Chapter 1

1518 Words
"Ra aku kok lebih suka di Epic Caffe ya! Di sana enak suasananya asri, lah klo ke sini ma cocoknya sama pasangan, romantis! Ops.. Keceplosan deh!" ucap Layla sambil menutup bibirnya. "Udeh deh busui laper nih, cepet Ra buruan pesen makanan cacing di dalam perutku lagi berdemo minta jatah nih!" protes Aisya sambil menyenggol lengan Layla, ekor matanya menunjukkan arah tatapan Aira. "Lah ni jomlo malah kesemsem ama cowok bule," sahut Layla sambil memegang dagu Aira lalu menolehkan wajah Aira ke arahnya. "Ih kalian ganggu aja, orang lagi lihat pemandangan indah noh!" protes Aira karena merasa kebahagiaannya terganggu oleh dua sahabatnya. "Sono ajakin kenalan, jangan cuma mupeng aja," tegur Layla sambil mendorong bahu Aira, Aira hanya melotot ke arah Layla sebagai bentuk protesnya. "Tapi ya Ra, menurutku tuh cowok nggak cocok sama kriteria menantu Papa dan Mama kita," peringat Aisya saat ikut memperhatikan pria di sudut kafe yang tengah serius menatap barang pipih silver di hadapannya. Aira mana peduli dengan ucapan sahabatnya, semua ia anggap angin lalu, toh dua sahabatnya kan udah sold out tinggal dirinya saja yang masih setia menjadi Jones alias jomlo ngenes, bagaimana tidak ngenes setiap hari jalan bareng hanya ia yang masih jomlo, ia harus menyaksikan adegan mesra dua sahabatnya. Kini giliran ia jatuh cinta, masak salah lagi. Aira masih terpaku pada pria bermata cokelat tembaga itu, ditambah kilatan sinar matahari yang menembus kaca di hadapannya membuat pria itu seperti Angel yang turun dari langit. Aisya dan Layla hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat sahabatnya yang masih memperhatikan pria itu, mereka menikmati makanan yang tersaji di atas meja mereka dengan lahap bahkan tanpa Aira sadari makanan di piringnya kosong karena ulah dua sahabatnya tersebut. "Loh, makananku kok hilang?" Mata Aira melotot tak percaya saat menyadari sendok yang masuk ke dalam mulutnya ternyata kosong. "Kamu kan pasti udah kenyang Ra, kenyang liatin tuh cowok," celetuk Layla sambil menjilati sisa makanan di jari-jarinya. Sedang Aisya tertawa terbahak melihat tingkah lucu dua sahabatnya. "Dasar ya kalian, nggak suka banget lihat aku bahagia, klo begini kan aku nggak sold out-sold out," protes Aira sambil mengerucutkan bibirnya sepanjang 5 cm. Deg.. Jantung Aira berasa berpacu lebih cepat saat pria itu berdiri setelah menutup laptopnya, ia berjalan ke arah pintu samping tempat ruang istirahat para karyawan, "Masak ia karyawan kafe ini, kayaknya nggak mungkin deh." Hati Aira menduga, karena jika ia karyawan kafe itu mengapa ia tidak memakai seragam seperti karyawan yang lain. Tak berselang lama pria itu ke luar kafe dengan berpakaian santai, ia hanya mengenakan celana pendek berwarna cokelat dengan t-shirts putih membungkus tubuh atletisnya. Sambil berjalan melewati meja mereka bertiga pria itu merapikan rambut gondrongnya lalu mengikatnya rapi. Tampak ia berbincang sebentar kepada perempuan yang duduk di kursi kasir kafe tersebut. Kini hanya tersisa aroma maskulin yang memenuhi kafe itu, terutama Aira ia seperti terhipnotis, tanpa sadar Aira menggandeng tangan Layla untuk mengikuti jejak aroma milik pria bernetra cokelat tembaga tersebut. Sambil mengikuti langkah Aira, Layla memberi kode pada Aisya yang sedang membayar tagihan makanan mereka di kasir. Aisya hanya membalas dengan melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya membentuk huruf O. Setelah membayar Aisya buru-buru mengikuti dua sahabatnya yang sudah ke luar kafe menuju parkiran. "Kamu tu Ra kayak nggak pernah lihat cowok ganteng aja, lagian ya cowok di kampus yang antri ingin jadi pacar kamu kan banyak, ganteng-ganteng juga," ucap Aisya sambil mengulum senyuman, Aisya mengenal bagaimana sikap manja dan keras kepalanya adik tirinya itu. Semua keinginannya harus dituruti, lah ini yang bikin Aisya bingung juga, dulu Aira sempat menawarkan diri menjadi istri kedua Ardan, suaminya. Dan tentu saja Aisya dan Ardan menolaknya dengan tegas, mana rela Aisya berbagi suami dengan wanita manapun. "Udah cari cowok lain aja Dek, entar kamu kedinginan kalau pacaran sama itu cowok," celetuk Aisya sekenanya. "Kok dingin Mbak?" Balas Aira penuh tanda tanya sambil menatap Aisya dari balik spion mobilnya. "La tu cowok kayak kulkas dua pintu gitu, datar dan dingin.." sahut Layla sambil menahan tawa. Hahahaha.. Tawa mereka berdua pecah seketika hingga memenuhi ruang sempit mobil milik Aira. "Awas ya kalian, kalau aku nggak nikah-nikah berarti di antara kalian harus rela berbagi suami denganku, Mas Ardan dan Arfan juga ganteng kok," balas Aira yang langsung mendapatkan pukulan bantal dari kedua sahabatnya. Kini mereka bertiga tertawa bersama sambil saling meledak satu sama lain. Persahabatan mereka terbilang unik, saling berkaitan. Suami Aisya dan Layla adalah kakak beradik dan Aira sendiri adik tiri Aisya yang dulu mencintai Ardan, suami Aisya. Tapi kini semua berbeda, persahabatan mereka terjalin dengan tulus dan penuh kasih sayang. ***** Sesampainya di rumah, Aira langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang dengan kedua tangan terlentang. Ia pandangi langit-langit kamarnya yang berwarna magenta berpadu dengan warna pink lembut. Ini adalah pengalaman kali keduanya bertemu seorang pria dengan jantungnya yang berdetak keras. Pertama dulu saat bertemu dengan Ardan yang sekarang telah menjadi kakak iparnya dan sekarang jantungnya berulah lagi setiap kami bertemu pria itu. Pria yang sudah 5 hari ini ia temui di DAS Caffee. Wajah dengan bulu-bulu halus yang melukis rahang tegasnya, bola mata cokelat tembaga itu seperti menenggelamkannya ke dasar rasa yang tak teridentifikasi. "Apa gue jatuh cinta lagi?" Dengung hati Aira sambil memegangi dadanya yang tiba-tiba bergemuruh saat raut wajah pria bermata cokelat tembaga itu membayang di pelupuk matanya. Tekat Aira sudah bulat besok ia akan datang lagi ke kafe itu dan mengajaknya berkenalan meskipun kemungkinan ditolak sudah menjadi kepastian. Aira akan berusaha mendekati pria itu entah pria itu suka atau tidak. Aira beranjak dari ranjangnya lalu berdiri di depan cermin, ia telisik dirinya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Sebenarnya gue ini cantik dan seksi... tapi kenapa ya kisah cinta gue begini amat," keluh Aira dengan wajah sendu. Di kampus tak sedikit mahasiswa yang menyatakan cinta padanya tapi mengapa hatinya tak pernah tergerak untuk sekedar mengenal lebih dekat dengan salah satu dari mereka. Bagi Aira hati bukanlah untuk dipermainkan, ia hanya akan menjalani hubungan serius dengan pria yang memang ia cintai. Melihat kedua sahabatnya yang menikah di usia muda membuat terbesit juga keinginan untuk menikah muda. Namun, terkadang egonya lebih memilih untuk mengejar karir. Jadi Aira putuskan ia akan fokus pada karir modelingnya sambil menunggu pria berkuda putih datang melamarnya. Keesokan harinya Aira kembali datang ke DAS Caffee untuk menemui pria itu, kali ini ia pergi sendiri tanpa kedua sahabatnya, ia hembuskan nafas keras untuk mengatur deru jantungnya yang mulai berdetak abnormal. Kembali ia cek sekali lagi make up-nya, "Perfect," ucapnya setelah merapikan rambut panjangnya. Ia turun berlahan dari mobil, hight heels merah setinggi 7 cm semakin menyempurnakan kaki jenjang miliknya. Dress flowy sepanjang lutut dengan model bahu layer berwarna putih membalut tubuh rampingnya. Aira sengaja menunggu di kursi agak jauh dari tempat duduk yang biasa pria itu tempati. Dengan perasaan gelisah Aira menunggu sambil memesan minuman jus leci favoritnya. Setelah menunggu sekitar 15 menit pria yang ia nanti-nantikan akhirnya datang lalu duduk di tempat favoritnya. Yang membuat Aira semakin penasaran adalah pria itu akan datang dan duduk di tempat yang sama, pukul 10.30 hingga 11.45 tak kurang dan tak lebih. "Bismillah, akan kukejar cintaku," desis bibir Aira seperti berkomat-kamit membaca mantera. "Boleh saya duduk?" ucap Aira dengan tersenyum ramah. Pria itu mengangkat wajahnya, menatap Aira datar dengan sebelah alis terangkat lalu mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kafe yang mulai ramai pengunjung. "Itu masih ada kursi kosong!" tunjuk pria itu ke arah kursi kosong yang tadi Aira duduki. "Saya maunya duduk di sini," balas Aira lalu duduk di kursi tepat di depan pria itu tanpa memedulikan wajah kesalnya. Pria itu hanya mengedikkan bahu lalu kembali menatap layar laptopnya. Hanya suara nada ketukan keyboard yang menemani mereka hingga membuat Aira kesal. "Kenalkan nama saya Aira Amandita, usia 20 tahun, kuliah fakultas hukum semester empat, pekerjaan model, sepertinya cukup, sekarang giliran kamu yang memperkenalkan diri?" Terang Aira sambil mengulurkan tangan kanannya ke arah Deanova. Deanova menghentikan kegiatannya lalu kedua tangannya bersidekap di depan d**a sambil menatap Aira dingin. Deanova menelisik penampilan Aira lalu dengan santai kembali melanjutkan kegiatannya. "Sombong banget sih," gerutu Aira yang berhasil menghentikan kegiatan Deanova kembali. Tampak rahang Deanova mengeras karena kesal, mengapa ketenangannya harus terganggu dengan kehadiran gadis ingusan seperti Aira. "Apa yang kamu inginkan?" Suara bariton Deanova berhasil membuat jantung Aira berulah kembali. Namun, Aira segera berhasil menguasai diri kembali. "Aku.. Aku mau jadi pacar kamu," jawab Aira seperti tanpa beban dengan senyum mengembang di kedua sudut bibirnya. Deanova memijit ujung hidungnya sambil memejamkan mata menahan emosi. Ia paling malas berurusan dengan gadis bucin seperti gadis di hadapannya. Jelas bukan kriterianya, ia suka wanita dewasa, mandiri, dan menutup auratnya. "Pergi dari sini!" usir Deanova dengan suara keras hingga membuat beberapa pengunjung yang berdekatan dengan mereka menoleh, pegawai yang kebetulan lewat langsung berlari mendekati Deanova dengan menundukkan kepala karena ketakutan. "Ada apa Pak Deanova?" Tanya pegawai pria itu masih dengan posisi yang sama. "Panggilkan security untuk mengusir gadis ini!" perintah Deanova yang langsung di iyakan oleh pegawainya. Aira tersenyum puas lalu berkata, "Deanova, nama yang bagus seperti orangnya ganteng, nggak usah galak-galak entar gantengnya hilang loh," ucap Aira sambil berdiri lalu menentang tas branded -nya. "Sampai bertemu lagi Deanova," bisik Aira sambil melewati Deanova dengan wajah memerahnya karena menahan amarah. __________________&&&_________________ Judul Buku : DnA Author : Farasha
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD