GOOD AND BAD

1712 Words
Di tengah pusaran kegelapan, kejahatan kerap dimaklumi sebagai kewajaran. -Mater Vivere- *** Mater terkejut mendengar jawaban dari Effe. Keseimbangan? Apa yang dia maksud dengan keseimbangan hingga harus melakuakn berbagai tindakan yang merugikan orang lain. Bagi Mater, pemikiran seperti itu adalah pemikiran yang seratus persen salah kaprah. "Apa maksudmu dengan keseimbangan?! Pemikiran bodoh macam apa yang mengatakan sebuah aksi kejahatan sebagai suatu keseimbangan!" Mater terlihat marah ketika mendengar perkataan Effe. Namun Effe tidak membalasnya. Ia hanya tersenyum mendengar hinaan dari Mater. Memang benar bahwa aksinya beserta dengan kawannya yang lain adalah suatu proses penyeimbangan. Itulah yang diyakini oleh para anggota Criminal City. "Apa yang salah dari perkataanku? Bukankah One Eye terbentuk karena tujuan untuk membawa kedamaian? Lalu, menurutmu apa yang akan terjadi setelah perdamaian itu muncul?" Effe bertanya kepada Mater. Mater tampak berpikir mengenai jawaban atas pertanyaan Effe. Ia bahkan tidak pernah memikirkan apa yang terjadi ketika dunia sudah damai. Apakah akan menjadi dunia tanpa kejahatan dan dipenuhi ketentraman, atau malah sebaliknya? Mater benar-benar bingung untuk menjawab pertanyaan dari Effe. "Entahlah. Aku tidak pernah berpikir sampai sejauh itu." Effe menggelengkan kepalanya mendengarkan jawaban Mater. Sungguh mengecewakan untuk sosok pemimpin seperti Mater bahkan tidak memiliki jawaban atas pertanyaan yang sangat simpel dan mudah itu. "Kau itu bodoh atau bagaimana? Gunakan kepalamu itu untuk membayangkan dunia yang damai menurut pemikiranmu. Lalu sebutkan apa yang terjadi setelag terciptanya dunia seperti itu." Mater kali ini memejamkan matanya. Kembali memikirkan apabila sebuah dunia dengan kedamaian benar-benar tercipta. Suasana, perasaan, kondisi, orang-orang, keluarga, dan segala hal yang mendapat dampak dari kedamaian dibayangkan oleh Mater. Setelah beberapa saat, mata Mater kembali terbuka dan seolah sudah siap menjawab pertanyaan dari Effe. "Apa yang baru saja kau lakukan? Aku menyuruhmu memikirkan jawabannya, bukan menyuruhmu untuk bertapa. Bukankah perintah sesimpel itu harusnya kau mudah memahaminya?" ucap Effe. Memang benar ia sempat merasa aneh melihat apa yang dilakukan Mater. Ia tak pernah memerintahkan Mater untuk tertidur, bertapa, atau menutup matanya. Ia hanya menyuruhnya untuk berpikir dan membayangkan. Bagi Effe, kelakuan Mater adalah salah satu hal yang aneh dari dirinya. "Hm, aku hanya membayangkan dunia yang aku inginkan. Dunia damai dengan penuh bunga-bunga dan—" Belum sempat Mater menyelesaikan kalimatnya, Effe sudah memotong ucapan Mater. "Tunggu, dunia dengan bunga-bunga?" "Yah, benar. Apa yang salah?" Effe sedikit terkejut. Mendengar sedikit bayangan dari dunia damai yang digambarkan Mater membuatnya sedikit merinding dengan sosoknya. Effe tidak menyangka bahwa seorang manusia yang bahkan tidak memiliki ketakutan dalam menghadapi bahaya itu memikirkan dunia yang bahkan dipenuhi oleh bunga-bunga. "Tidak, kau lanjutkan saja. Aku hanya sedikit terkejut," ucap Effe. Setelah itu Mater melanjutkan kalimatnya tadi yang sempat terpotong. "Dunia dengan bunga-bunga hanyalah sebuah kiasan. Bagiku, dunia dengan kenyamanan, tak ada yang namanya kejahatan dan pertumpahan darah. Dunia naif yang menjadi impian bagi semua manusia di dunia." Dunia yang diharapkan Mater terdengar sangat tidak masuk akal. Dunia yang hanya bisa diciptakan dalam sebuah kertas dan buku, sangat tidak mungkin akan menjadi hidup dan bertahan di dunia ini. "Dunia yang sangat tidak mungkin menjadi kenyataan! Apa kau tidak pernah berpikir bahwa sosok yang memiliki kuasa atas alam semester bahkan menciptakan makhluk yang memiliki kepribadian dan kelamin yang berbeda. Bukankah sangat mustahil bagi satu domain yang memiliki d******i akan berdiri kokoh selamanya? Di mana ada suatu hal yang tercipta, maka ia akan memiliki suatu hal yang menjadi kebalikannya. Itu adalah fakta mutlak alam semesta." Tidak salah apa yang dikatakan oleh Effe. Pada dasarnya, segala hal di dunia ini diciptakan dengan memiliki musuh alaminya masing-masing atau sifat yang berkebalikan denganya. Dan dunia di mana salah satu komponen mendominasi bukanlah suatu dunia yang ideal. Bukan berarti salah satu dari mereka jika dibiarkan berdiri tanpa ada sosok yang berkebalikan, akan memberikan dampak yang baik. Effe melanjutkan perkataannya kepada Mater. "One Eye tercipta karena dunia perlu kedamaian. Dan Criminal City adalah kebalikan dari kalian, kami ada karena dunia perlu adanya kejahatan. Dunia perlu seimbang, dan selama itu pun, segala tindakan kami akan dinilai kejahatan." Mater pun memberikan tanggapannya atas perkataan Effe. "Tidak juga. Kalian bahkan bisa saja dianggap baik kalau kalian mau melakukan hal baik juga." "Dunia tidak berjalan semudah itu. Bagi kami yang sudah memiliki status sebagai penjahat, segala hal yang berhubungan dengan kami maka dianggap sebagai hal yang buruk. Pernahkah kau berpikir apa alasanmu membunuh orang-orang yang sudah kau bunuh itu?" Effe kembali memberikan pertanyaan kepada Mater. "Aku membunuh orang-orang itu karena mereka adalah orang yang pantas untuk dibunuh atas apa yang mereka lakukan." "Begitupun dengan kami, para kriminal. Kami merasa apa yang kami lakukan adalah tindakan yang benar. Walaupun itu memberikan luka kepada orang lain. Tindakan yang kau lakukan pada dasarnya sama dengan apa yang kami, para kriminal lakukan. Yang membedakan adalah status kita. Kita memiliki status dan pandangan sebagai si baik dan si buruk. Hal itu juga memiliki pengaruh terhadap apapun yang kami lakukan." Mater pun memikirkan kembali perkataan dari Effe. Sebenarnya, ia pun merasa heran kenapa aksinya dalam membunuh kriminal dikatakan sebagai aksi heroik? Padahal jelas-jelas melakukan pembunuhan adalah suatu aksi kejahatan. Mater pun sempat berpikir apakah yang sebenarnya penjahat itu adalah dirinya bukan para kriminal itu. "Hah, kau benar-benar membuatku terkejut. Belum ada kriminal yang pernah aku temui memiliki pemikiran seperti itu. Bahkan, para kriminal yang sebelum-sebelumnya aku tangkap, mereka hanya memikirkan bagaimana mereka bisa lolos dan membalas dendam. Tidak ada satupun dari mereka yang kemudian sadar dan mengakui kesalahannya." Jujur, Mater merasakan kenyamanan ketika ia berbincang dengan Effe. Seolah ia benar-benar menemukan sesosok sahabat sebagai tempatnya menyampaikan kegundahannya. "Andai saja kau bukan bagian dari para b******n itu, mungkin saja kita bisa menjadi teman yang baik." "Berhentilah membual dan pikirkan kembali kata-kataku. Maksud dari perkataanku bukan untuk membebaskan kami melakukan segala hal yang ingin kami lakukan seperti kejahatan. Aku mengatakan itu untuk memberi tahumu bahwa di dunia ini tidak hanya ada satu domain yang bisa berkuasa semau mereka. Dunia diciptakakn seimbang, dan tugas kami adalah menjadi penyeimbang itu." Kali ini, giliran Mater yang memberikan pertanyaan kepada Effe. "Apa kau tidak merasa kecewa dengan statusmu sebagai seorang penjahat?" "Untuk apa aku kecewa? Aku memang tercipta dari kebencian dan dendam, tapi aku juga diberikan kepribadian sebagai sosok yang tenang dan memikirkan segala hal dengan matang. Aku tidak peduli dengan statusku sebagai penjahat atau orang baik. Bagiku, status itu hanyalah sementara saja, itu masih bisa berubah tergantung bagaimana sudut pandang orang yang melihatnya." Mater mengangguk tanda setuju dengan apa yang dikatakan dikatakan oleh Effe. "Baiklah. Aku ingin menanyakan satu hal lagi kepadamu." "Silakan, apa itu?" "Siapa itu The Six?" Effe tampak terdiam ketika Mater menyebut nama itu. Effe memang merupakan salah satu dari mereka dengan nama panggilannya yaitu E. Tapi yang aneh menurut Mater, Effe seketika terdiam saat Mater bertanya tentang The Six. Apa yang sebenarnya mereka sembunyikan? "The Six katamu? Baiklah, akan kuberikan kamu 3 kata tentang mereka." Mater bersiap mendengar jawaban dari Effe. Tentu saja, informasi dari sumber terpercaya lebih memiliki bobot yang lebih berharga daripada informasi yang di dengar dari orang lain. "Aku dan dirimu." *** Mater terbangun dari lelapnya ketika wajahnya tersorot oleh sinar matahari. Ketika ia bangun, ia merasakan tubuhnya sakit dan sudah berada di lokasi yang asing. "Sepertinya orang yang membuatku pingsan membawaku ke sebuah gudang. Siapa sebenarnya orang itu? Apa jangan-jangan orang yang membuatku pingsan adalah orang yang juga telah membunuh Ronald? Atau bisa jadi itu adalah suruhan Effe. Ash, entahlah. Aku harus pulang sekarang." Mater kemudian bangkit dan meraih jasnya yang tergeletak di tanah, ia mencari mobil yang ia sempat tinggalkan setelah mencapai lokasi yang ditentukan dalam surat itu. Setelah menemukannya, ia segera mendatanginya dan berniat untuk mengendarainya. Namun sebelum masuk ke mobil, ia kembali menatap tempatnya terbangun tadi. Ditatapnya sebuah gudang yang berada di tengah tempat asing tak terurus dengan banyak batu nisan berceceran. "Aku tidak sadar kalau ada gudang seperti ini. Apa kabut semalam menghalangi pandanganku?" ucap Mater. Masih merasa aneh, Mater pun mengedarkan padangannya ke sekelilingnya. "Kurasa, tempat ini tidak semenyeramkan yang semalam. Sungguh kekuatan matahari telah memberikanku kekuatan untuk melawan kegelapan." Setelah ia selesai dengan aksi monolog tidak jelasnya itu, ia kemudian melajukan kendaraannya meninggalkan daerah asing tersebut. Ia hari ini ada janji dengan Julia dan Jona bahwa ia akan menjemput mereka. Namun sepertinya ia harus menuju kantor terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk pulang. Selama di perjalanan, Mater terus memikirikan perkataan dari Effe terakhir kalinya sebelum ia terbangun dari pingsannya. Entah apa yang dimaksud oleh Effe tapi jelas itu menganggu bagi Mater. "Apa maksudnya dengan "aku dan dirimu"? Apa itu berarti sebenarnya aku juga bagian dari eksekutif Criminal City? Sungguh tidak masuk akal! Bagaimana bisa orang yang memburu mereka ternyata merupakan bagian dari mereka." Mater terus menggumamkan perkataan Effe sepanjang perjalanannya. Namun di pikiran Mater, apa yang dikatakan oleh Effe tidak selamanya salah dan tidak selamanya benar. Apa yang dilakukan oleh Mater dan para kriminal itu bisa jadi memiliki tujuan yang sama. Hanya saja status dan sudut pandang orang lain lah yang membuatnya terlihat berbeda. Seperti kasus yang dialami Gray Mann, ia merasa sakit hati karena dikhianati oleh wanita, maka ia melakukan balas dendam dengan membunuh para gadis yang ia lihat. Bagi orang-orang umum dan kepolisian, jelas mereka tidak membenarkan hal itu. Tapi bagi Gray, itu adalah cara dia untuk melampiaskan kekecewaannya. Ketika ia sampai di kantornya, ia langsung dihadang oleh Mortis di depan pintu masuk. "Apa yang terjadi?" Mater pun hanya menjawab seadanya atas pertanyaan Mortis. "Dia lolos." Mater pun kemudian berjalan ke ruangan Baron. Di sana ia melihat atasannya itu yang tengah duduk di meja kerjanya dengan posisi tangan yang sedang mengurut kepalanya. "Apa yang kau pusingkan, Sir?" Baron terkejut karena tiba-tiba mendengar suara dari Mater. "Apa kau tidak memiliki sopan santu, prajurit?! Memasuki ruangan atasanmu tanpa hormat dan tata krama seperti itu!" "Bukanlah pintunya terbuka? Jadi saya pikir tidak masalah jika saya masuk." Baron kembali mengurut keningnya. Ia sudah dipusingkan dengan kasus yang terjadi di kantornya, sekarang bawahannya pun berhasil membuatnya naik pitam. Namun dengan kesabaran tingkat tinggi, Baron membiarkan tindakan bawahannya itu barusan. "Hah, kau membuatku semakin pusing! Lalu apa yang ingin kau laporkan?" "Maaf, pelaku berhasil lolos." Mendengar jawaban dari Mater membuat Baron semakin lelah. Ia semakin bingung aapa yang harus dilakukan. "Baiklah, aku sedang tidak bisa berpikir jernih. Keluarlah dan bahas itu nanti." Mater hanya mengangguk dan keluar dari ruangan Baron meninggalkannya yang masih menikmati masa kalutnya sendirian. Setelah keluar dari ruangan Baron, Mater memutuskan untuk pulang dan pergi menjemput dua manusia kesayangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD