Part 5

1301 Words
Elisa langsung memasuki kamarnya dan membanting pintu, air matanya tak kunjung berhenti mengalir dia menangis hingga hik hik hik dengan kepala terbaring dikasur dan dia duduk dilantai. Udah kek Pilim bawang baik bawang jahat ya bund. Entah kenapa hatinya sangat sakit seperti diremat membuat perasaan sesak menghampiri. Pintu kamar terbuka menampakkan Raffa yang berdiri dengan membawa handuk ditangannya, Raffa berjalan mendekat dan duduk dipinggir ranjang menghadap kepala Elisa yang berlawanan arah dengannya. Raffa mengeringkan rambut putih adiknya itu, "jangan nangis." Elisa tak membalas, mungkin inilah perasaan Elisa yang sebenarnya. "Kenapa harus aku?" ucap Elisa parau,  "kenapa harus aku yang dipilih mama? Andai mama gak milih aku hugh... mungkin mama masih disini bersama kalian hugh... padahal bukan keinginanku untuk dilahirkan tapi... tapi kenapa mereka memperlakukanku begitu. Ini menyakitkan hugh..." Raffa tak berkomentar apa-apa dia hanya bisa memeluk adiknya itu guna memenangkan sebagai pengganti ibu untuk adiknya. "Kamu ganti baju dulu ya, nanti kamu demam." ucap Raffa, tanpa menunggu jawaban Elisa dia langsung menegakkan tubuh adiknya itu dan membimbingnya menuju walk in close. Sementara Elisa mengganti pakaiannya Raffa mengambilkan makanan untuknya, tak berapa lama Raffa kembali dengan nampan ditangannya. "Nih, kamu makan dulu mba Mery udah bikinin bubur buat kamu." Raffa menyerahkan bubur itu pada Elisa tanpa banyak cingcong Elisa memakan bubur itu dengan lahap, abisnya lapar bor abis nyebur kekolam. *** Pagi ini sekolah sedang ramai dengan anggota OSIS yang berlalu lalang mengangkat kursi ke dalam aula yang akan digunakan untuk seminar hari ini. Elisa turun dari sebuah marcedes C-Class dengan diikuti oleh Shura, tadi saat dirumah Shura memaksanya pergi ke sekolah bersama. Semua mata memandang kearah mereka berdua, mereka menatap heran pada Shura, semua orang tau kalau Shura sangat membenci adiknya itu dan tidak mau terlibat dengannya tapi sekarang mereka berangkat kesekolah bersama. Wow sebuah rekor untuk Shura, ck hiperbola bat dah. Elisa hendak meninggalkan Shura tetapi Shura langsung menahan lengannya, "apa?" tanya Elisa "Biar gue anter sampe kelas." ucap Shura "Dih, dikira gue anak TK kali. Lepasin ah gue mau kekelas." ucapnya "Gue anterin." ucap Shura penuh penekanan dan menggenggam tangan adiknya itu menuju kelas sebelas. Tiba di lorong kelas sebelas Elisa menghentikan langkahnya membuat Shura mau tak mau ikut menghentikan langkahnya, "kenapa?" Tanya Shura "Sampe sini aja, gue bisa sendiri kekelas." ucapnya "Gak, gue anterin ampe kelas." ucapnya "Gak mau, sampe sini aja titik, Lo ngebantah gue injek nih." Shura pun menghela napas dan akhirnya mengangguk. "Yaudah, tapi nanti kalau seminar udah dimulai samperin gue. Kalau ada yang ganggu Lo bilang sama gue." Shura mengelus pucuk kepala Elisa dan berlalu dari sana. Elisa berjalan menuju kelasnya, saat melewati ruang olahraga yang terletak disamping kelas sebelah IPA 1 dia mendengar sesuatu, karna rasa penasaran yang tinggi dia pun mendekat membuka sedikit pintu ruangan itu dan memasukkan sebagian badannya. Disana dia melihat seorang gadis tengah duduk diatas meja diruangan itu, dengan seorang pria yang berdiri didepannya mereka sedang err ciuman, bunyi decapan terdengar memenuhi ruangan itu. Tangan pria itu naik ke d**a si gadis dan meremasnya pelan. "Ah..." desahan keluar dari mulut gadis itu "Mantap." Kedua orang itu menghentikan kegiatan panasnya sontak menoleh kearah pintu dan mendapati Elisa menyengir kuda. "Sori ngenganggu bosku, lanjutin dah lanjutin." ucapnya santai, "serius gue kagak bakal laporin klean berdua tapi klean mikir lah anjing! Noh liat tuh cewek keknya kena mental brekdens deh." ucap Elisa menunjuk seseorang yang menyaksikan adegan panas kedua orang itu dengan dagunya. Pandangan keduanya pun menatap gadis yang sedang menatap mereka dari kaca jendela, pria itu melototkan matanya hendak mengejar gadis itu tetapi ditahan oleh gadis didepannya. "Ck, main Lo kurang pro bosku. Kapan kapan gue ajarin deh." ucap Elisa dan pergi meninggalkan kedua orang itu. Seorang gadis tengah menangis tersedu-sedu ditaman depan kantor kepsek, taman itu sepi karna jauh dari kantin. "Ck, miris." ucap Elisa sembari menyodorkan sebuah tissue yang seribu sebungkus maklum dia gak punya sapu tangan, gadis itu menerimanya. "Anda dikhianati pacar anda dan anda menangis? Fix anda t***l sayang." ucap Elisa "sudahi tangismu, mari nyantet bersamaku." Gadis itu menatap Elisa dalam, membuat Elisa yang didalamnya jiwa Leodra meleleh. "Anjai nih cewek tatapannya kek orang ngajak berumah roboh." jerit Elisa dalam ginjal "Udah gak usah nangis, Lo jelek kalau nangis." "Tapi aku sakit hati, tega banget dia main dibelakangku dengan sahabatku lagi." ucap gadis itu "Makanya, kalau punya pacar jangan kenalin ama temen. Sekarang pelakor bukan nikung disepertiga malam lagi, tapi main terobosan. Udah deh gosah nangis Lo, Lo jelek kalau nangis." ucap Elisa membuat gadis itu tersenyum sehingga menampakkan lesung pipinya. "Dakjal, Mae lamar nih cewek untuk adek." jeritnya dalam ginjal "Nama Lo siapa? Waktu dikantin gue gak sempat nanya." "Namaku Sheryl Sheinafia, panggil aja Sheryl." jawabnya membuat Elisa mengangguk. "Kamu mau jadi temen ku?" tanya Sheryl "Emangnya Lo mau temenan ama gue?" Sheryl mengangguk antusias "Dari pertama lihat kamu waktu MOS aku udah kagum sama kamu, kamu cantik banget dengan rambut putih dan kulit seputih salju kek putri yang ada di dongeng. Dan aku pengen banget temenan sama kamu, tapi aku takut karna kamukan dari keluarga terpandang gak mungkin mau temenan sama aku yang anak seorang pedagang." ucapnya lesu "Biasa aja kali, gue orangnya emang gitu kok." ucap Elisa membuat Sheryl menatapnya, "tapi Lo mau jadi teman gue kan?" Sheryl mengangguk dengan antusias. "Jadi Sheryl sekarang kita temenan." "Ok." balas Sheryl dengan senyum tulus Bel berbunyi semua murid berjalan menuju aula tempat diadakannya seminar, "kalau gitu gue duluan ya, soalnya kakak gue udah nungguin." Sheryl hanya mengangguk dan melambaikan tangannya "Nanti kita ketemu disana ya." ucap Sheryl yang dibalas acungan jempol oleh Elisa Shura menunggu adiknya disamping pintu masuk dengan kedua temannya. "Kita ngapain sih disini?" tanya Zidan misuh misuh "Nungguin adek gue." jawab Shura acuh "Demi apa Lo?!" ucap Nathan, iya Nathan yang waktu itu nyamperin Elisa dikantin "Waw Shura sekarang mau jadi kakak yang baik ya bund." ejek Zidan "Berisik." Elisa memasuki aula dan berjengit kaget saat Shura sudah ada didepannya, "Bayu banci kaleng." latahnya, "bisa gak, Lo gak ngangetin gue? Tetiba muncul didepan gue udah kek hantu Lo." omel Elisa membuat Shura tersenyum tipis "Udah gak usah ngomel-ngomel ayo duduk." Shura menggandeng tangan Elisa dan duduk di barisan kedua. Acara seminar pun dimulai dengan tamu seorang CEO muda yang sukses di bidang teknologi. Elisa tak memperdulikan orang yang sedang berpidato didepan, jika dirinya memiliki raga Leodra sudah dipastikan dia memilih nyebat dibelakang sekolah bersama kedua teman bengsatnya, Gavin dan Rasya. Elisa menumpukan kakinya diatas paha dan memainkan ponselnya membuka google mencari berita terbaru tentang keluarganya. Dia tak melihat berita apapun tentang dirinya. disana hanya ada tentang seorang pengusaha tambang batu bara, Laskar Kleine Sadewa yang memiliki saham 25% di PT Freeport Indonesia dan kini tengah menjalin kerja sama dengan seorang pengusaha dari Rusia dalam pembuatan senjata. "Bukan maen si Laskar, mantep juga nih bapaknya si Langit. Bapak gue juga deng, kan gue lahir gegara sumbangan s****a dari dia." gumamnya Disaat Elisa tengah mengagumi kekayaan keluarganya, berbeda dengan orang-orang yang sangat antusias dengan pria yang sedang berpidato didepan sana. Sepanjang acara Elisa hanya mengagumi kekayaan keluarganya, dan terkadang tersenyum melihat berita berita itu. Tak berapa lama kemudian acara pun selesai dengan si pria mengucapkan salam penutup. Semua siswi berbondong-bondong ingin berfoto dengan pria itu sedangkan para siswa mereka langsung menuju kantin. Elisa dan Shura masih tetap ditempat, mereka menunggu orang-orang itu keluar mereka tidak mau berdesakan. Pria yang notabetenya CEO muda itu berjalan mendekati Elisa. "Bermain ponsel saat ada orang bicara didepan itu tidak sopan." ucapnya dingin dengan tangan disaku Elisa merotasikan matanya, "oh." "Jangan ulangi hal seperti itu lagi, kau itu calon istriku jadi bersikaplah dengan semestinya." ucapnya dengan gaya cool(?) "Dih, biar apa Lo begitu? Cringe anjir, lagi pula Lo kagak ganteng jadi gak usah sok." ucapnya pedas membuat Nathan dan Zidan menganga Jika sekelas Maximilian Roberto Respati tidak tampan dimata Elisa terus mereka apa? Butiran debu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD