilku Effe, atau biasanya yang lain memanggilku E," ucap orang bertopeng itu tiba-tiba. "Jadi kalian pun memiliki nama? Kukira huruf itu adalah nama kalian." "Pikiranmu sungguh dangkal untuk seorang pemimpin tim yang harus berhadapan dengan kami, para kriminal." Mater hanya tertawa mendengar perkataan Effe. Entah apa yang terjadi padanya, baru kali ini ia bisa merasa sesantai ini. Walaupun yang ada dihadapannya ini adalah musuhnya sendiri yang bahkan bisa saja membunuh dirinya saat ini juga. "Kau sungguh lucu. Lalu, kenapa kau membunuh Ronald? Bukankah katamu kau tidak terlalu suka membunuh seperti yang lainnya, bukan?" Mater menanyakan pertanyaan yang sedari tadi ia ingin cari tahu jawabannya. "Pria itu? Bukankah kau juga ingin membunuhnya? Aku hanya membantumu membersihkan noda tanpa mengotori tanganmu." "Yah, memang benar aku ingin membunuhnya, tapi bukan berarti harus dibunuh saat itu juga, apa kau bodoh?!" Effe hanya diam dan bersikap tak acuh dengan perkataan Mater. "b******n ini! Yah, apakah aku harus mengucapkan terima kasih? Kurasa tidak! Dan lagi, apa sebenarnya tujuan kalian mendirikan Criminal City dan mengumpulkan para makhluk biadab itu?" Mater mengatakan itu dengan menahan sedikit emosinya. "Bukanlah sudah jelas, kami ada karena hal itu untuk menjaga keseimbangan dunia bukan?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD