7. Kalian sedang apa?

1258 Words
"Aku tidak peduli apa yang kamu katakan itu benar atau tidak. Tapi, apa yang kamu ungkapkan adalah hal yang sangat ingin aku dengar. Mendengar itu saja, sudah cukup untuk membuatku bahagia." Nara Lovata Edrea *** Matahari masih bersinar dengan cerahnya. Cahaya terangnya menembus tirai jendela. Kamar tersebut terang meski lampu tidak dinyalakan. Kamar yang hening dan hanya sesekali terdengar hembusan angin itu kini semakin terasa hening akibat dari kecanggungan yang terus terjadi diantara Rei dan Nara. Posisi mereka saat ini benar-benar sulit untuk dijabarkan. Kedua kaki yang saling bersilangan, detak jantung yang juga sudah di luar kontrol. Serta suara nafas yang juga terdengar menderu kencang. Belum lagi aroma tubuh dari Nara yang benar-benar tercium begitu lembut. "Wangi ..." benar Rei yang tanpa sengaja menghirup aroma tubuh Nara. Terlepas dari pada itu. Ada hal yang lebih genting lagi. Tumpuan kaki mereka yang sudah pada batasnya. Rei yang menahan kakinya agar tidak menyentuh Nara. Pinggang yang menjadi tumpuan untuk terus menjaga jarak aman. "Pinggangku!!" ungkap Rei yang sudah tidak sanggup lagi mempertahankan posisinya. Rei berusaha keras mempertahankan posisinya. Ia berjuang agar tidak bergerak satu inchi pun dari posisinya. Rei sangat takut jika ia sembarangan bergerak maka bisa saja tanpa sengaja ia menyentuh Nara dan mungkin kecanggungan lainnya pasti akan terjadi. "Aku mohon jangan sampai terjadi sesuatu lagi." Rei memohon di dalam benaknya. Baru saja ia akrab dengan Nara. Rei sangat tidak ingin jika mereka harus mengalami kecanggungan lainnya gara-gara kejadian tersebut. "A-aku sudah tidak tahan," ucap Rei dengan terbata-bata dan wajah yang terlihat mulai pucat. Mendengar suara Rei yang bergetar, Nara akhirnya tersadar dari lamunannya. Ia benar-benar terkejut hingga terdiam untuk beberapa saat. Kepanikan kembali menerjang Nara, ia mulai melirik ke sekitar untuk memastikan apa yang terjadi. Kepanikan Nara semakin menjadi-jadi. Tidak diragukan lagi, kepanikan yang Nara timbulkan membuat mereka akhirnya tidak sanggup lagi bertumpu. Kaki Nara tanpa sengaja menyenggol kaki Rei yang sudah susah payah ia jaga. Alhasil, kini Nara justru mendarat di atas tubuh Rei. "A-aduuuuh ..." Keduanya kesakitan. Tubuh Rei yang menghantam lantai menimbulkan suara yang sangat keras. "Ma-maaf ..." Nara benar-benar sangat malu. Ia tidak mampu lagi menatap wajah Rei. Rasa malunya justru membuatnya menarik baju Rei ke wajahnya. Sementara Rei tak jauh berbeda, semua terasa kacau ditambah kini ia benar-benar tidak bisa menyembunyikan lagi detak jantungnya yang berdebar kencang. "Dia pasti bisa mendengarnya," benak Rei yang mulai menutup wajahnya yang memerah dengan kedua tangannya. Tidak heran jika Rei mengira Nara bisa mendengar suara debaran jantungnya. Nara berada tepat di dadanya yang kekar. "Bagaimana ini?" bisik Rei lagi pelan. Kali ini, Rei bingung bukan karena debaran jantungnya yang bisa saja didengar oleh Nara. Melainkan karena Nara yang tak kunjung beranjak dari tubuhnya. Nara yang terlihat begitu menggemaskan bersembunyi dengan menarik bajunya. Nara yang telinganya terlihat memerah dan nafasnya yang menghembus menembus kaos tipis Rei. Semua itu menjadi satu membuatnya semakin di mabuk oleh suatu hal unik yang terus menggelitik perut Rei. "Kalian sedang apa?" Tiba-tiba saja, Muko bertanya dengan wajahnya yang penuh tanda tanya besar. Sudah jelas, Nara yang malu tersebut. Langsung meluncur meninggalkan Rei yang masih tergeletak di lantai seraya berteriak lantang, "Maafkan aku!!" Muko yang sama sekali tidak mengerti akan situasi yang baru saja ia lihat akhirnya menatap tajam Rei. Ia pun membantu Rei untuk bangkit. "Ah, kakiku mati rasa" ucapnya saat merasa kedua kakinya kini sudah mati rasa akibat terlalu lama tertindih oleh Nara. "Kalian habis syuting drama?" tanya Muko dengan serius. "Apa yang terjadi?" tanya Muko lagi. Rei akhirnya menjelaskan segalanya. Muko tertawa renyah mendengar cerita konyol tersebut. Sebuah kebetulan yang sudah pasti akan mengocok perutnya. Hari ini Rei sudah melalui banyak hal yang begitu mengejutkan. Mulai dari dia yang dicampakkan oleh Melly, Rei yang menanggap basah Nara yang tengah mendengarkan lagu favoritnya, ia yang mendapatkan pekerjaan baru secara tiba-tiba dan Rei yang justru terlibat dalam kejadian yang membuatnya ingin segera lenyap dari dunia ini dalam seketika. Akan tetapi, hari yang bagaikan roller coaster itu berjalan dengan sangat manis. Untuk pertama kalinya, Rei benar-benar merasakan berbagai hal yang belum pernah ia rasakan. Kecanggungan kembali luntur, saat Nara mengintip dari balik tembok pada Rei dan juga Muko yang masih tertawa lebar. Nara mendengar semua penjelasan Rei pada Muko. Akhir dari kejadian itu di anggap sebuah kecelakaan bagi mereka. "Pa-pasti sakit banget?" tanya Nara yang mengingat suara keras hantaman tubuh Rei saat mereka terjatuh. Nara akhirnya membawa kantung es untuk mengompres tubuh memar Rei. Tak lupa pula, kantung es untuk dirinya sendiri. Lututnya sangat terasa nyeri dan berdenyut akibat terbentur ke lantai. Nara sudah membayangkan sakit yang juga di rasakan oleh Rei saat mereka terjatuh. Terlebih saat tubuhnya yang menimpa Rei dengan sangat keras. Meski di awali dengan kejadian unik yang beruntun. Tapi, pekerjaan Rei menjadi seorang penjaga warnet itu pun dimulai; dengan baik. Ia mendapat giliran jaga yang bergantian dengan Muko. Selebihnya, Rei memiliki waktu bebas yang bisa ia gunakan untuk berbagai hal. Meski demikian warnet tersebut tetap kekurangan pegawai. Sehingga bisa di bilang disela-sela waktu Rei. Ia tetap membantu Nara untuk mengurus pekerjaan yang ada. Seperti hari ini, ia sebenarnya di jadwalkan untuk bekerja nanti malam. Tapi, Rei memutuskan untuk membantu Nara sambil lebih banyak belajar mengurus warnet tersebut. "Hmmm.. aku kabur dari rumah," ucap Rei tiba-tiba. Rei yang kini juga duduk di meja kasir itu terlihat begitu sendu. Matanya terus menatap kebawah, kepalanya sedikit tertunduk, bahunya turun dan ia mengepalkan tangannya dengan erat. "Tidak apa-apa, sekarang ini adalah rumahmu. Aku tidak tahu masalah apa yang tengah kamu hadapi. Tapi, semoga kamu bisa menyelesaikan masalahmu dengan baik." Nara sama sekali tidak bertanya alasan Rei kabur dari rumahnya. Rei terkesima akan reaksi Nara tersebut. Ia sudah memikirkan berbagai alasan yang lebih masuk akal demi tidak dianggap aneh kabur dari rumah. Tapi, reaksi dari Nara yang menjaga perasan Rei agar tidak mengungkit masalah itu membuatnya sangat kagum. "Mungkin orang lain akan mendesak dan bertanya ini dan itu akibat penasaran." Begitulah pikirnya. "Terima kasih karena tidak bertanya alasan aku kabur dari rumah," ucap Rei dengan suaranya yang lembut. Nara tersenyum lebar. "Setidaknya kamu bukan kabur karena pembunuhan kan?" Rei menggeleng keras. "Pencurian?" tanya Nara lagi. Rei kembali menggelengkan kepalanya. "Atau mungkin pemerkosaan?" tanya Nara serius sambil menutup mulutnya. "Tidak!!" teriak Rei lantang. "Aku tidak kabur atas alasan yang aneh dan berbahaya begitu kok. Aku hanya bertengkar dengan orangtuaku." "Fttt.. Ft .. Fft.." Nara yang tak sanggup lagi menahan tawa itu kini tertawa lepas. "Sejak awal, aku tahu pasti ada sesuatu yang terjadi padamu. Terima kasih sudah mau menceritakannya. Pasti berat untukmu," ujar Nara dengan suaranya yang lembut. "Aku tahu, kamu tidak mungkin melakukan hal aneh dengan wajah dan penampilan yang begitu," sambung Nara lagi. "Ma-maksudnya?" tanya Rei polos. Kali ini, Nara benar-benar menutup rapat mulutnya dengan kedua tangannya. Ia salah bicara. "Aku tidak mungkin mengatakan jika wajah tampan itu tidak mungkin melakukan hal aneh, kan?" tanya Nara pada dirinya sendiri di dalam hati. "Ma-maksudnya apa?" Rei yang tidak menyerah dengan pertanyaannya itu pada akhirnya membuat Nara tidak bisa mengelak dan mencari alasan lain. "Tentu saja karena kamu tampan!" teriaknya mengungkapkan isi pikirannya. Mata Rei kembali terbelalak tajam. Ia benar-benar terkejut mendengar pengakuan dari Nara. "Terima kasih, kamu juga sangat cantik Nara." Bluuuuush ... Apa yang dikatakan oleh Rei justru membuat Nara tersipu malu. Meski ia ragu Rei mengatakan itu untuk basa-basi atau bukan, yang jelas Nara saat ini bahagia mendengar hal tersebut. Malu-malu, Nara menyeka rambutnya ke belakang telinga. Memperlihatkan lehernya yang putih dan mulus. "Benar-benar cantik," ucap Rei lagi spontan. "Eh ..." Nara yang mulanya sudah menunduk malu itu. Kini kembali menatap Rei. Untuk yang kesekian kalinya. Mereka saling bertatapan dengan dalam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD